29. Temani Teman

358 93 2
                                    

Al Kahfi Land, Depok, 2004

Sore ini, seorang tamu yang belakangan sering mampir ke kantor Al Kahfi Land, turun dari mobil mewahnya dan memasuki lobi kantor. Ia tersenyum ramah pada para petugas keamanan yang telah mengenali dirinya.

"Assalamu'alaikum," sapa laki-laki yang mengenakan baju koko itu sambil menyalami para petugas keamanan.

"Waalaikumsalam, silakan duduk Pak Ustad. Bentar lagi Bu Soffie juga turun," sambut Pak Roni.

"Iya, terima kasih, Pak Roni," sahut laki-laki itu lalu menuju sofa untuk para tamu.

Setelah laki-laki itu agak jauh, Pak Jajat menyenggol Pak Roni. "Emang entu ustad?"

"Liat dari jenggotnye mah, ustad banget. Lah, Bu Soffie aje gara-gara die jadi mualaf, ude pake hijab sekarang," jawab Pak Roni.

"Pala lu pitak! Bu Soffie dari dulu juga ude muslim," omel Pak Jajat.

"Jiahaha! Nah, elu kapan mualaf? Dari dulu masih nyembah batu akik aje," canda Pak Roni.

"Bangke!"

Di ujung sana Soffie datang menyambut Andi. Beberapa saat kemudian Widi melewati lobi. Ia kaget melihat Soffie bersama Andi.

"Andi!" panggil Widi.

"Masya Allah, Dewi!" sahut Andi.

"Oh, ternyata calonnya Soffie itu kamu, Ndi. Masya Allah, Soff, kamu cantik lho banget pake hijab. Katanya mau hijab barengan minggu depan?" tanya Widi.

"Diceramahin terus sama Pak Ustad ini. Katanya ibadah itu saling lomba, bukan tunggu-tungguan," jawab Soffie.

"Wah, sebentar lagi giliran aku diceramahin. Ngobrol dulu yuk di ruanganku." ajak Widi.

"Harus dong," sahut Andi.

Mereka pergi menuju ruang kerja Widi.

****

"Kamu kemana aja? Mendadak hilang, enggak tahunya di sini," tanya Andi

"Emangnya pernah nyari?" tanya Widi.

"Lima tahun yang lalu, aku emang mendadak dapet panggilan kerja di Singapura. Pas, pulang aku langsung nyari kamu dan Angga. Ternyata rumah kamu sudah hangus, aku juga dapet kabar buruk tentang Bapak, teman-teman kita dan tetangga kamu juga enggak ada yang tahu kamu kemana. Terus, Angga juga ninggalin kosannya tanpa kabar. Aku akhirnya nyerah. Nah, pas kenal Soffie, aku mulai curiga sama nama orang-orang dia sebut, tapi kok kenapa ciri-cirinya beda?"

Soffie tertawa. "Iya, kamu ketemu Widi sekarang sih, coba pas masih..."

"Udah! Kalo yang itu jangan dibahas," sela Widi.

"Tuh, sisa-sisa judesnya masih ada," canda Soffie.

"Widi judes?" tanya Andi.

"Dibilang jangan dibahas. Mending bahas, gimana kalian bisa kenalan," ujar Widi.

Andi tertawa. "Lima tahun yang lalu Angga bilang, dia chatting sama kamu yang di tahun sekarang. Karena aku enggak percaya, dia nyuruh aku nyoba, akhirnya aku kenalan sama Soffie yang ada di tahun sekarang. Cuma sebentar, tiba-tiba koneksinya keputus. Untung aku udah catat tempat dan waktu untuk ketemuan di masa depan. Nah, Angga ada di mana sekarang?"

"Sudah kenal bosnya Soffie?" tanya Widi.

"Aku belum ketemu, tapi kata Soffie namanya juga Erlangga," jawab Andi.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Andi terkejut melihat Erlangga masuk ke dalam ruang kerja Widi.

Andi berdiri lalu memeluk Erlangga. "Masya Allah, Angga! Ternyata lu juga ada di sini!" Andi terpana melihat sahabatnya yang tampil dengan bungkus berbeda. "Wih, keren penampilanlu yang sekarang!"

