Rabu (15.39), 02 Oktober 2019
Republish tiap hari kecuali Minggu. Alasannya bisa cek pengumuman di wall-ku.
----------------------------
Para pegawai restoran satu lantai itu tampak sibuk melayani pengunjung yang datang. Meski lokasinya tidak tepat berada di pusat kota, restoran bernama Delifood ini memang tidak pernah sepi pengunjung. Selain sejuk dan nyaman untuk dijadikan tempat bersantai, Delifood juga menyediakan menu-menu makan siang yang selalu unik dan berubah-ubah tiap harinya, membuat para pengunjung tidak pernah bosan dan selalu penasaran mengenai menu utama esok harinya.
Nala Olivia, wanita dua puluh tujuh tahun itu juga sama sibuknya. Namun dia sama sekali tak tampak lesu. Seperti hari-hari sebelumnya, dia selalu bersemangat menjalani pekerjaannya sebagai pelayan di Delifood.
Dengan senyum menawan yang mampu membuat kaum Adam menatapnya tak berkedip, Nala terus berjalan ke sana-kemari mencatat pesanan lalu membawa makanan yang dipesan ke meja pengunjung. Begitu seterusnya, memastikan semua pengunjung di areanya tidak ada yang sampai harus menunggu lama.
Usai mengantar pesanan dan membersihkan meja yang baru ditinggalkan, Nala duduk sejenak di kursi dekat meja konter tempat biasa para pelayan meletakkan pesanan yang kemudian diproses bagian dapur. Dia tampak mengipasi wajahnya dengan tangan seraya menyeka titik keringat di pelipis.
"Sudah kubilang tidak perlu terlalu bersemangat. Bos tidak akan menaikkan gajimu. Kau selalu berkeringat padahal ruangan ini ber-AC."
Nala tersenyum geli mendengar gerutuan Anton, salah satu rekan kerjanya yang sangat memperhatikannya. Lalu matanya berbinar melihat Anton menyodorkan jus segar ke arahnya. Tanpa menunggu lama, Nala segera menerima gelas tinggi itu lalu meminum isinya tanpa menggunakan sedotan.
Anton berdecak. "Tidak ada yang melarangmu meminta minum. Tinggal pergi saja ke dapur lalu minta Aan atau siapapun untuk membuatkanmu sesuatu. Atau kau juga bisa membuatnya sendiri."
Nala nyengir lebar mendengar nada suara Anton yang terkesan frustasi sekaligus jengkel. Sebagai tanggapannya, dia hanya mengangguk-angguk hingga membuat Anton kembali berdecak dengan kedua tangan berada di pinggang.
"Apa aku harus selalu mengulang hal itu? Ini bukan pertama kalinya aku berceramah seperti ini."
Nala menahan senyum geli. Bersamaan dengan itu, sekelompok lelaki dengan pakaian rapi tampak memasuki Delifood lalu duduk di area Nala.
"Memang apa susah—"
Ucapan Anton terhenti saat Nala mengangkat tangan dengan telapak menghadap Anton sebagai isyarat agar Anton diam. Lalu dia turun dari kursi tinggi tempatnya duduk seraya menunjuk tamu yang baru datang.
Sejenak Anton menoleh lalu kembali menatap Nala. "Bagianku sedang sepi hari ini. Jadi kau lanjutkan istirahat dan biar aku yang mengurus mereka."
Nala menggeleng dengan tegas.
Dia tidak mau diperlakukan berbeda karena memiliki kekurangan. Dia bahkan sangat bersyukur restoran ini dibagi menjadi banyak area dengan seorang pelayan di tiap area. Jika tidak, mungkin Nala akan lebih banyak duduk karena teman-temannya selalu berusaha meringankan pekerjaannya. Seolah Nala akan hancur berkeping-keping hanya karena mengangkat nampan berat.
Sadar tidak mungkin bisa mendesak Nala, akhirnya Anton mengangguk dengan berat hati. "Baiklah. Tapi bilang kalau kau merasa lelah. Jangan hanya terus memendamnya dalam hati."
Sejenak Nala tertegun akibat ucapan Anton. Tapi dia buru-buru tersenyum seraya mengangguk. Lalu tanpa menunggu tanggapan lagi, bergegas menghampiri enam lelaki yang tampaknya merupakan eksekutif muda yang sedang istirahat makan siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wounds (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Trauma mendalam membuat Nala Olivia harus kehilangan kemampuan berbicaranya. Dia yang semula hidup normal berubah menjadi wanita bisu akibat luka hati yang terus dipendamnya sendiri. Suatu hari, Aska Faresta-lelaki...