9. "Kita teman."

434 53 13
                                    

"Iya, kan?! Ngaku lo pada! Dasar cowok melambai! Masa beraninya sama cewek," cerocos Sasa menatap tajam kelima lelaki di hadapannya, seperti ibu-ibu kompleks yang memarahi anaknya karena pulang mepet azan magrib. Bukannya seram, wajah gadis itu malah terlihat lucu yang uwel-uwel-able sekali. Vian, Rendy, dan Surya saja sampai meremas tangan mereka, seolah-olah mereka sedang memainkan pipi bertekstur squishy itu.

"Kalo iya, kenapa?" Reno ambil suara, menatap Sasa santai tanpa beban, membuat keenam remaja itu memberikannya perhatian dengan tatapan berbeda-beda. Kedua tangannya ia lipat di depan dada dengan mata yang memandang Sasa yang menggeram marah. "Kalo kami suka bully dia kenapa? Dia pantes kok di-bully," tambahnya. Lagi-lagi lelaki cuek itu mengatakannya dengan santai dan seolah tanpa beban.

Dengan tatapan tajam Sasa mengeratkan pelukannya pada lengan Alisa. "Mulai detik ini, kalian berurusan sama gue," katanya dengan nada dingin. Kali ini benar-benar terasa dingin dan mencekam, membuat enam orang lainnya bungkam seribu bahasa. "Karena mulai detik ini, Alisa temen gue." Setelah itu, Sasa menarik Alisa meninggalkan kelima lelaki yang masih membungkam tanpa kata itu.

Aksel menatap kepergian dua gadis itu dengan tatapan khawatir. Ya, dia khawatir kejadian masa lalu kembali terulang. Orang terdekat berpotensi paling besar untuk menyakiti. Aksel selalu ingat itu. Ia bukan memikirkan tentang kakaknya yang dikhianati oleh sahabatnya sendiri, tetapi tentang mamanya yang harus mendekam dalam belenggu bangunan rumah sakit jiwa yang disebabkan oleh orang terdekatnya, Alicia. Mamanya mengalami gangguan jiwa karena kakaknya yang bodoh itu bunuh diri hanya karena merasa dikhianati oleh calon suami dan sahabatnya sendiri. Sangat bodoh.

Gue ... khawatir. Tapi, apa gue berhak?

"Gue tandain itu cewek. Suatu saat, doi bakal jadi ibu dari anak-anak gue," ujar Vian mantap, membuat teman-temannya menatapnya jijik yang untung I-nya tidak diganti Y. Ya, kan malah tambah jyjyk jadinya.

"Bucin lo!" Rendy menoyor kepala Vian.

"Biasanya orang bucin ke-alay-annya bertambah beberapa persen. Kalo sampe itu terjadi sama lo, gue pecat lo jadi temen!" tegas Surya. Sungguh, dia paling tidak bisa bertahan bila mempunyai teman yang alay. Rasanya itu seperti makan gulali rasa cabe-cabean, pengen muntah!

Vian menatap teman-temannya dengan tatapan memelas. "Kok pada jahat sama aku?" ucapnya sok manja.

Surya dan Rendy segera berlari menjauh menyusul Aksel dan Reno yang ternyata sudah meninggalkan mereka karena muak dengan drama receh murahan yang cast-nya teman-temannya sendiri. "Sumpah! Lo alay banget, anjir!" teriak Surya sebelum berlari.

Sementara Vian segera mengubah ekspresinya ketika menyadari banyak pasang mata memperhatikannya. Ya, kan image cool yang sudah dibangunnya bisa hancur kalau ada haters yang mengabadikan ekspresinya itu dan menyebarnya ke dunia maya.

Lelaki itu membenahi rambut dan pakainnya sembari berdeham sok cool sebelum berjalan gagah menyusul teman-teman laknatnya itu.

*****

Sasa menyeruput pop ice strawberry di tangannya dengan cepat sampai baru beberapa detik saja gelas plastik di tangannya sudah kosong setengah. Setelah menelan minuman itu, gadis itu menghela napas kasar. "Gue paling nggak suka sama manusia-manusia nggak tau diri kayak mereka tadi. Sukanya menindas yang lemah, sok berkuasa! Mana keliatan nggak bersalah lagi. Mereka itu sebenernya manusia atau apa sih?!" katanya dengan nada kesal. Tidak sampai berteriak, tetapi Alisa yang duduk di sebelahnya dapat merasakan aura ketidaksukaan itu, membuatnya hanya diam sembari memainkan sedotan pop ice blueberry miliknya.

MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang