TPP 30

9.9K 522 151
                                    

Linggar tidak tau lagi bagaimana kacau pikirannya sekarang.
Bayangan Galang yang tengah berciuman mesra dengan Karin sambil bersenggama tak bisa hilang dari benaknya.

"Sialan...sejakkapan mereka bersama...?? Galang bahkan bisa nyium Karin...
Katanya dia ga' bakalan nyium orang yang ga' dia cintai.
Lalu yang kemaren itu apa...??
Jangan-jangan mereka udah selingkuh dari dulu...gue bego' banget"

Linggar berjalan dengan langkah gontai, matanya tampak berkabut.
Dan sebelum air matanya tumpah, pemuda itu buru-buru menghapusnya dengan menggunakan punggung tangannya.
Linggar sudah berusaha keras untuk menghapus mimpi buruk itu, dirinya bahkan sampai pergi kerumah eyangnya yang ada di kepulauan lain.
Tapi semuanya sia-sia, dia tidak mampu menghilangkan rasa sesak di dadanya.
Setiap ia mengingat hal itu, air matanya berlinang rak karuan.
Tapi untuk kali ini dirinya harus menahannya mengingat sekarang ia tengah berjalan keluar dari bandara.
Ia, Linggar memutuskan untuk pulang, dia merasa percuma saja lari dari masalah.

Mau tidak mau ia harus menghadapi kenyataan yang ada bahwa pacarnya yang paling dia sayang udah berhianat.
Bahkan tak tanggung-tanggung, orang yang jadi selingkuhannya adalah wanita yang udah dia anggap kayak adeknya sendiri.

Pukul 7 malam Linggar sampai juga di asramanya.
Sudah lebih dari 5 hari ia pergi ke rumah Eyangnya.
Dan selama itu pula ia mematikan ponselnya.

Dia bahkan ga' pamitan langsung ke Rendi, pemuda itu hanya bilang lewat telfon sambil nangis kalau ia ga' bakalan ikut kuliah selama beberapa hari dan ga' akan pulang ke asrama.

Rendi yang kaget mendengar suara isak tangis Linggar bahkan tidak sempat bertanya kemana sahabatnya itu akan pergi.
Karena setelah mengatakan itu ia langsung mematikan ponselnya.

Linggar menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidurnya.
Ia menatap langit-langit kamarnya yang di bentuk sedemikian rupa.
Pemuda itu mengambil ponsel yang ada di kantongnya.
Sudah 5 hari benda itu di biarkan mati.
Ia sudah mengira pasti akan banyak sekali pesan dari Galang.

Linggar menarik nafas dalam-dalam sebelum mengaktifkan lagi ponselnya.
Seketika itu banyak sekali pesan masuk dari Rendi, Irwan bahkan Karin.

Linggar mengecek satu persatu pesan-pesan itu.
Tapi tidak di temukan satupun pesan dari Galang.

Dada Linggar terasa begitu sesak, dia merasa di abaikan.
Ia begitu marah, harusnya Galang yang lebih pengkhawatirkan dirinya.
5 hari ponselnya ga' aktif bukankah harusnya Galang bingung mencarinya...?

Lagi-lagi air mata Linggar tumpah, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Dada gue sakit cuk...!"
Keluh Linggar di sela isaknya.
Pemuda itu terlihat meringkuk sambil meremas dadanya, isaknya terdengar tertahan.

Suara pintu asrama yang tiba-tiba terbuka tak menghentikan tangisan Linggar.
Rendi tampak melongo di ambang pintu melihat Linggar sudah ada di kamar.

"Astaga...Linggar...!!"
Pekik Rendi kalangkabut.
Pemuda itu segera berhambur menuju ketempat Linggar setelah membanting pintu kamarnya dengan cukup keras.
"Elo kenapa nangis...??"
Tanya Rendi yang menyaksikan tubuh Linggar berguncang-kuncang.
"Gar...!"
Rendi berusaha membuka telapak tangan Linggar yang ia pakai untuk menutupi wajahnya sendiri.
"Jangan kayak gini..."
Pinta pemuda itu yang ikut sedih melihat kondisi Linggar seperti orang yang benar-benar tangah terluka.
"Ada apa...? Elo kenapa...? Cerita ke gue...!"

Linggar seketika itu melihat ke arah Rendi dengan nafas tersengal-sengal.
Dadanya begitu sakit hingga dirinya tidak bisa bernafas dengan benar.
"Ren..."

"Iya...gue di sini..."
Rendi berusaha membantu Linggar untuk duduk.
"Elo minum dulu ya..."
Ucap Rendi yang segera mengambil botol minuman yang ada di atas meja belajarnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 17, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Totem Pro Parte (Selesai)Where stories live. Discover now