Hurt to Love || Bagian 1

7.4K 173 3
                                    

VIO

Untuk yang kelima kalinya aku menghubungi nomor yang sama, yang dari tadi tidak ada jawaban sama sekali. Ku lirik jam yang melingkar di tangan kiri ku, jam 7 kurang 5 menit. Ya ampun kemana Ifan, dia kemarin sudah berjanji mau mengantar ku ke kantor. Ck...aku mendengus kesal. Apa iya Ifan jam segini belum bangun? Tidak, dia tipe pria rajin yang selalu bangun pagi. Akhirnya aku putuskan berangkat ke kantor sendiri setelah nomor yang ku hubungi tadi tetap tidak ada jawaban. Hari ini aku ada meeting jam 8, aku tidak mau ambil resiko terlambat. Sebenarnya jarak kantor dan apartemen ku tidak terlalu jauh kira-kira hanya setengah jam jika jalanan lenggang. Kalian tahu kan bagaimana macetnya ibu kota apalagi jika jam kerja seperti sekarang.

***

Persis jam 8 aku sampai di basement gedung bertingkat ini. Ku ambil tas ku dan segera keluar dari mobil menuju sebuah lift yang hampir menutup.

"Tunggu" Kataku seraya mengulurkan tangan kanan ku ke dalam pintu lift agar tidak jadi menutup.

Aku menghela nafas lega, kemudian melangkahkan kaki ku masuk dan berdiri di depan seorang pria. Aku menekan tombol 25 tempat di mana ruangan ku berada. Tunggu! Kenapa tombol 27 menyala? Bukankah itu ruangan CEO?

Deg

Hawa dingin mulai merayapi ku. Keringat dingin, perut mendadak mules dan jantung yang berdegup semakin kencang. Aku menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan, kemudian memberanikan diri menoleh kebelakang.

Huwaaaaaa, mati aku mati!

"Pa...pagi pak..." ucap ku gugup dan cengengesan sambil mengangguk.

Hening, hanya tatapan mata coklat tua itu yang sedang menatap ku horor. Aku langsung kembali berbalik dan menunduk tidak berani lagi menoleh kebelakang. Dalam hati aku merapalkan mantra-mantra agar lift cepat terbuka.

Wahai lift cepatlah terbuka, cepatlah terbuka!

Entah mengapa lift malah berjalan sangat lambat dari biasanya.

"Anda manager disini kan?" Tanya pak Nino pada ku.

"I..i..ya pak" jawab ku tanpa menoleh kebelakang.

"Setelah rapat silahkan ke ruangan saya." Perintahnya tegas. Aku hanya menunduk lemas tak berdaya, firasat ku buruk.

Ting!

Lift terbuka! Aku langsung menoleh kebelakang dan sedikit membungkuk kemudian langsung cepat-cepat keluar dari lift. Setelah masuk ruangan, aku langsung bersandar di dinding dekat pintu. Menetralkan nafas ku. Aku baru saja menggunakan privat lift yang khusus di gunakan CEO dan tamu-tamu penting, dan sialnya aku salah masuk lift bonusnya aku satu lift dengan CEO!

"Astaga!" Aku terlonjak kaget saat pintu tiba-tiba terbuka.

"Aaaakk" Teriak Fara yang sepertinya juga terkejut.

"Ya ampun mba Vio! Ngapain disini? Ayo rapatnya udah mulai!" Omel Fara yang notabene bawahan ku tapi sudah seperti seorang sekretaris untuk ku, maklum manager divisi tidak punya sekretaris pribadi.

"Iya bentar aku minum dulu" kata ku sambil berjalan menuju meja dan meletakkan tas ku di sana. Ku minum segelas air putih yang ada di meja ku.

"Kamu kenapa sih mba? Habis liat setan?" Tanya Fara yang menatap ku heran.

"Lebih horor dari setan, udah yuk ah buruan" Aku melangkah keluar lebih dulu dari ruangan ku meninggalkan Fara di belakangku.

Ketika lift terbuka aku melihat Melani sendirian di dalam lift yang sepertinya juga terburu-buru.

"Loh, kamu terlambat juga Mel?" Tanya ku pada sahabat ku yang juga menjadi manager di kantor ini, hanya ruangannya terletak di lantai 24 bagian divisi marketing.

"Iya aku tadi kesiangan, kamu juga?" Kata Melani setelah aku sudah berdiri di sampingnya.

"Iya, Ifan di hubungin susah padahal udah janjian mau jemput" jawab ku dengan nada yang sedikit kesal. Pokoknya jika aku sampai di skors semua gara-gara Ifan, karena dia aku terlambat.

Kami memasuki ruang meeting yang berada di lantai 26. Ku lihat semua manager dari divisi masing-masing sudah datang semua. Hanya kursi ku, Melani dan CEO yang masih kosong. Aku dan Melani segera duduk di kursi kita masing-masing. Ini memang meeting yang di adakan setiap satu bulan sekali yang pesertanya semua adalah manager, dari General Manager dan para manager-manager divisi seperti aku dan Melani.

"Ekheem" Terdengar suara bariton yang sangat khas dari arah pintu masuk yang membuat kami semua yang tadinya krasak-krusuk menjadi diam.

Semua divisi sudah melaporkan masing-masing laporannya, giliranku yang terakhir. Percayalah, sudah 12 kali aku selalu presentasi melaporkan laporan dari divisi ku saat meeting bulanan seperti ini, tapi aku tidak pernah segugup ini. Keringat dingin keluar dari tubuh ku, suara ku sedikit bergetar, tangan ku mendadak tremor karena tatapan horor dari pemilik mata elang itu.

Akhirnya meeting kali ini selesai. Aku sedang membereskan berkas-berkas ku begitu pula dengan yang lainnya. Satu persatu sudah keluar dari ruangan, begitupun aku dan Melani yang sudah mau beranjak dari kursi.

"Anda manager divisi desain grafis visual tetaplah disini" Kata pak Nino tegas yang masih duduk di kursinya dengan memegang sebuah map.

Melani menatapku dengan tatapan bertanya-tanya, ku pejamkan mata memberi isyarat 'nanti aku ceritakan' kemudian aku melangkah mendekat pak Nino. Semua yang masih di ruangan sempat melemparkan tatapan seperti Melani tadi namun tidak ku hiraukan. Aku berusaha setenang mungkin, jangan gugup.

"Silahkan duduk" pak Nino mempersilahkan ku duduk di kursi deretan samping yang dekat dengannya setelah ruangan benar-benar kosong hanya tinggal kami berdua.

"Anda tahu kenapa anda di sini?" Tanyanya tegas tanpa sedikit pun melepaskan tatapannya pada ku.

"Iya pak, karena saya menggunakan privat lift tadi pagi" jawabku menunduk, mencoba kabur dari tatapannya.

"Lalu?"

Ha? Memangnya apalagi salah ku? Batin ku dalam hati bingung.

"Laluuuu?" Aku balik tanya pelan dengan tampang innocent.

"Anda terlambat, harusnya anda sudah berada di ruang meeting 15 menit sebelum dimulai kan?"

Aduh, Vio odong gitu aja lupa! Gerutu ku dalam hati. Reflek aku langsung tepuk jidat. Yang membuat tatapan pak Nino heran. Aku hanya senyum kuda menunjukkan barisan gigi ku yang rapi.

"Anda sudah presensi?" Tanyanya lagi. Aku hanya menggeleng.

"Bagus, kalau begitu selama seminggu kedepan anda tidak usah presensi tapi anda tetap berangkat kerja. Paham?" Ucapnya sangat sangat tegas dan tak terbantahkan.

Gilaaaakkk, ini lebih parah dari di skors! Mending di skors bisa santai jalan-jalan!

"Gak bisa ditawar lagi pak? 3 hari deh, oke 4 hari, hm..5 hari kalau begitu" kataku mencoba bernegosiasi.

"Paham?" Tanyanya lagi dengan nada yang sedikit naik satu oktaf. Yang membuatku langsung menunduk dan menggangguk. Kemudian pak Nino pergi meninggalkan ruangan ini.

Aku terkulai lemas menenggelamkan wajahku di lipatan tanganku di atas meja.

"Ifaaaaaaaaaaan!" Teriakku kesal.

***

Taraaaaaaaa...author balik lagi dengan cerita baru, padahal masih punya utang cerita yang belum selesai...sabar ya readers, buat selingan coba baca yang ini dulu...hihihi *ditumpukinreaders*

Maaf kalau masih ada typo, sorry juga kalau dialognya sedikit...hehe

Test dulu gimana responnya, vote n coment please... *puppy eyes*

Hurt to LoveWhere stories live. Discover now