Erlangga heran, ia menyalami Andi. "Kenalkan, nama saya Erlangga, tapi kalo mau panggil Angga juga oke. Ini pasti Andi Permana. Enggak nyangka, ternyata calonnya Soffie orangnya hangat banget. Akhirnya kita bisa kenalan."

Kini Andi yang tampak heran, ia memandangi Erlangga dan Widi silih berganti. Widi tersenyum menahan geli melihat pemandangan kikuk yang dipertontonkan Andi.

"Maaf menginterupsi. Saya mau ngajak Widi makan malam, tapi pasti bakal lebih seru kalo kita jalan berempat. Bisa ya?" tanya Erlangga.

Andi mengangguk sambil mengamati wajah Erlangga. Masak ini bukan Angga?

"Oke. Nanti saya kabarin tempatnya. Saya duluan ya, karena ada janji ketemu orang di tempat yang sama. Sampai ketemu di sana," ujar Erlangga sambil menyalami Andi lagi.

Erlangga pergi meninggalkan ruang kerja Widi. Andi masih tercengang, Widi tertawa terpingkal-pingkal dan Soffie bingung.

"Maksud Angga apa sih? Ngelawak?" tanya Andi.

Widi mengambil surat Angga untuk Andi. "Jawabannya ada di sini."

Andi membaca surat itu. Setelah selesai, ia mengangguk-anggukkan kepala dan mengembalikan surat pada Widi.

"Mana dokumen-dokumennya?" tanya Andi.

"Enggak perlu, Ndi. Aku enggak tega," sahut Widi.

"Ini amanah, Dewi. Kita belum perlu bertindak, tapi lebih baik dokumen-dokumen itu aku yang pegang." pinta Andi.

Widi meletakkan dokumen-dokumen titipan Angga di meja. Andi memeriksanya.

"Dokumen-dokumen ini membuktikan bahwa orang yang tadi itu memang Angga. Menurut Angga yang di surat ini, dia tahu bakal berubah karena serakah dengan harta. Ah, konyol! Untuk apa Angga tetap jalanin akting tadi, kalo udah dia bocorin lewat surat ini? Pasti ada sebab lain," kata Andi.

"Jadi Erlangga itu, Angga sahabat kamu?" tanya Soffie.

"Iya. Anehkan? Kamu pernah cerita, Erlangga yang tadi itu minta bantuan kamu untuk pendekatan ke Widi. Ngapain? Angga udah pernah ngelamar Widi," jawab Andi.

"Amnesia?" tanya Soffie.

Andi tertawa. "Kalo amnesia, dia juga udah lupa sama perusahaannya."

"Mungkin soal perusahaan, ada Pak Santoso yang selalu ngingetin dia," sahut Soffie.

"Pak Santoso itu siapa?" tanya Andi.

"Orang paling pertama di Al Kahfi land setelah Erlangga," jawab Soffie.

"Kalo gitu sekarang kita temuin dia sebelum makan malam dengan Angga," ujar Andi.

*****

Widi, Andi dan Soffie Widi baru saja selesai mendengar penjelasan Santoso di ruang kerjanya.

"Begitu ceritanya. Mohon maaf Ibu Dewidi, besok saya akan umumkan tentang posisi Ibu di perusahaan ini dan menganjurkan teman-teman agar mulai memanggil dengan sebutan Ibu," kata Santoso.

Widi tertawa. "Widi aja, Pak, seperti biasanya. Alhamdulillah saya enggak menderita Amnesia Disosiatif, identitas saya masih tetap sama."

Semuanya tertawa.

"Saya sempat bertemu Pak Nata semasa beliau hidup. Beliau pernah bilang, tolong jaga anak-anak saya, tapi saya enggak tahu anaknya yang mana? Maafkan saya." ujar Santoso.

"Pak Santoso sudah menjalankannya. Bapak menjaga saya, juga Angga. Bapak sangat sabar menghadapi dia," sahut Widi.

"Angga dan Ali itu sudah seperti adik kandung saya. Kami tumbuh besar bersama. Jadi, sekarang apa solusinya?" tanya Santoso.

"Sepertinya sudah waktunya memancing memori-memorinya yang hilang," jawab Andi.

*****

Bersambung

Vote dan comment anda sangat berarti bagi penulis, terimakasih telah membaca tulisan ini.

Penulis, Indra W

Al Kahfi  Land 1 - Menyusuri WaktuWhere stories live. Discover now