Fifteen 🍁

289 117 59
                                    

Jangan lupa tekan tanda 🌟 di pojokan ✨


Pagi ini kehadiranku disambut dengan makanan yang banyak di atas meja. Siapa lagi kalau bukan para pengagum Ana yang memberikannya? Ana tipikal gadis yang super ramah pada semua laki-laki, tolong diingat hanya pada laki-laki, kalau sesama perempuan Ana sangat jarang tersenyum atau menyapa. Itu alasan Ana memiliki banyak penggemar laki-laki dan haters perempuan.

"Andai tiap hari begini Na, hemat kantongku."

"Kantongmu yang hemat, otakku yang pusing."

"Lah, kenapa pusing?"

"Pasti setelah ini mereka bakalan ngajak aku jalan, dan aku bakalan pusing ngatur jadwalnya."

"Fuck girl kelas kakap kau, ya."

"Tapi kenyang 'kan tuh perut, punya kawan fuck girl begini."

Aku hanya tertawa menanggapinya. Siapa yang tidak senang makan gratis?

"Wih ... Ada pesta besar?" kata Niawan yang baru saja sampai dan langsung mengambil snack yang ada di meja Ana.

Ana memukul pelan tangan Niawan. "Tanganmu tuh, ya, kalau ada makanan panjang banget. Coba kusuruh ambilin pulpenku yang jatuh di dekat kursimu, pasti pendek," cecar Ana dengan sekali tarikan napas.

"Yaelah, ini juga bukan kau yang beli, Na. Pasti penggemarmu kan yang ngasih? Tobat Bu, karma uda dekat, tadi dia nelpon aku nanyakin alamatmu."

Ana hanya memutar bola matanya malas. Sedangkan aku masih menikmati cemilan gratis ini.

"Eh, Nda, semalam aku ke kampus dua. Aku ngelihat kau nyapa laki-laki di kantin. Siapa itu? Si Cudin?" Jiwa kepo Niawan mungkin sedang menggebu-gebu pagi ini, biasanya dia orang yang paling bodoh amat, bahkan tugas saja sering dibodoh amatinnya.

"Siapa Cudin?" tanyaku karena baru pertama kali mendengar nama itu.

"Pacarmu, lah. Dia 'kan jelmaan Edward Cullen dinginnya, cueknya kayak bebek di kampung kakek Ana. Eitss ... Dinginnya doang yang mirip Edward Cullen, mukanya kagak. Nggak usah senang gitu kau," kata Niawan saat melihatku tersenyum karena dia mengatakan pacarku jelmaan si vampire ganteng.

"Halah, malu kan kau ngakui pacarku lebih ganteng dari pada kau?"

"What? Dia lebih ganteng dari pada aku? Katarak matamu ! Menang alis doang mah, si Cudin itu."

"Serahmu, Nia. Kebahagiaanmu yang paling penting."

Niawan memasang wajah terharunya, membuatku bergidik ngeri. "Aku terharu karena kau mentingin kebahagiaanku. Sini, Om peluk." Laki-laki itu merentangkan tangannya berjalan menujuku.

"Kau sentuh aku, adikmu nggak selamat," ancamku melihat 'adik' di balik celana Niawan.

Niawan langsung menutupi bagian bawah celanya dengan tangan. "Seram banget ancamanmu, kalau adikku terluka, aku nggak bisa mantep-mantep, dong."

Aku melotot dan melemparkan kulit kacang ke wajahnya. "Pigi sana ! Nodain telingaku yang suci aja kau."

"Yaudah iya, nggak usah bahas mantep-mantep lagi. Tapi, nanti kita langsung lakuin aja ya," kata Niawan mengedipkan sebelah matanya ke arahku.

Laki-laki itu buru-buru lari keluar kelas saat aku sudah mengangkat buku yang siap kulemparkan padanya. Enak saja dia bahas begituan denganku, dasar Niawan gila.

Aku menoleh ke arah Ana yang ternyata sedang tertawa puas melihatku dan Niawan. Kenapa temanku tidak ada yang waras, sih?

🍁🍁🍁

COME BACKWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu