[ 0.5 ] : Kok Hyung?

31 4 4
                                    



Ruang makan malam waktu itu lebih besar dan homey dari sebelumnya. Sengaja karena targetnya adalah keluarga besar dengan banyak anak kecil. Aku dan Minjae-lah yang mengurus semua ini—sudah dari jauh-jauh hari setelah melalui berapa kendala dalam menyesuaikan berbagai hal; seperti menu agar cocok di lidah orang Indonesia.

Dan juga budget.

Yah sebenernya sih nggak harus sesuai budget juga. Aku tahu, Ayah nggak akan ragu mengeluarkan lebih banyak uang demi mendapatkan tempat dengan layanan memuaskan.

Tapi gimana ya?

Prinsipku adalah, selagi mungkin mendapatkan layanan superior dengan harga lebih terjangkau, kenapa nggak? Aku bukan tipe orang terlampau irit—serius. Tapi jika itu mungkin, maka beda lagi ceritanya. Hehe.

Secara menyeluruh sih layanan di tempat ini sangaaat memuaskan. Aku seperti nggak rugi menghabiskan waktu cukup lama untuk browsing dan keliling-keliling sama Minjae hanya demi mendapatkannya. Makan malam tadi mantul banget, memanjakan lidahku. Luas ruangan ini jelas menggoda ketiga adik terkecil-ku agar bermain lari-larian di sana. Aroma kayu bercampur wangi lembab bunga justru membuatnya jauh lebih adiktif. Semua orang tampak menikmati berada di sana.

Tapi somehow aku ngerasa kesepian-

-banget.

Berapa menit lalu Minjae pamit. Dia harus mengerjakan berapa hal mendadak—jadi terpaksa meninggalkan acara inj lebih awal. Aku sendiri nggak bisa melarikan diri. Bunda tadi sudah memberi tugas suci untuk aku seorang; mengawasi ketiga bocah kecil ini supaya nggak merusak apa pun.

Jadi yah..

Aku suntuk sendirian. Nggak ada temen ngobrol lagi :(

Tadi aku sempet buka tablet sebentar; sekedar ngirim chat nggak jelas ke sahabat aku, Hong Yeongrim, menunjukkan betapa suntuknya aku di sini. Tapi karena Yeongrim belum ngebales chat-ku—jadi aku tenggelemin lagi tablet-nya ke dalam tas selempangku.
Bukan apa, nggak nyaman. Aku rasa nggak sopan berkutat terlalu lama dengan tablet selagi bersama keluarga. Lebih baik aku menahan suntuk sendiri, ketimbang terlihat seperti anti sosial banget gegara terlalu sibuk menatap gadget di acara keluarga.

Sok iya banget ya? Haha.
Mari berharap kebosanan ini segera berakh-

"Hei."

-astagfirullaah. Kaget anjir!

Tiba-tiba Minhyuk duduk di sampingku. Membuatku terlonjak kaget—dan berakhir menjatuhkan kacamata-ku. Harapan tadi bahkan belum selesai terucapkan? Tapi Tuhan udah mengabulkannya dalam sekejap mata. Aku shock.

Mungkin terdengar nggak sopan banget, tapi untuk berapa saat aku bener-bener lupa Minhyuk ada di sini. Serius. Aku bahkan juga lupa mau histeris soal Minhyuk ini—waktu nge-chat Yeongrim tadi.

Sungguh nggak termaafkan. Aku baru aja lupa bakal jadi adeknya Minhyuk? 😤

"Dongkyung kan?"

Semua seketika ambyar—terganti dengan wajah cerah Minhyuk di hadapanku. Aku ngangguk, tapi masih cengo nggak jelas. Dia bahkan menyebut namaku dengan begitu jelas? Aku nggak tahu harus gimana lagi.

Setelah menengok anggukanku, wajah Minhyuk menjadi lebih cerah. Dia tertawa kecil—selagi manik coklatnya menatapku. Yang kutangkap adalah, Minhyuk menikmati bagaimana raut wajahku saat ini. Aku sebenarnya nggak begitu ekspresif, tapi begitu kaget atau kebingungan—aku auto linglung kayak orang bego.

Bentar.

Orang bego?

Aku mengerjap sebentar, terus tersenyum setengah meringis nahan malu. Tapi habis ketawa gitu, Minhyuk langsung setengah berjongkok mungutin kacamata-ku tadi. Dia sempat meniup entah mungkin debu atau apa di sana—lalu mengelap kacamata tersebut dengan ujung jas, sebelum kemudian mengembalikannya padaku.

Alongs With The WhaleTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon