24|

7.2K 385 13
                                    

KLEANTHA

Beberapa orang langsung memapah Damian sementara gue menarik lengan Kak Asta untuk menjauh dibantu oleh Pak Avra. Kak Asta menatapnya dengan tatapan tajam. Seolah bicara 'beraninya lo ikut campur urusan gue'.

"Kak, kalau mau bikin dia bonyok, jangan disini juga. Kalau ada yang lapor polisi gimana?" Gue mengomel sambil menyeret paksa Kak Asta.

"Biarin. Yang penting kakak bisa bales rasa sakit lo, dek." Gue merasa tersentuh. Gue tahu, Kak Asta sayang banget sama gue walaupun dia itu nggak penah bilang. Ya, karena keluarga kita itu tsundere.

"Dan," Kak Asta menyentak tangan di Bujang Lapuk, "tolong lain kali jangan ikut campur urusan orang lain."

"Saya merasa tidak melakukan salah, jadi saya tidak akan meminta maaf. Justru kamu harus berterimakasih. Karena saya menyelamatkanmu dari tindakan penganiayaan yang bisa saja berujung hilangnya satu nyawa." Pak Avra melirik Kak Asta. "Jika anda ingin membalas, carilah cara yang lebih terhormat. Jika tidak bisa menjaga kehormatanmu, maka tahanlah untuk menjaga kehormatan keluargamu."

Gila! Apa ini sungguh dosbing gue yang menyebalkan? Kok, berasa Mario Tegar, ya?

Gue menatap Kak Asta, yang juga terbengong mendengar ucapan si Bujang Lapuk.

Wah.

Beberapa detik kemudian gue mendengar suara jentikan tangan di hadapan gue. "Ayo cepat keluar sebelum polisi datang."

"Percuma. Disini kan ada CCTV." Kak Asta mendengus. "Kalau dia ingin melaporkan tindakan saya, saya tidak masalah. Tidak menyesal sama sekali. Jadi, biarkan saja polisi itu datang. Setidaknya saya telah memberinya pelajaran setimpal."

"Polisi itu nggak akan pernah datang." Seseorang tiba-tiba menginterupsi pembicaraan.

Kita bertiga menoleh bersama dan mendapati Damian berjalan ke arah kita. "Bang, saya minta maaf karena tidak bisa menjaga kepercayaan yang telah Bang Asta kasih."

Kak Asta mendengus, "Semudah itu?" kemudian menggeleng, "Setelah lo hancurin perasaan adek gue?"

"Iya, saya memang laki-laki brengsek. Saya memang bersalah. Saya sudah menghancurkan hati Kleantha. Saya tahu saya tidak layak dimaafkan, tapi saya tetap minta maaf. Maafkan saya."

"Kleantha," dia berjalan mendekati gue. Jujur, gue masih belum siap. Tapi mau nggak mau gue harus hadapi. Walaupun melihat mukanya kembali mengingatkan gue akan kejadian kemaren.

Dia diam menatap gue yang membuang muka ke arah lain. "Tha, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal. Aku khilaf. Aku tahu kesalahanku tidak akan termaafkan, tapi ini semua di luar kuasaku. Aku ingin menceritakan semuanya. Tapi aku tahu jika semua itu akan membuatmu terluka. Maafkan aku, Kleantha. Maaf."

"Kak Asta, ayo kita pulang." Gue krmbali menyeret lengan Kak Asta.

"Kleantha." Damian memanggil sekali lagi, membuat gue menghentikan langkah tanpa menoleh. "Maaf."

Kalian pernah merasakan rasa perih tergores pisau? Rasa itulah yang trngah bergelanyar di dada gue. Sakitnya kok awet, ya? Padahal gue nggak pakai pengawet.

Gue meremas lengan Kak Asta kuat-kuat sampai Kak Asta memegang pundak gue dan membalikkan tubuh gue secara paksa. "Jangan ditahan." Kemudian dia memeluk gue.

Pertahan gue jebol lagi. Air mata yang semalam sudah berhasil kering kini mengucur deras lagi. Sialan. Gue ingin mengumpat sekencang-kencangnya. Gue sudah berjanji pada diri gue sendiri untuk berhenti menangisi bajingan itu. Tapi air mata ini seolah nggak mau diajak kompromi. Sakit. Rasanya masih sangat sakit, nggak berkurang.

I am You, You are MeWhere stories live. Discover now