TPP 23

6.4K 671 31
                                    

Suatu hari di siang yang terik terlihat Rendi masuk ke kamarnya dengan wajah kemerahan.
Pemuda itu membanting tas ranselnya dan menjatuhkan diri ke atas tempat tidurnya.
"Astaga...panasnya...!!"
Pekiknya sambil menghela nafas.

Tak lama berselang, Linggar juga masuk ke dalam kamar tersebut.
Sudah beberapa minggu berselang sejak ancaman yang di lontarkan Linggar pada Rendi untuk menjauhinya dan jangan pernah ngajak dia bicara.
Tapi Rendi seperti tak acuh menanggapi ucapan teman sekamarnya itu.
Dia masih saja mendekatinya, dan sesekali mengajaknya bicara walaupun sikap Linggar sangat dingin padanya.

"Hai Gar...tumben elo langsung pulang, bukannya biasanya elo keluar sama Galang...?"

Linggar menatap Rendi sekilas, dan ia  membuang muka tanpa menjawab pertanyaan Rendi barusan.
Pemuda itu berjalan dengan langkah terhuyung menuju ke tempat tidurnya.
Sesampainya di sana ia segera menjatuhkan tubuhnya.

Rendi terlihat menahan nafas, rasanya dia ingin sekali berlari dan menerjang Linggar yang luar biasa bikin dia kesel.
"Well...kalau gitu gue mau mandi terus berangkat kerja..."

Kali ini Linggar berdehem untuk menimpali ucapan Rendi barusan.
Dan hal itu bikin Rendi tersenyum, setidaknya dia tau Linggar mendengarnya bicara.

Rendi perlahar berjalan menuju kamar mandi, dia sempat mengirim pesan ke pacarnya buat jemput dia di asrama sebelum dirinya pergi ke kamar mandi.
Dan tak butuh waktu lama untuknya membersihkan diri.

Rendi terlihat segar setelah mandi ia memakai setelan kemeja dan celana jeans.
Pemuda itu menyemprotkan pewangi keseluruh tubuhnya sebelum mengambil tas ransel di lemari pakaian miliknya.
Dia terlihat mengecek isi dompetnya sebelum memasukkan benda itu ke kantung celananya.

Rendi kemudian melihat Linggar yang tampak tertidur dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur.
Mau tidak mau Rendi berjalan mendekatinya untuk membenarkan letak kaki Linggar walaupun dia tau dirinya mungkin akan di tendang kalau Linggar bangun saat itu.

Tapi manamungkin ia membiarkan Linggar tidur dengan posisi yang tidak nyaman seperti itu.
Apa lagi ia melihat Linggar sepertinya kelelahan.

Rendi memicingkan mata begitu berhasil membenarkan letak tubuh Linggar.
Ia merasa tubuh sahabatnya itu panas, atau mungkin tangannya yang kelewat dingin setelah ia mandi tadi.

Sekali lagi Rendi menyentuh kulit Linggar untuk memastikan kalau dia demam.
Dan saat pemuda itu menyentuh keningnya, di situ dia baru benar-benar yakin kalau Linggar sakit.
"Gar..."
Panggil Rendi seraya mengguncang perlahan tubuh Linggar.

Mata Linggar yang tadi tertutup perlahan terbuka.
"Elo kenapa ganggu gue...?"
Tanya Linggar dengan suara serak.

"Sorry...elo kayaknya sakit, gue antar ke dokter ya...?"

Linggar membuang muka sambil melenguh kesal.
"Gue ga' apa-apa, nanti juga bakal baikan kalau gue istirahat..."

"Tapi..."

"Udah elo pergi aja, gue ga' butuh perhatian dari elo..."

Rendi terdiam, dia dengan paksa menarik lengan Linggar.
"Mana mungkin gue ga' merhatiin elo, elo itu temen sekamar gue.
Kalau ada apa-apa sama elo, gue bakal ngerasa bersalah...makanya ayo gue anter ke dokter..."

Linggar terlihat masih ogah-ogahan, dia mencoba melepaskan diri dari Rendi.
Tapi karena kondisi tubuhnya lemas membuatnya jadi tidak punya cukup tenaga untuk mencegah Rendi memapahnya menuju ke pintu.

Dan baru saja dia membuka pintu terlihat seorang pemuda tinggi besar berdiri disana.

"Irwan...elo udah dateng...? Pas banget...!"
Celetuk Rendi yang melihat orang yang berdiri di depannya dengan ekspresi wajah kebingungan.
"Tolong bantu mapah dia...mau gue bawa ke rumah sakit...dia berat banget"
Ucap Rendi lagi.

Totem Pro Parte (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang