12

2.4K 281 11
                                    

Mengetahui bahwa perbuatannya diketahui oleh seseorang, Kuroko ketakutan lalu memperat cengkeraman pada pedangnya, menggoreskan luka memanjang di leher mulus Kuroko. Mengalirkan darah yang cukup banyak, namun tidak mematikan. Dalam kepanikannya, Momoi memegang pedang itu, keahliannya dalam seni bela diri tidak lebih rendah dari Kuroko, sehingga pria itu tidak dapat membuat kerusakan lebih lanjut pada dirinya sendiri.

Hati Kuroko sedang dalam kekacauan besar, ia tahu bahwa jika ia gagal dalam membunuh dirinya sendiri, konsekuensinya akan menjadi lebih mengerikan daripada yang bisa ia bayangkan. Kuroko mencoba untuk mengerahkan kekuatan lebih, tetapi Momoi juga memegang pedang begitu erat. Meskipun darah mengalir deras dari telapak tangannya, gadis itu tidak gentar. 

"Tuan Muda, saya mohon berhentilah. Saya telah membiarkan Anda memiliki baju besi dan pedang itu kembali, jika Anda harus menggunakan mereka untuk mengakhiri hidup Anda, saya akan berada dalam kesulitan." Momoi tahu bahwa Kuroko memiliki hati yang lembut. Momoi sengaja memilih kata-kata ini untuk membuatnya goyah.

Kuroko mulai ragu, tapi ia memikirkan konsekuensi dari kegagalannya. Setelah Akashi tahu tentang hal ini, siapa yang tahu metode baru apa yang akan digunakan untuk mengancam dirinya. Selain itu, Akashi ingin menobatkan Kuroko sebagai Permaisuri. Ketika waktu itu tiba, tidak Surga maupun bumi akan mampu mencegahnya dari nasib buruk daripada kematian. Dengan gelombang baru dan penuh tekad, ia mendesah frustrasi 

"Nona, aku tidak layak mendapat kebaikanmu. Aku hanya bisa membayarmu di dunia yang lain nanti." 

Karena itu, tangan kirinya bergerak seperti kilatan petir. Memberi totokan di beberapa titik akupuntur gadis itu. Momoi hanya peduli mencegah pedang itu memotong leher Kuroko, sehingga sama sekali tidak siap terhadap serangan sang mantan Jenderal.

Kuroko dengan hati-hati menarik pedang dari tangan Momoi ketika ia melihat bahwa tangan gadis itu mengalami pendarahan hebat. Kuroko buru-buru mengambil saputangan putih dari kepala tempat tidur dan mulai membungkus luka-lukanya. 

"Aku harus mengemis karena pengertian nona. Karena kau telah menderita cedera seperti ini, Akashi tidak akan menyalahkanmu atas kegagalanmu."

Setelah berkata demikian, ia membungkuk dalam-dalam. Kuroko kembali ke meja untuk mengambil pedang yang dia tempatkan di sana, tapi pedang itu sudah tidak ada di sana.

"Tetsuya, apa yang kau cari? Apakah pedang ini?"

Suara itu. Suara sedingin es yang membuat jantung Kuroko seakan berhenti berdetak. Kuroko mematung di tempat. Perlahan Kuroko berbalik dan melihat Akashi bersandar pada pintu. Kepala tertunduk, matanya tertuju pada pedang bernoda darah yang dipegangnya dengan tangan gemetar. Meskipun darah masih mengalir dari luka di leher Kuroko. 

Kuroko berdiam diri. Dalam keadaan ini, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Cukup lama waktu berlalu dan Momoi mampu melepaskan dirinya sendiri. Namun seperti Kuroko, dia tidak berani bergerak.

Ruangan begitu tenang, bahkan mungkin suara sebuah jarum yang jatuh akan terdengar. Akashi perlahan mengangkat kepalanya untuk melihat Kuroko. Matanya penuh dengan emosi yang berkecamuk. Kuroko juga menatapnya. Jika seseorang menatap mata pria bersurai biru itu, dia akan mengetahui jika pria itu tidak mudah untuk ditaklukan.

Mereka saling menatap untuk waktu yang lama sebelum Akashi tiba-tiba mulai tertawa sinis. Menggelengkan kepala pelan. 

"Tetsuya, kau memiliki mata yang indah, mereka seperti yang kulihat ketika dipenjara. Jadi... Jadi kau tidak pernah berubah, benar, akulah yang berubah... berubah menjadi berhati lembut, berubah menjadi... begitu mudah... mempercayaimu. Ketika kau berjanji untuk menjadi Permaisuriku, semua yang kau inginkan adalah agar aku melepaskan prajuritmu... Setelah itu kau bisa mati sebagai pahlawan tanpa kekhawatiran sama sekali..." Ia menghela napas panjang. "Apa yang menggelikan adalah bahwa aku benar-benar jatuh pada kebohongan yang jelas seperti ini, apa aku benar-benar Akashi Seijuurou? Satsuki, apa yang kau pikirkan. Apakah aku benar-benar Kaisar Rakuzan yang telah kau layani begitu lama?" Akashi tertawa serak mengejek dirinya sendiri. Ada butiran air mata yang meminta untuk keluar berusaha untuk ditahannya.

War Prisoner (New Revisi)Where stories live. Discover now