Happy Reading and Enjoy
Perut buncitku semakin tercetak jelas ketika mengenakan gaun terusan berwarna peach ini, berat badanku naik 15 kilo selama 9 bulan. Aku stress melihat tubuhku sendiri, astaga.
"Jun" panggilku, dia tidak menyahut, tapi derap langkah kakinya terdengar mendekat kearah aku yang sedang bimbang, akan memakai gaun ini atau tidak.
"Kenapa?" tanya Juna yang sedang kesulitan mengenakan dasinya.
"Sini" aku memilih membantunya terlebih dahulu sebelum meminta pendapat Juna. Tapi kalau aku tidak mengenakan gaun ini, aku tidak memiliki gaun lagi yang warnanya sama, aku pusing....
"Kenapa?" tanyanya seraya mengecup keningku.
"Badan aku Jun" aku melihat Juna memutar bola matanya, aku memukul dadanya karena kesal, ini bukan hal sepele, aku harus sempurna disampingnya.
"Kenapa lagi? kamu cantik pakai gaun itu" dia memelukku, walau terhalang perutku yang sudah seperti balon mau meletus, Juna tetap biasa saja.
"Aku gendut banget, kamu sih... ih, nggak ngertiin aku deh. Awas ah" gerutuku seraya berjalan menjauh dari Juna, aku kembali ke depan Cermin, memperbaiki tatanan gaunku dan rambutku, make up'ku tidak ku buat mencolok, karena permintaan Juna, tentu saja.
"Kamu berisi, ntar kalau Cuma perutnya aja yang segede ini dikira kamu busung lapar" aku menoleh dan mendelik kearah Juna.
"Kamu tuh kalau ngomong, astaga. Kesel aku sama kamu"
***
Arjuna POV
Gue cium bibir Raya lembut, dia belum make listicknya, jadi gue masih bebas mengeksplore bibirnya. Dia marah karena omongan gue yang masih suka ceplas ceplos sampe ngatain dia kaya gitu.
"Maaf sayang, tapikan kamu lagi hamil 9 bulan, wajar kalau berat badan kamu naik" kami akan datang ke nikahan bang Yudi yang akan dilaksanakan 2 jam lagi, bang Bima sudah memberitahu kalau dia sudah di Jakarta sejak semalam, Papa juga Tante Laura juga sudah sampai, Mama dan Papanya Raya masih dalam perjalanan, tapi kemungkinan sebentar lagi sampai.
"Tapi kan Jun...."
"Nggak perlu terlihat sempurna, siapa sih yang mau menilai? Kamu itu istri aku, lagi hamil anak-anak aku, nggak usah khawatir yang berlebihan" sekali lagi gue mencuri satu ciuman dibibirnya, lalu memintanya agar segera bersiap.
Hampir 2 tahun menikah dengan Raya bikin gue ngerti banyak hal tentang dia, pemikirannya rumit, detail-detail terkecil dia perhatikan sekali. Gue sampai heran kalau dia udah kaya gitu.
Gue ambil jas hitam gue lalu mengenakannya, Raya baru saja keluar, lipstick berwarna pink pucat sudah menutupi seluruh bibirnya, dia masih secantik dulu, hanya beda kini dia jauh lebih berisi dengan perut buncit, anak-anak gue.
"Jangan cemberut gitu, ayo pergi Edwin bilang udah sampai dihotel" Raya mengangguk, dia memberikan flat shoes'nya sama gue, minta tolong untuk dipakaikan.
Perutnya sudah seperti balon besar yang akan meletus, untuk bergerak saja Raya sudah agak kewalahan, apalagi untuk menunduk. Ketika kehamilannya masuk bulan tujuh, Raya mengaku dia sudah tidak bisa melihat kakinya sendiri, bahkan untuk menggunakan celana panjang saja Raya harus duduk dulu.
"Nanti kalau kamu tergoda sama cewek-cewek...."
"Nggak ada cewek-cewek selain kamu sama anak perempuan kita nanti, aku nggak bakal tergoda sama perempuan lain, udah dapetin kamunya lama, bikin kamu kaya gini susah" aku mengusap perut buncitnya, "aku nggak sebodoh itu cari cewek lain, iya kalau nanti dimaafin sama kamu, tapi kalau nggak? Bisa mati muda aku" gerutu gue seraya menuntunnya masuk kedalam mobil.

YOU ARE READING
A GAME
Romance"Ray, kamu bukan siapa-siapa, kita nggak punya hubungan apa-apa" Aku menatapnya tak percaya, lalu apa arti dari kebersamaan kami selama ini? . . . Cerita ini akan mulai diposting per tanggal 16 Juli 2019