Bagian Sepuluh

810 75 1
                                    

Gosip tentang Nayra, si gadis yang hanya diketahui oleh guru-guru dan teman sekelasnya itu akhirnya menyebar se-antero sekolah. Nayra si gadis introver telah berubah menjadi bak kucing garong yang terkenal menyeramkan. Hal itu membuat Fela, si gadis macan tutul yang merupakan ketua geng hit 'Macaroon girls' menyengir. Nama tersebut juga bukan nama yang diberikan asal. Pasalnya, setiap anggota dari geng tersebut selalu memakai bando berwarna-warni dan lembut macam macaroon. Terdiri dari Fela, si ketua geng, kemudian Widi, Nita, dan Syafa sebagai anggota.

"Kayaknya anak kelas sebelah yang lagi rame diomongin boleh juga buat masuk geng kita. Tampangnya oke, keberaniannya juga oke banget. Setahu gue, kemarin itu dia bikin masalah sama anak kelas sepuluh. Katanya anak kelas sepuluh itu gak sengaja nyenggol dia, dan si cewek itu langsung ngajak ribut gitu. Oke banget gak, sih?" kata Syafa, anggota yang paling up to date untuk dunia pergosipan.

Fela mendengarkan dengan serius, merasa tertarik dengan isu yang dibawakan Syafa. "Terus-terus gimana? Mereka ribut?"

Syafa mengangguk semangat. "Iya! Tapi abis itu langsung dilerai karena ada guru yang lewat."

Widi mendengus. "Ah, gak seru. Kirain mereka bakal baku hantam."

"Lo tau namanya?" tanya Fela pada Syafa.

Syafa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Nggak, he-he."

"Sssstttt ... Cuma gue yang tau secara lebih dalam tentang perempuan yang lagi kalian gosipin. Gue sekelas sama dia pas kelas sepuluh, sama si Tasya juga. Namanya Nayra, siswi yang selalu dibangga-banggakan sama guru karena kepintarannya." Nita mengambil alih perhatian.

"Oh, gue baru inget. Nayra itu yang anak olimpiade bukan? Waktu itu gue pernah liat namanya dipajang di mading. Kok bisa berubah gitu, sih?" tanya Fela takjub.

"Lo semua tahu? Dulu gue sama Tasya sering bully dia gitu di kelas, bilang si Nayra gak punya temen lah, cari muka lah, banyak pokoknya. Tapi, kemarin si Tasya malah di-bully balik sama Nayra. Dia udah berubah, dia udah gak culun kayak dulu," jelas Nita yang semakin membuat teman-temannya takjub.

Fela semakin menunjukkan cengirannya. "Ceritanya sangat menarik. Nanti kita temuin anak itu, ya."

***

"Nayra! Kenapa kamu tidur di kelas?"

Suara nyaring yang dimiliki Bu Tary, guru Kimia yang dikenal galak membuat Nayra harus merelakan mimpi indahnya. Ia mengucek mata kasar sambil menguap di hadapan Bu Tary. Rasa gugup yang biasanya menyerang Nayra saat ingin memberontak sudah tak ada lagi. Sepertinya, tubuhnya itu telah terbiasa untuk melakukan pemberontakan.

Hal itu sontak saja membuat Bu Tary memelototi matanya, bahkan kelihatannya hampir ingin keluar. Teman-teman sekelasnya juga memperhatikan Nayra, memuji keberanian Nayra yang bahkan anak lelaki pun tak punya.

"Berani kamu bertingkah seperti itu? Kamu gak suka sama pelajaran saya?"

Nayra mengangguk pasti. "Iya. Saya bosan dengan cara mengajar Ibu. Lagi pula saya sudah mempelajari materi ini, saya tidak perlu lagi untuk memperhatikan Ibu, bukan?

"Saya tahu kamu pintar, tapi tidak semestinya kamu merendahkan saya seperti ini. Kamu yang saya kenal dari dulu selalu menghormati guru, kenapa sekarang tidak?"

Nayra menatap lurus, menghadap botol minum yang berada di hadapannya. "Saya tak ingin menjadi saya yang dulu. Nayra yang dulu sudah tidak ada, Bu."

