Menyerah Bukan Pilihan

91 8 0
                                    


"Ujian kehidupan itu hanya akan memberimu dua hal. Bangkit kemudian menang atau menyerah dan jadi pecundang. "




Pagi kembali. Pagi yang membuka lenbaran baru bagi semua umat manusia. Zhifana mengetuk rumah Reyfin. Setelah Reyfin membuka pintu , Ia masuk membawa 2 porsi sarapan untuk adik sepupunya dan untuk Pasiennya.

" Bagaimana keadaannya,?" Tanya Zhifana.

" Dari Semalam, Ia belum sadar juga Kak."

" Ini ada sarapan buatmu. Silahkan dimakan. " Zhifana menyerahkan semangkuk bubur ayam kepada Reyfin.

Reyfin segera menghabiskan menu sarapan yaang di buat oleh Zhifana. Zhifana langsung memeriksa balutan luka pada pria itu. Ia kemudian melakukan perawatan luka agar luka tersebut cepat kering.

" Susah juga ya jadi tenaga medis." Kata Reyfin
Zhifana hanya tersenyum seraya membersihkan wajah pasiennya itu.

" Nanti, aku mau cari pacar perawat saja. Orang lain saja di urusin . Apalagi pacarnya. Benerkan Kak?"

Zhifana tersipu. " Baru juga masuk kuliah. Belajar saja yang benar. Nanti saja pacarannya. "

Setelah menghabiskan makan paginya, Reyfin langsung berangkat ke kampus. Zhifana pun beranjak membersihkan kamar sepupunya yang selalu saja berantakan.

Lintar. Laki laki yang kini tergeletak lemah di depan ruang tamu rumah Reyfin itu mulai siuman. Kepalanya masih pusing. Ia mengerang. Mendengar suara itu, Zhifana pun mendekati Lintar.

" Kamu sudah sadar"

" Aaw...kepalaku, masih sakit. Dimana aku? Dan siapa kamu?" Tanya Lintar.

" semalam aku temukan kamu pingsan di depan rumahku. Jadi aku bawa kamu masuk ke dalam. Aku perawat. Tenang saja. Namaku Zhifana. Kalau kamu?"

" Aku ....Lintar. terimakasih sudah menolongku"

Lintar mencoba untuk bangkit dari rebahannya , namun karena kondisinya yang masih terluka dan letih, Ia tak bisa.

" Jangan di paksakan. Berbaring saja dulu. Oh ya, Tubuhmu yang memar memar itu sudah ku periksa. Tak ada tanda tanda patah tulang. Hanya memar dan bengkak saja. "

" Terimakasih. "

" Sudah menjadi kewajiban saya untuk menolong. aku sudah buatkan bubur untuk sarapan. Aku harap kamu mau memakannya. Demi kesembuhanmu."

" Saya sedang tidak ingin makan apapun. Terimakasih."

Lintar tetap memaksakan diri untuk duduk.

" bisa tolong cabut infus ini.? Saya tidak bisa tinggal disini. Saya harus pergi." Tambah Lintar.

" Bukan saya ingin melarang kamu untuk pergi, tapi coba pikirkan kondisimu. Kamu sedang tidak sehat. Lagi pula ini bukan rumah milikku. Ini rumah kontrakan milik sepupu laki laki ku."

" Aku harus pergi." Lintar tetao bersikeras ingin pergi.

" Mau pergi kemana? Aku harus tahu tujuanmu." Ujar Zhifana.

" aku mau pulang kerumahku ". Kata Lintar sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya.

" Biar aku antar." Kata Zhifana.

" tidak usah. "

" Sekarang badanmu banyak luka dan harus di rawat. Jika tidak,  akan infeksi. Belum lagi memar di tangan, perut, kaki, dan wajahmu . Tidakkah kau kasihan pada dirimu? Jika kamu ingin pergi silahkan katakan alamat mana yang ingin kamu tuju."

Meredam RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang