Fwb - Eight

13K 1.2K 88
                                    

Taehyung hanya merebahkan dirinya seharian di sofa. Mengelus perutnya pelan sambil menatap langit-langit.

Ia mulai menjauhkan Jungkook dari dirinya. Mulai dengan memblokir semua akun Jungkook, dan juga mengembalikan sisa uang yang masih ia pegang.

Tak peduli Jungkook akan mendatanginya, yang penting ia perlu waktu sendiri. Bayangan soal bayinya yang akan lahir tanpa ayah jika Jungkook menikah dengan bule itu membayanginya.

Molek.

Kaya.

Dan tubuhnya bagus.

Taehyung takut Jungkook perlahan akan mulai jatuh cinta pada Nancy, namun dia tak mau juga jika harus berurusan dengan keluarga Jeon.

"Hyung..."

"Hm?"

Yeonjun sudah merangkul tasnya. Mulai sedikit canggung setelah menonjok dan mengatai Jungkook kemudian Taehyung memarahinya habis-habisan karena tidak sopan.

"A-aku ada janji..."

"Ya.."

Biasanya Taehyung akan bertanya layaknya Ibu yang overprotektif. Tapi Yeonjun tahu jika suasana hatinya sedang tidak baik.

"A-aku kembali jam tujuh. Jika lapar, aku akan pesankan makanan."

"Hm."

Yeonjun menghela nafas, kemudian keluar dari apartemen dan membiarkan Taehyung berdiam diri. Dia harus mencari pekerjaan tambahan mulai besok. Agar dia dan bayinya tak bergantung pada Jungkook. Iya, Taehyung harus mandiri.

.
.
.

Jungkook makan dalam diam. Merasakan jika ada rasa sedikit tak enak pada hatinya. Keluarga Mcdonny berkunjung untuk makan malam, tapi disisi lain dia merindukan si manis yang sedang mengandung buah hatinya.

"Jungkook? Tumben diam?" tanya Seokjin. Jungkook mendongak, kemudian menggeleng dan tersenyum tipis. "Aku sedang banyak pikiran," jawab Jungkook.

"Setelah ini istirahatlah," kata Namjoon.

Ingin rasanya Jungkook mencekik dan memasukkan racun pada makanan keluarga blasteran di depannya. Kemudian memutilasi mayatnya dan membuangnya ke Sungai Han, atau ke Sungai Nil. Kemudian ia akan berteriak, "TOLONG NIKAHKAN AKU DENGAN TAEHYUNG! ANAKKU ADA BERSAMANYA!"

Tapi, hanya seandainya jika bisa.

"Kook..." panggil Nancy.

"Hm?" tanya Jungkook. "Kita akan mulai memikirkan konsep pernikahan kita. Jadi, mau keluar besok?" tanya Nancy sambil tersenyum.

Jungkook mengendik, "Akan kupikirkan. Aku ada rapat sampai sore."

Nancy mencebik. Sementara Nyonya Mcdonny terkekeh, "Bisakah luangkan waktu 2 jam saja, Kook? Kalian perlu lebih dekat sebelum menikah."

Jungkook lagi-lagi menghela nafas. "akan saya usahakan," jawabnya terpaksa.

Dia beberapa kali mengutak-atik nomor Taehyung. Namun tidak terjawab sejak tadi siang. Sepertinya semua akunnya diblokir. "Sialan," umpatnya.

Bagaimanapun, dan apapun cara Taehyung untuk menjauh darinya, Jungkook akan terus berusaha mendapatkannya. "Aku selesai, terima kasih untuk makan malamnya," kata Jungkook kemudian beranjak menuju ke kamarnya.

.
.
.

Cinta.

Sejak dulu, Taehyung tidak pernah memiliki pengalaman manis dengan yang namanya cinta.

Dia hanya orang yang selalu remed dalam urusan hati. Dilahirkan sebagai lelaki lemah yang butuh perlindungan, nyatanya Taehyung selalu disakiti.

Sejak SMA, Taehyung selalu dipermainkan. Terutama saat dirinya hampir diperkosa oleh mantan pacarnya, Koo Junhoe, dia masih bersyukur ada orang yang menyelamatkannya. Kedua oleh Kang Daniel, lelaki itu meninggalkan Taehyung setelah mendapatkan orang yang lebih molek.

Taehyung itu cantik, serius.

Hanya saja terlalu baik.

Jadi orang dengan mudah mempermainkannya.

Dia juga mudah dibuai. Apalagi dengan iming-iming uang untuk kebutuhan hidup.

Siang ini Taehyung duduk di pinggir jalan sambil mengusap peluhnya. Dia kesana-kemari mencari pekerjaan, namun yang dia dapati hanya penolakan. Kebanyakan restoran atau toko sudah penuh slot pegawai.

Perutnya melilit, rasanya mual. Katanya ini wajar karena ini trimester pertama. "Kau kelelahan sepertinya?" tanya seseorang. Dia mendongak, menemukan Hanbin dengan senyum khasnya sedang berdiri menyodorkan air mineral.

"Terimakasih. Bagaimana kau melihatku disini?" tanya Taehyung. Hanbin terkekeh, menunjuk toko kue di seberang, "Itu punya pamanku. Aku melihatmu. Disana aku jadi kasir, kok. Kau sedang apa?"

"Mencari kerja."

"Loh, kenapa?"

"Bin..." Taehyung menatap Hanbin. Hanbin terkejut saat Taehyung tiba-tiba memeluknya. Menangis kencang sembari meremas perutnya. "Kau kenapa?" tangan Hanbin dengan lembut mengusap surai madu itu.

"A-aku hamil..."

Hanbin lumayan terkejut. Kemudian dia tersenyum maklum. Sudah tau sejak awal jika Taehyung menjual diri pada Jungkook. Dia tau gerak-geriknya. "Lelaki yang suka mendatangimu di kafe?" tanya Hanbin.

Taehyung sesenggukan, dia mengangguk. "I-iya.."

"Hei, sudah, jangan menangis," Hanbin mengusap air mata Taehyung dengan ibu jarinya. Tersenyum sambil mengusap pipi si manis. "Ada aku, jangan sedih," kata Hanbin.

Dia membawa Taehyung kembali dalam pelukan. "Dia...D-dia ada tunangan...A-aku mau menjauh..." kata Taehyung terisak lagi.

"Iya, tau. Nanti aku yang mengurusmu. Aku datang ke rumah, aku urus kamu. Jangan sedih, ya?" Hanbin terkekeh lalu mengusak rambut Taehyung.

Semburat merah menghiasi pipi Taehyung. Entah kenapa rasanya biasa saja meski Hanbin memperlakukannya istimewa. Dan entah kenapa, dia rindu Jungkook ada di dekatnya.

Bawaan bayi, atau memang rindu itu datang dari dirinya sendiri?

"Aku akan bilang pada paman untuk merekrutmu, ayo ikut aku!"

Biarlah. Sejenak, Taehyung harus pergi dari zona nyamannya. Mencari warna baru, setelah abu-abu menodai hatinya.

.
.
.

Kolom pujian untuk Hanbin, hujatan untuk Nancy, dan permintaan tanggung jawab kepada Jeka. Waktu dan tempat kami persilakan.

Tbc.
Eyoo gaes. Yaallah aku mau apdet tadi sore malah ketiduran^^ dan you know, chapter satunya malah ilang dan aku malas ngetik lagi:( hehehe yaallah kesel.

Next chapter? 150+ vote.

Jgn lupa votement makanya, makasihh:*

Friend With Benefit! (S1-END)Where stories live. Discover now