4. Bulan Yang Purnama

3.8K 526 149
                                    

"Danna-sama."

Tsugikuni Michikatsu yang tengah berjalan bersama dua putra dan seorang istrinya pun berhenti. Beberapa abdi yang berada di belakang mereka mengikuti langkah tuannya yang berhenti.

Sosok perempuan berambut (h/c) cantik yang dihiasi kanzashi berukiran bunga matahari berdiri di samping pohon beringin besar tak jauh dari rombongan itu. Mata (e/c)nya menatap Michikatsu penuh harap dan kerinduan, tapi tak dirasakan oleh si objek perasaan sendiri.

Michikatsu menyatukan alisnya. "Kenapa kau keluar dari kediamanmu? Kembalilah, kau masih sakit," ucap pria itu menekankan kata terakhir.

Perempuan itu menahan napasnya saat sang suami menekankan nada bicaranya, tapi ia mencoba mengabaikannya. Sebagai gantinya, sepasang mata (e/c) itu menatap dua anak kecil yang bergelayutan di samping kiri dan kanan Michikatsu. Perempuan itu tersenyum. "Mereka anak-anak yang lucu dan tampan. Dari dulu aku hanya melihat mereka bermain dari kejauhan, tapi saat melihat dari dekat tedasa berbeda. Wajah Danna-sama benar-benar tercetak pada mereka," ucap perempuan tersebut tertawa lembut.

Namun, respon dari orang-orang itu berbeda. Dua anak kecil tadi bersembunyi di belakang Michikatsu ketakutan, sementara istrinya yang lain memeluk tangan pria itu juga dengan wajah takut dan jijik.

Sang perempuan hanya diam mendapati respon yang tidak sesuai harapannya.

"Kau menakuti anak-anak dan istriku. Kembalilah ke kediamanmu sekarang juga." Michikatsu menatap dalam perempuan di depannya.

Perempuan itu tersentak. "Tapi, Danna-sama----"

"Suamiku..." ucapan perempuan berambut (e/c) itu terpotong oleh wanita yang memeluk sisi tubuh Michikatsu dengan mesra. "Suamiku, putra-putra kita sangat ketakutan. Sebaiknya kita kembali ke kediaman utama."

Michikatsu hanya menatap datar wanita di sampingnya, tapi tak urung ia mengangguk. Tanpa banyak bicara lagi rombongan itu mulai berlalu, meninggalkan perempuan berhaori (f/c) sendirian.

Tak terima diacuhkan, perempuan itu lalu berteriak. "Danna-sama! Aku ingin kau datang ke kediamanku malam ini juga!"

Sebuah pernyataan cukup intim jika dilakukan oleh sepasang suami-istri, tapi akan menjadi kurang ajar jika dia bukan siapa-siapa. Untungnya perempuan itu adalah istri pertama Michikatsu dan satu-satunya yang berhasil menembus benteng pertahanan emosi pria itu.

Rombongan Michikatsu tetap berjalan tanpa mengiraukan teriakan perempuan tadi, tapi tidak dengan Michikatsu sendiri. Pria itu mengeratkan genggaman tangannya.

***

Cekikan sang iblis membuat (Nama) tak bisa bernapas. Kedua matanya yang kini bisa melihat, menatap sosok dengan tiga pasang mata tersebut.

(Nama) tak lagi melihat sosok iblis dengan enam mata, hanya ada seorang laki-laki manusia dengan mata merahnya yang normal. "Da...n...na....s...ssa..ma..."

Michikatsu tertegun, tapi tangannya tak kunjung terlepas. "Kenapa kau masih tetap memanggilku dengan sebutan itu?"

(Nama) hanya menatap, perlahan airmata kembali menghiasi netra (e/c)nya. Sang iblis mengertakkan giginya, lalu dengan kasar melepas cekikannya. (Nama) berakhir dengan mengirup napas kesetanan dan batuk keras.

Michikatsu masih belum bangun dari posisinya. Ia terus menatap setiap inci wajah dari masa lalunya tersebut. Tanpa sadar, sebelah tangannya terangkat dan mengelus pelan sisi wajah (Nama).

"Ini sangat menjijikan. Kenapa kau terlahir kembali?" dialog pria itu terhadap dirinya sendiri. (Nama) masih sibuk menormalkan napas dan pikirannya yang sejenak seolah tercabut paksa lewat cekikan tersebut.

Mata Michikatsu bertatapan dengan netra (e/c) yang dari dulu selalu menatapnya seolah bertanya 'kenapa'.

"Ini salahmu," ucap Michikatsu langsung mengusap bagian bawah bibir gadis itu. Kedua kepala itu saling berdekatan sebelum akhirnya saling bersentuhan untuk menyalurkan rasa frustrasi masing-masing. "Kau yang datang kepadaku," lanjut Michikatsu di sela ciumannya.

Sebelah tangan pria itu tak sengaja menyentuh luka di leher (Nama) akibat goresan pedangnya semalam. (Nama) meringis, ternyata lukanya kembali terbuka. Darah segar mengucur deras membasahi seragam pemburu iblisnya serta haori yang ia pakai.

Michikatsu tentu mencium dengan nyata aroma darah yang berada tepat di hadapannya. Ia bisa menahannya, karena dirinya bukan iblis biasa, tapi saat itu Michikatsu seolah enggan menahan diri.

Kepalanya tertunduk menuju sela leher samping (Nama), menghirup, menjilat, lalu menghisap darah dengan kasar lewat luka itu.

(Nama) hanya menjerit kecil, lalu meremat bahkan mencoba mencakar kulit iblis di atasnya.

Namun, Michikatsu makin menggila.

"Danna.....hhhh...sama....."

Pria itu terus melancarkan aksinya yang lain. Terus bermain dengan tubuh yang memiliki wajah milik istrinya.

Tak memerdulikan perlawanan dari gadis di bawahnya, Michikatsu terus melakukan apa yang dulu ia lakukan kepada istrinya satu itu.

Waktu terus berjalan.

Dan (Nama) kehilangan kesadaran.

***

Malam pertengahan bulan, biasanya purnama bulat penuh akan muncul dengan sinarnya yang paling terang.

Michikatsu duduk di tanah lapang tak jauh dari gubuk, meninggalkan sosok yang sudah ia setubuhi di dalam bangunan kecil itu sendirian.

Tubuh iblis itu duduk diam di bawah guyuran sinar bulan purnama.

Pria itu masih ingat perkataan dari sosok kembarannya saat mereka pertama kali bertemu setelah sekian lama menghilang.

"Dia adalah wanita yang baik. Kau akan menyesal karena mengusirnya dari kediaman. Sekarang dia sudah tenang di alam sana, kuharap kau tidak mengganggu tempat peristirahatannya, Kakak."

Lalu, Michikatsu benar-benar tidak mencarinya.

Dia hanya berkeliling.

Ya.

Hanya berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, berharap dengan tidak sengaja akan menemukan sebuah pekuburan yang menyembunyikan tubuh perempuan yang ia cintai.

Michikatsu tidak kehilangannya....

.... iya 'kan?

Angin berembus kencang, tapi terasa lembut dari sisi kiri pria itu.

Ia sudah hidup lama. Sangat lama dan terlampau tua untuk kembali merasakan emosi konyol bernama 'rindu'.

Sreeek

Suara pintu geser dari gubuk terbuka.

Tanpa menoleh, Michikatsu sudah tahu siapa yang keluar, karena hanya gadis itu lah satu-satunya yang ada di dalam gubuk.

Namun, aura aneh dirasakan iblis itu bersamaan dengan suara pedang yang ditarik dari sarungnya.

"Ohisashiburi, Danna-sama. Kyou wa tsuki ga kirei desu ne." (Malam ini bulan terlihat indah, ya.)

Berdiri (Nama) dengan penampilan berantakan, tapi kedua mata (e/c)nya bersinar aneh. Senyum lembut tapi juga menyeramkan terlukis di wajah perempuan itu.

"Ini aku, Danna-sama...."

***

𝘽𝙄𝙏𝙏𝙀𝙍 𝙎𝙒𝙀𝙀𝙏 [Tsugikuni Michikatsu] -𝙴𝙽𝙳-Where stories live. Discover now