Kata awal

16.5K 785 4
                                    


.
.
.
.
.
.
.

HAPPY READING!!





Sebuah jalinan terkuat adalah hubungan antara keluarga. Hubungan dengan suami isteri, hubungan antara saudara, juga hubungan antara kerabat.

Semua terbangun dengan adanya cinta kasih antara sesama, tak mengharapkan adanya imbalan atau balasan. Cinta Agape namanya, mencintai tanpa mengharapkan balasan juga imbalan.

Mencintai tulus layaknya seorang ibu kepada anaknya, mengerti dan memahami dengan baik makna cinta. Semua itu sudah kita kenal sejak kita kecil, kita rasakan dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal itu juga berlaku bagi keluarga Kim, kehilangan adalah kenangan paling menyakitkan. Kepergian sosok yang sangat berharga adalah kenangan pahit yang tidak pernah terbayangkan.

Foto wanita cantik yang terpaksa dipajang dan dihiasi oleh karangan bunga di sana, juga banyak manusia berpakaian serba hitam yang memberikan bela sungkawa membuatnya muak.

"Bun-bunda..."panggilnya lirih, matanya menatap wanita cantik yang selama ini merawatnya dengan tulus, mengecup seluruh wajahnya dengan penuh kasih sayang, memandikannya, memeluknya, menyuapinya, mendongengkan semua cerita padanya, kini terbujur kaku di dalam peti putih yang cantik.

Sebuah telapak tangan yang besar mengusap bahunya, ia tidak perlu mendongak untuk menatap siapakah sosok yang memberikannya sebuah presepsi ketenangan pada bahunya.
Sudah jelas pria tampan itu adalah ayahnya, karena selama ini hanya kedua orang tuanya yang ia punya.

"Ayah...kenapa dengan bunda?"suaranya bergetar menahan tangis, pikirannya melayang saat tadi pagi ia merenggek pada bundanya dan berteriak manja pada bundanya tercinta.

Tanpa ia mendongak lagi, ia tahu bahwa punggung tegap pria yang jauh lebih tinggi darinya bergetar, menahan tangis sama sepertinya. Usianya menginjak 10 tahun, ia sudah mengerti apa artinya semua ini, ia hanya belum bisa menerima kenyataan.

"Tae..."bocah itu segera memindahkan tangan ayahnya dari bahunya, matanya tidak lepas dari peti yang mengangkut bundanya.

"Aku akan mencari sebab kematian bunda."ucapnya tegas, ia tidak main-main dengan ucapannya.

Mengangguk, sebagai ayah ia mencoba menjadi sosok kepala keluarga yang tegar. Menerima semuanya dengan ikhlas, tapi ia tahu bahwa semua ini berkaitan dengan masa depan putranya.
"Tae...jangan pernah membenci keadaan, karena semua ini adalah takdir Tuhan."ucapnya memberikan petuah.

"Entahlah, karena aku tidak pernah lagi percaya dengan takdir."ucapnya datar, tidak ada lagi rona wajah seperti biasanya. Semuanya hilang dalam sekejap, tidak ada sisa air mata yang menggenang dalam pelupuk matanya, ia menatap datar kepergian bunda tersayangnya.

"Aku...tidak percaya takdir."ucapnya sebelum semua kegelapan merenggut semua kesadarannya.

***

Kebahagiaan terpatri di wajah wanita beranak satu itu, menikmati wajah putra kecilnya adalah kebahagiaan tersendiri baginya.
memakan dengan lahap semua makanan buatannya, hingga mengotori sudut bibirnya membuatnya memekik gemas lantaran wajah lucu putranya.

"Aduh, kenapa putra mama harus belepotan makannya?"ucapnya gemas sambil membersihkan noda makanan pada bibir merah putranya.

"Mama~ kuki pengen es klim lagi..."rajuknya, rasanya ia harus membatasi makanan manis itu lagi. Terakhir kali ia memberikan dua cone es krim untuk putranya, berakhir ia cemas lantaran putranya mengalami demam tinggi dan flu berat.

