3. Bulan Yang Bersedih

3.7K 562 27
                                    

***

"Danna-sama pasti senang jika kuhadiahi saputangan rajutan ini."

Lagi-lagi aku hanya melihat dari sudut pandang perempuan ini. Saputangan putih bermotif bulan memenuhi pandanganku saat ini.

Pintu shoji bergeser. 'Aku' menoleh dan menemukan sosok wanita tua yang aku ketahui sebagai pelayan.

"Ojou-sama, waktunya makan malam."

'Aku' tersenyum senang. Dengan anggun 'aku' berdiri, lalu melangkah diikuti wanita tua tadi menuju sebuah ruangan. Di tengah perjalanan, 'aku' menatap pelayan tersebut.

"Bagaimana menurutmu saputangan ini? Apa indah? Apa coraknya sangat menggambarkan Danna-sama?"

'Aku' terasa semakin puas saat senyum sang pelayan diikuti anggukan. "Sulaman anda memang selalu indah, Ojou-sama."

Kini 'aku' menunduk, lalu mencium saputangan itu lembut. Aroma mawar dan bebungaan lain seolah terekam jelas di ingatanku, nyata kurasakan.

"Aku berencana memberikannya pada Danna-sama setelah makan malam ini. Bagaimana menurutmu?" 'aku' bertanya penuh harap.

Tapi, respon pelayan seolah membuat harapanku hancur tanpa perlu mendengar jawabannya. Wajah sedih pelayan tua itu tergambar jelas, dia menunduk dalam-dalam. "Maafkan saya, Ojou-sama... Tuan bilang kalau dia akan makan malam di ruangannya lagi."

Langkah yang sebelumnya terasa ringan dan penuh pengharapan, kini terhenti. Aku dapat merasakan kekecewaan dan sakit hati melingkupi dadaku.

'Aku' mencoba tersenyum. "Soukka? Baiklah, sebaiknya aku juga makan di ruanganku saja," ucapku lalu berbalik dan berjalan cepat menuju ruanganku sebelumnya. Wanita tua tersebut memanggilku berkali-kali dengan nada sedih.

Sungguh, 'aku' bahkan merasa lebih menyedihkan lagi.

***

"Akhirnya kau bangun juga."

(Nama) hendak mengusap pipinya yang basah, tapi tak bisa karena kedua tangannya masih terikat kuat oleh tali.
Gadis itu mengedarkan kepalanya serta mengendus udara beberapa kali. Ia juga mendengar suara tonggeret di luar sana.

"Aneh," bisik (Nama) terdengar oleh Michikatsu. Gadis itu mengabaikan ucapannya.

"Kau merasa aneh karena berada satu atap di gubuk sempit bersama seorang iblis di siang hari?" tanya Michikatsu retoris.

Tebakan (Nama) bahwa ia berada di sebuah gubuk kecil yang lembab dan gelap ternyata benar. Sepertinya tempat ini sudah lama ditinggalkan, terasa dari udara dalam ruangan. Tatami yang menjadi alasnya tidur pun sedikit berdebu dan rusak.

Dan juga, suara hewan tonggeret yang menandakan jika ini siang hari. (Nama) tertawa geli. "Jadi, anda memutuskan untuk membawaku kabur ketimbang membunuhku, Danna-sama?"

Michikatsu terdiam sebentar. Keenam matanya menatap (Nama) keseluruhan, mengabaikan posisi gadis itu yang tertidur miring dengan tangan terikat di belakang tubuh. Gadis itu seolah menjadi sasaran mangsa empuk, tapi saat ini Michikatsu tak berselera sama sekali.

"Kau mengatakan hal-hal yang aneh sedari semalam. Saat kau tidur juga kau melantur sambil menangis. Aku yakin mimpimu sangat buruk," komentar pria iblis itu.

(Nama) terkekeh, lalu mencoba duduk dengan susah payah akibat tali yang mengikatnya. "Ya, sangat buruk. Saking buruknya aku ingin mati saat tidur saja." gadis itu mendongakkan kepalanya seolah bisa menatap Michikatsu dengan matanya yang tertutup itu. "Bahkan aku masih bisa merasakan dengan nyata emosi di mimpiku tadi."

𝘽𝙄𝙏𝙏𝙀𝙍 𝙎𝙒𝙀𝙀𝙏 [Tsugikuni Michikatsu] -𝙴𝙽𝙳-Where stories live. Discover now