Nada yang terkesan dingin dan menusuk itu membuat teman sekelas Nayra sekaligus Bu Tary menggidik. Ucapannya itu tak main-main, dan Nayra sudah menunjukkan bahwa memang ia telah berubah sekarang.

"Nanti saat jam pulang sekolah, kamu datang ke kantor, temui saya," ucap Bu Tary sebelum ia kembali ke papan tulis dan menjelaskan materi yang sebelumnya sempat tertunda.

Nayra membuang napasnya kasar, ia tak peduli pada tatapan teman-temannya yang masih tertuju ke arahnya. Ia lebih memilih untuk mendengarkan musik guna menenangkan hati dan pikirannya.

Lagi-lagi ke kantor. Sebegitu nakalnya aku sekarang, ya?

Nayra tertawa kecil. Ia akan sangat bahagia jika perubahannya itu memang sudah terlihat dan berhasil.

Aku akan mengubur diriku yang dulu. Aku harus hidup menjadi aku yang baru.

Nayra bertekad kuat, ia tak akan kembali menjadi dirinya yang lemah seperti di masa lalu. Hidup dalam kekangan dan paksaan selama tujuh belas tahun rasanya sudah sangat cukup. Biarkan ia melanjutkan usianya dengan hidup menjadi watak yang baru.

Lima jam telah berlalu, membuat bel pulang sekolah berdenting dengan nyaring. Nayra memasukkan ponselnya ke kantong seragam, kemudian berjalan ke kantor guru sesuai amanat dari Bu Tary.

"Apa lagi yang ingin Ibu katakan pada saya?" tanya Nayra pada Bu Tary yang sedang mengerjakan tugasnya.

Bu Tary mendongak dan membenarkan letak kacamatanya. "Duduk dulu, Nayra. Ibu ingin berbincang-bincang santai sama kamu."

"Saya gak bisa santai-santai di sini, cepat katakan saja seperlunya. Saya mau pulang," ucap Nayra yang masih berdiri di depan meja Bu Tary.

"Kamu sedang jadi bahan perbincangan satu sekolah, bahkan guru-gurumu ikut membicarakan tentang perubahan kamu, Nayra. Anggaplah itu perubahan baik, tapi nyatanya itu malah perubahan yang buruk."

Bu Tary menghela napasnya. "Ibu akan hubungi orang tuamu sekarang, dan menyuruh mereka untuk datang ke sini besok," lanjutnya.

Nayra hanya diam, menunggu Bu Tary yang sedang mengetikkan nomor di telepon sekolah. Sejujurnya, ia juga penasaran tentang respon yang akan diberikan orang tuanya jika mendengar bahwa Nayra telah membuat masalah di sekolah.

Berarti, aku berhasil menunjukkannya pada mereka.

Nayra tersenyum bangga, merasa menang karena pasti orang tuanya itu akan sangat kecewa. Entah kenapa, ia berambisi untuk membuat orang tuanya itu tak menaruh harapan lagi padanya.

"Baik, kalau gitu keputusan Ibu. Maaf mengganggu waktunya, Bu," ucap Bu Tary kemudian menyudahi panggilannya.

Nayra menatap Bu Tary dengan tatapan datar walaupun sebenarnya ia sangat ingin tahu apa yang sudah dibicarakan oleh ibunya tersebut.

"Ibumu menyerahkan kamu pada kami, pihak sekolah. Ia berpesan, kalau kamu membuat masalah, jangan segan-segan untuk menghukummu."

Nayra tertohok telak, lagi-lagi harapannya itu sangat mudah untuk dipatahkan kedua orang tuanya. Bahkan, untuk harapan yang buruk saja, ia tak bisa menggapainya.

"Saya permisi," ucap Nayra dengan nada bergetar kemudian berlari menuju pintu keluar.

"Aduh." Nayra mengaduh saat kepalanya itu bertubrukan dengan kepala siswi yang tepat berada di pintu ruang guru.

"Duh, maaf, ya. Kepala lo jadi sakit, ya?"

Nayra menatapnya datar, sebelum siswi itu mengulurkan tangannya terlebih dahulu.

"Gue Fela, lo gabung ke geng gue, yuk?"

Bersambung ....

180 DAYS ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant