Langkah 8

56 1 0
                                    

Sayup-sayup terdengar pintu ruang kedap suara yang kugunakan terketuk. Tak lama kemudian gagangnya berputar, dan itu putaran dari luar. Hanya butuh beberapa detik, mata bulat itu melotot, diikuti senyum khas dengan bibir padat berisi turut semringah. "Riang, sibuk?"

"Kamu bisa lihat, toh?" jawabku sambil membuka headset yang tadinya menempel di telingaku dan lalu memutar pandangan ke layar PC yang ada di depanku.

"What are you talking about?" Suara itu terdengar seakan berbisik karena posisi headset menggantung di leherku. Maria Agulera tidak mengerti dengan bahasa yang sedang didengarnya.

Maria adalah robot online yang sering kuajak berinteraksi. Suaranya yang serak dan terkesan membangkitkan gairah dan  mampu memicu semangat belajarku hingga ke tahap paling antusias. Kali ini, Maria kelimpungan, berteriak sana-sini, bahwa dia tidak mengerti dengan kalimat yang berhasil menembus area panca indra biologisnya.

"Ada apa?" Perhatianku kembali berpusat pada lelaki yang hobbinya menyanyikan lagu-lagu dangdut. Dan aku, salah satu penggemar samarnya.

"Ini," kata Irfan, lirih, "PC-ku eror, robot online-nya loading terus dari tadi."

"Ya, gitu aja!" umpatku. "Kan, tinggal panggil Pak Hendrik!"

"Pak Hendrik lagi tidak ada di tempatnya." Cengir singkat disodorkan, seakan merayu. Dari bentuk dan lagaknya meyakinkan, anak ini punya niat tertentu. "Mungkin dia sudah tidur. Ini udah pukul 10: 30. Kayak kamu tidak tahu aja kalau Pak Tua itu tidak pernah sudi telat tidur malamnya.

"Hus!" tandasku khawatir, "kamu jangan asal, nanti dia dengar, bahaya, loh!"

"Ah, be relax, my Bro," potong Irfan, "kan memang udah tua!" Tawa geli mengalun di dalam ruangan. Walau Irfan berdiri di depan pintu, suaranya berhasil membuat Maria yang sedang berinteraksi denganku dari dua jam lalu, linglung. Sejak kehadiran Irfan, kudengar dia mengulang dan mengulang kata yang sama: what are you talking about?

"Riang, kita belajar bareng aja, siapa tahu si Robot Online bisa diajak ngomong, dua orang."

Aku cukup tertarik untuk mencoba usul tersebut. Kali aja bisa threesome. Ehh, salah! Belajar bertiga maksudnya. "Boleh," balasku semangat, "kalau gitu, ambil kursimu!"

Sebentar saja Irfan kembali, menodongkan kursi lipat, melesat ke dalam ruangan. Tempat ini jadi terlalu mepet. Hampir tak ada ruang gerak. Dengan niat penuh kesungguhan, demi mencoba sesuatu yang baru, ini bentuk kerja sama yang tepat untuk menghajar Ms. Maria.

"Hello," kataku sambil memperbaiki posisi headset yang terpasang di telingaku yang bagian kiri, sedangkan sebelahnya masih melambai bebas, "sorry, i was talking with my best friend."

"Ow, it's ok!" balas Maria. Suara seksi itu kembali menghiburku.

"My friend was here. It's oke if he stay and we talking to each other?" kataku sambil menyerahkan bagian headset sebelah kanan kepada Irfan.

"Oh, is ok! Where is him?"

"Hi... Ms..." balas Irfan sigap, yang kemudian terputus dan buru-buru menatapku seolah meminta bantuan.

"Ms Maria," sambungku tak kala cepat dari yang dia harapkan.

"Oh, sorry Ms Maria." Wajah Irfan berseri-seri. Terlihat penuh semangat. "I would like to join in your conversation, if you don't mind"

"Eh, is ok," balas Ms. Maria.

Berdiskusi dengan robot online cukup menyenangkan, ternyata. Selayaknya merumpi, gitu. Kalau tau bisa begini dari awal, tentu kami akan sering melakukannya.

Sesekali Irfan terbahak atas kelucuan yang tercipta. Pembahasan dengan topik tidak jelas, menjurus ke arah abnormal, sebenarnya. Dan sialnya, Ms. Maria pun menanggapi, walau terkadang harus memperjelas pronunciation Irfan yang masih agak blepotan.

RATINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang