12. Tanpa Batas

74 8 19
                                    

ADA perubahan yang cukup signifikan pada suhu di pagi itu, setelah hujan mendera hari sebelumnya dengan deras dan baru berhenti sekitar pukul tiga pagi.

Andrea harus meminjam sweater lengan panjang dan celana milik Lucas yang paling tebal ketika dia pulang ke pondok Georgia pada pagi hari karena udara begitu dingin. Semalam, dia menginap di Brierwood untuk memastikan cowok itu tidur dalam keadaan stabil dan kering setelah Andrea menyuruhnya mandi air panas. Dia baru meninggalkan penginapan pukul setengah enam tadi, dan ketika tiba di pondok Georgia, wanita itu langsung menginterogasinya.

"Dia baik-baik saja?" tanya Georgia pelan di dapur roti sementara Andrea memasuk-masukan mentega dan selai ke dalam keranjang untuk dibawa ke Bakery On The Water. Andrea meninggalkan pesan suara yang lumayan panjang untuk wanita itu tadi malam, meminta maaf dan menjelaskan keadaan Lucas. Karena itu Georgia sudah tahu garis besar yang terjadi dan mengapa Andrea harus meminjam mobilnya mendadak.

Andrea mengangguk, "Semalam agak terguncang, tapi sebelum dia tidur, dia tampak jauh lebih baik."

Georgia membelai lembut pipi Andrea, "Dan kau? Kau baik-baik saja, Sayang?"

Andrea nyaris menangis lagi menerima sikap hangat dan keibuan dari wanita itu. Dia tersenyum menenangkan, "Aku merasa baik, terima kasih."

Andrea baru kembali ke penginapan menjelang pukul sembilan, setelah berbelanja dan melakukan beberapa hal untuk Georgia. Wanita itu juga mengajak obrol Andrea mengenai beberapa hal penting yang ingin disampaikannya, yang agak menyita pikiran Andrea selama berkendara.

Ketika tiba di penginapan, Andrea menyapa Joe yang tengah bekerja di halaman depan dan memberikan roti untuknya. Kemudian dia menyisiri bagian dalam penginapan dan mendapati kamar Lucas sudah kosong. Cowok itu tidak ada di mana-mana.

Semoga dia di sana. Semoga dia di sana, batin Andrea sementara dirinya melintasi pekarangan belakang penginapan menuju hutan dengan perasaan cemas.

Betapa leganya Andrea ketika dia menemukan sosok Lucas berada di bawah Cedrus, tengah berdiri menghadap pohon itu. Kedua tangan cowok itu berada di dalam saku. Punggungnya membelakangi arah datang Andrea.

"...benar-benar hal yang sulit dipercaya..."

Andrea menghentikan langkahnya.  Mengapa dia selalu memergoki cowok itu ketika sedang dalam sesi mengobrol?

"...dan aku nggak tahu bagaimana menjabarkannya dengan lebih baik..." Lucas terkekeh pelan kepada Cedrus, "...aku nggak punya optimisme yang besar ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di Inggris. Hidupku nggak jelas. Otakku seolah buntu. Hatiku berantakan. Aku nggak mengira menghabiskan waktu di penginapan salah satu kawasan paling ramai turis akan menyelesaikan masalahku. Kenyataannya, Brierwood House sempurna, dan kau teman curhat yang asyik."

Andrea melangkah menyamping sepelan mungkin, ke balik salah satu batang pohon yang dapat menutupi dirinya. Dia merasa bersalah karena tidak segera berbalik dan meninggalkan Lucas demi menjaga privasinya, tetapi Andrea tak bisa menahan keinginan untuk mendengarkan lebih jauh isi pikiran cowok itu.

Kalau boleh jujur, frekuensi kemunculan cowok itu dalam benaknya semakin sering belakangan ini. Apalagi sejak semalam.

"Lalu aku bertemu Georgia. Dan Andrea. Dan Joe. Dan terlibat dengan mereka. Toko roti. Membuat website. Strategi menggulingkan Sawfitz..."

Andrea mengulum senyum.

"...terutama Andrea."

Senyuman Andrea memudar. Dia tak berani bergerak maupun bernapas.

"Situasi kami benar-benar mirip, tetapi aku versi kacau, sementara dia versi yang cool. Entahlah, dia mungkin memiliki sejuta masalah lain yang rumit, tapi dia... dia benar-benar luar biasa. Kami tidak hanya saling mengasihani, kami saling membantu. Dan entah sejak kapan, aku merasa setiap kali berbicara dengannya, rasanya semuanya mengalir saja dengan begitu natural. Kayak... kami sudah mengenal satu sama lain sejak lahir dan nyaris tidak ada pembatas."

The Boy Who Talked To The TreesWhere stories live. Discover now