Happy Reading and Enjoy With This Story
Arjuna POV
Gue merebahkan diri dikasur berukuran queen yang ada dikamar tamu bang Yudi, lelah menggelayuti. Disepanjang perjalanan gue sama sekali nggak tidur, cuma memandangi wajah Raya yang selalu buat gue merasa lega. Lega karena dia akhirnya kembali ke kehidupan gue.
"Jun" panggil bang Yudi seraya mengetuk pintu, lalu masuk sebelum gue mengizinkannya, terserah dia, ini kan rumahnya.
"Hem" aku hanya berdehem pelan, namun mataku masih terpejam.
"Nih kado dari bokap buat lo, kapan lo mau ke Bandung?" gue membuka mata, bang Yudi menaruh sebuah kotak kecil berwarna biru disamping badan gue.
"2 atau 3 hari lagi, sambil gue bawa cewek mau kenalin sama bokap" gue bangun dan mengambil kotak biru itu, membukanya dan seketika gue tertegun. Gue tau ini apa.
"Yang beli apartemen lo itu bokap, sekarang dia kasih lagi buat lo, masih lengkap sama isi-isinya" ujar Bang Yudi seraya menepuk bahu gue lalu keluar.
Happy graduation, JunJun.
Maaf, papa nggak bisa datang
Tapi papa bangga sama kamu.
Tulisan tangan papa masih serapi dulu, dan yang membuat gue rindu adalah panggilan masa kecil yang sudah nggak pernah lagi gue dengar, sejak mama meninggal.
Gue langsung ngambil tas kecil, mencari phonsel gue yang terselip disana, mendial nomor papa, berharap beliau belum istirahat.
"Hallo" suara bass Papa masih seperti dulu, aku terdiam, 2 tahun aku tidak bertemu beliau, tidak berkomunikasi dengan beliau, hanya sesekali aku tau kabar beliau dari Bang Bima yang selalu mengoceh tidak jelas ketika kami sedang bertelfonan.
"Hallo, ada yang bisa dibantu?" gue lupa kalau nomor gue ganti.
"Ini Juna, Pa" gue menghela nafas pelan. Kami saling terdiam, mungkin Papa terkejut karena tiba-tiba gue menghubungi beliau, hal yang nggak biasa gue lakuin.
"JunJun, apa kabar Nak? Kamu sudah di Jakarta?" tanya Papa setelah beberapa detik terdiam.
"Iya, lusa Juna kesana, sama orang, mau dikenalin sama Papa" kata gue seraya menahan nafas. Gue nggak percaya kalau gue masih semellow ini kalau udah berhubungan dengan kenangan-kenangan manis yang sempat kami ciptakan dulu, sederhana, tapi bermakna.
"Pacar kamu?" tanya papa.
"Iya pa" kami memang se-kaku itu kalau sudah berbicara seperti ini, menjawab singkat dan hanya seperlunya, lalu selesai.
"Cantik?"
"Iya, cantik kaya mama" ini adalah rahasia yang sama sekali tidak orang lain tau. Mungkin Bang Yudi yang sudah mengenal Raya lebih dulu pun nggak tau.
Gue menemukan sosok mama dalam tubuh lain dalam diri Raya, mungkin karena perawakan Raya memang kecil, mungil, pendek, sehingga selalu mengingatkan gue sama mendiang Mama, tapi gue sadar kalau memang mereka berbeda. Mama sudah tenang disana, dan Raya ada disini untuk melengkapi setiap waktu yang akan tercipta dalam hidup gue kedepannya.
Papa kembali terdiam, gue pun sama sekali nggak berniat untuk memulai pembicaraan, sehingga papa memutuskan untuk pamit karena ingin istirahat.
***
"Lo nggak mau sekalian ikut bang?" tanya gue pada Bang Yudi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, padahal ini adalah hari sabtu. Gue berniat ke Bandung hari ini, meminjam mobil Bang Yudi karena kata abang gue itu, dia nggak akan kemanapun kalau sedang libur.
"Gue lagi sibuk nyusun report yang bakal dikirim besok ke kantor pusat" Gue nggak ngerti, sumpah. Dan hanya memilih mengangguk lalu menyambar kuncinya.
"Pinjem ya Bang" kata gue dan hanya dibalas anggukan oleh Bang Yudi.
Gue segera melajukan mobil besar Bang Yudi, agak sedikit kagok karena biasanya gue nyetir disebelah kiri, dan sekarang gue harus nyetir disebelah kanan. Raya mengatakan kalau dia belum kembali ke Bogor, jadi gue harus menjemputnya di rumah Edwin, didaerah Pluit.
Sesekali gue membalas pesan dari Raya ketika lampu merah sedang menyala, kalau di Zurich, hal ini tidak diperbolehkan karena bisa saja menyebabkan kecelakaan.
***
"Tante" tante Kiki lah yang membukakan pintu pertama kalinya setelah gue memarkirkan mobil bang Yudi didepan rumah Edwin yang berlantai satu, tapi rumahnya cukup luas.
Gue menyalami tante Kiki dan beliau langsung mengajak gue masuk, menunggu, karena Rayana sedang bersiap.
"Kamu bawa mobil? aku pikir kamu pakai motor, jadi aku pakai celana" katanya setelah mengintip kearah luar.
"Kasian kamu kalau pakai motor, panas, polusi, nggak tega aku" kata gue seraya menatapnya, menilai. Dia sudah berusia 27 tahun, tapi masih seperti gadis diawal 20an. Dan sekarang dia bukan seorang gadis lagi, tapi wanita, wanita gue.
"Minum dulu Jun" ujar tante Kiki seraya menaruh secangkir the yang masih mengepul hangat dan toples yang masih berisi penuh kue-kue kering.
"Makasih tante" Kata gue dan Tante Kiki pamit untuk kembali ke halaman belakang. Memotong bunga yang tumbuh liar katanya.
"Bentar, aku ganti dulu"
"Kenapa?" tangan gue yang hendak membawa cangkir teh ke mulut terhenti seketika, menatap Rayana bingung.
"Nggak cocok aja, kalau aku pakai ini dikira kamu pergi sama anak SMA"
------
Masih Santuyyyyyy, hidup mah kalem aja.
Semoga kalian suka.
With Love,
Bella

YOU ARE READING
A GAME
Romance"Ray, kamu bukan siapa-siapa, kita nggak punya hubungan apa-apa" Aku menatapnya tak percaya, lalu apa arti dari kebersamaan kami selama ini? . . . Cerita ini akan mulai diposting per tanggal 16 Juli 2019