"Hari ini cukup satu eskrim saja ya, besok kita baru beli lagi."ucapnya membuat bocah berusia 8 tahun itu mengerucutkan bibirnya hingga membuat beberapa orang yang melihatnya terkekeh geli.

"Eum..."ucapnya patuh, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti perkataan ibunya.

"Mama..."mereka tengah berjalan pergi dari taman bermain, namun suara putranya membuat ia menoleh kembali.

"Ada apa kuki sayang?"tanyanya heran, pasalnya putranya menatap lurus ke depan.

"Kenapa dia berdiri di sana?"tanyanya heran sambil menunjuk kearah yang ia tuju.

Wanita itu segera menoleh, matanya membola mendapati bocah yang usianya lebih beberapa tahun dari putranya berdiri di atas jembatan gantung.
Entah apa niatnya, tapi percayalah hal itu sangat berbahaya!

"Hei nak!!"pekiknya takut lantaran melihat betapa dekat jarak bocah itu dengan ajalnya.

Bocah itu tetap memandang laut dari atas jembatan, wajahnya datar tidak berubah sama sekali.
"Hei nak! Turunlah!!"suara wanita itu membuatnya menoleh ke belakang, seorang wanita cantik berlari kearahnya bersama seorang bocah laki-laki yang usianya lebih muda darinya.

"Hei!! Turunlah! Itu berbahaya!!"pekiknya namun tidak ia gubris, ia tidak takut sama sekali sebenarnya.

Greppp!!!

Ia lengah, nyaris ia jatuh namun wanita itu menangkapnya. Memeluknya dengan erat, membawanya ke dalam pelukan hangat yang selama ini ia rindukan.

"Kamu aman sekarang...kamu aman...kamu aman..."wanita itu merapalkan kalimat yang sama berulang ke telinganya.

Matanya berembun, ia teringat ibundanya tercinta yang kini telah pergi ke sorga. Menyedihkan sekali nasibnya, ia masih membutuhkan sosok ibu di dalam hidupnya.

"Bun...bunda...hiks..."ia mengeratkan pelukannya, sedikit terkejut mendapati respon dari bocah ini, namun wanita itu tetap menjalankan perannya.

"Yeorim?"seseorang membuatnya menengok saat namanya dipanggil, ia menoleh dan mendapati pria yang tetap gagah berlari dengan wajah cemas kearahnya.

Seketika ia paham yang terjadi, Nana telah pergi meninggalkan luka bagi keluarga sahabatnya.
"Bunda di sini... bunda di sini..."ucapnya mengusap punggung bocah dipelukannya.

Sedangkan bocah bergigi kelinci itu hanya memilin bajunya, ia hanya diam menatap wanita yang ia sayangi memeluk bocah asing yang tidak ia kenali.

"Kupikir itu adalah awal, sebelum 'dia' hadir dalam kehidupanku."

Ia menatapku yang masih berdiri di hadapannya, aku sudah mengantuk walau begitu tetap kupaksakan untuk menjaga kesadaranku sebelum mimpi menggantikan malamku.

"Kamu tau siapa aku bukan? Jadi, mulai sekarang panggil aku 'hyung', mengerti?" Rasanya memuakkan mendengar panggilan itu seakan menyuruhku melakukannya adalah suatu kewajiban.

"Tidak, terima kasih." Aku menolak dengan cara halus, aku tidak membutuhkannya, termasuk segala bantuannya.

"Dan ingat, anda hanya manusia yang beruntung diselamatkan oleh mama."ucapku sarkatis kemudian pergi dari sana.

Aku mengepalkan tanganku, mataku memerah mengucapkan kalimat kasar yang jelas menyakitinya. Aku mengerti rasanya, maaf.











Belum apa-apa udah konflik aja 😅

Jangan lupa vote ya, makasih.

Jangan bosan baca cerita buatanku ya.




Evil Brother✔Where stories live. Discover now