Kumcer 14 - Surat Pertama

62 29 5
                                    

Bekasi, 17 Juni 2008

Hai, Pendengar Senja. Nama yang kau gunakan terlalu puitis, tapi saya tetap suka. Hari ini, hari Jum’at malam dan saya sedang sendiri di teras rumah ditemani oleh 2 cangkir kopi hitam panas, sebuah pena, dan selembar kertas kosong yang pada detik ini, huruf ini, sedang saya coret lembarnya untuk kau baca nantinya.

Ah, sebelumnya, mari kita berkenalan dulu, boleh? Meski sebatas lewat surat, saya tetap ingin mengenal kamu agar saya tahu saya bercurhat kepada siapa (Ya walaupun saya yakin surat saya akan kalah dengan segudang surat yang datang padamu setiap harinya).

Sebenarnya saya iseng, melihat blog milikmu di internet yang menampilkan alamat rumah kamu. Rupanya, saya yang terlalu norak, karena baru saja mengetahui bahwa kamu cukup terkenal di internet sebagai salah satu teman curhat bagi kaum muda saat ini. Sebenarnya saya sedikit ragu, apa benar kau membalas surat-surat yang datang padamu setiap hari? Tak hanya membalas, kau pun juga menyertakan nasihat untuk permasalahan orang tersebut.

Benar dugaanmu! Saya menulis ini karena berharap diberikan nasihat olehmu meski saya rasa surat saya tak menarik sama sekali. Baiklah, daripada banyak omong, saya langsung saja ke-inti dari surat saya ini.

Hahaha, lucu saja saya yang dikenal sebagai seorang mahasiswi biasa saja, tidak pernah absen kelas, datang tepat waktu, mengumpulkan tugas pada jamnya, dan selalu mendapat A ketika ujian malah murung seketika ketika pagi tadi harusnya menjadi hari paling bahagia bagi saya.

Hari kelulusan.

Ya, pagi tadi, harusnya menjadi hari paling bahagia dan bersejarah bagi saya yang sekarang menyandang gelar S.S (Sarjana Sastra) di bidang Sastra Inggris. Saya pun sudah mengikuti tes CPNS dan Alhamdulillah, saya diterima dan mulai minggu depan, sudah akan mengajar sebagai salah satu guru SMA di kota saya tinggal.

Omong-omong, saya tinggal sendiri. Di sebuah kos-an yang terletak tak jauh dari tempat saya mengajar nanti dengan harga sewa lumayan murah per-bulannya.

Dari kecil, saya memang terbiasa hidup mandiri dan menyendiri. Saya menyadari itu dan mengakuinya sepenuh hati. Walau agak berat rasanya mencurahkan isi hati yang bahkan sampai umur saya yang 24 tahun ini belum pernah sekalipun saya ceritakan pada siapa-siapa. Yaps, seperti yang sudah bisa kamu duga, saya memang gadis aneh yang tidak pernah memiliki teman ataupun sahabat. Jangankan teman, keluarga saya pun tidak pernah menganggap Aurellia Putri Masitha ini sebagai bagian dari keluarga mereka.

Benar, Senja, saya adalah anak hasil hubungan bejat yang orang tua saya lakukan dahulu. Hasil akhir dari sebuah kata ‘cinta’ tak berujung makna. Saya lahir dari sebuah kesalahan Ibu dan Bapak saya. Entah apa yang mereka pikirkan dahulu ketika melakukannya. Hanya untuk kesenangan semata? Omong kosong!

Saya memang di asuh oleh Ibu. Bapak kandung saya menghilang begitu saja ketika ibu memberitahu bapak bahwa saya ada di rahim ibu. Saya tidak pernah mendengar cerita lengkapnya. Hanya bagian kecil yang mau diceritakan oleh nenek saya. Ya, selama ini, nenek adalah ibu yang sebenarnya bagi saya. Beliau mengatakan bahwa, setelah ibu melahirkan, dia menyerahkan saya begitu saja dan enggan melihat saya barang sedetik.

Hahaha, hidup saya memang semenyedihkan itu.

Kata nenek, ibu langsung bekerja di salah satu tempat hiburan di Bekasi. Menjadi wanita penghibur pria hidung belang atau yah, sebut saja dia sebagai pelacur, saya ikhlas. Nenek yang senantiasa merawat saya dari kecil, tanpa ASI, tanpa kasih sayang ibu, sampai saya pernah menderita anoreksia ringan karena tidak pernah sekalipun ibu memberikan ASI pada saya sehingga kondisi saya saat itu sangat menghawatirkan, nyaris saja saya mati jika nenek tak segera meminta tetangga yang baru melahirkan memberikan sebotol ASI untuk saya.

HarmoniWhere stories live. Discover now