Chapter 29

108K 10.8K 756
                                    

Kesadaranku perlahan mulai kembali. Bisa kurasakan napasku yang pelan nan teratur. Mataku masih nyaman untuk tertutup. Tak ada suara yang kudengar selain suara deru benda tak kutahui. Sayup-sayup kudengar beberapa orang yang sedang berbincang. Lama-kelamaan suara itu menjadi ramai memaksaku untuk bangun.

Namun suasana dingin di sekelilingku sangat nyaman membuatku ingin terus melanjutkan tidur. Sesaat kemudian ada rasa aneh yang menjalar di telapak tanganku. Hangat. Terasa jelas kecupan dalam di dahiku membuat mataku otomatis terbuka.

"Hm?"

"Sudah bangun?" tanya seseorang.

Mataku mengerjap menyesuaikan cahaya yang datang terlalu banyak. Aku mengernyit bingung melihat ruangan yang kutempati. Seingatku tak ada rumah sakit di desa.

"Mas Aji? Kita ... dimana sekarang"

"Rumah sakit kota."

Rumah sakit kota? Bagaimana bisa? Aku mencoba mengingat apa yang terjadi padaku tadi. Mungkin aku pingsan karena kelelahan. Tapi biasanya nggak seperti ini. Aku memiliki tubuh yang kuat dan sehat-sehat saja. Nggak ada gejala apa pun yang menunjukkan aku sakit.

Ah .. ada sih, aku beberapa kali mual di pagi hari. Itu karena aku kira aku sedang tidak ingin makan saja. Tapi dampaknya sangat luar biasa. Sampai membuatku pingsan segala. Aku harap aku nggak membuat sebuah keributan tadi.

"Kamu pingsan lima jam lebih. Dokter disana suruh rujuk ke rumah sakit karena infus habis untuk penduduk desa."

"Aku pingsan berapa jam?" tanyaku lagi karena masih tak percaya.

"Lima jam."

Lima jam!? Aku pingsan apa doyan? Lima jam pingsan aku selelah itu kah? Benar kata Kak Axel, aku terlalu memaksakan diri, seharusnya aku juga mengimbanginya dengan istirahat.

Mas Aji membantuku untuk duduk. Diposisikannya bantal di punggungku agar terasa nyaman. Sebagai balasannya kuucapkan terima kasih. Ia mendesah panjang memperhatikan wajahku. Sesekali tangannya merapikan poniku.

Aku menoleh dan menemukan kedua orang tuaku yang sudah ada di sini. Mama terlihat khawtair. Pasti mas Aji yang memberitahu mereka akan kondisiku. Pasti ramai-ramai yang aku dengar tadi berasal dari mama.

"Ma? Kenapa cuma berdiri di sana?" tanyaku.

Mas Aji pindah ke sisi lain agar mama juga papa bisa bergabung di sisi ranjang rumah sakit yang lain. Mma mendekat dan memelukku sangat erat. Mamaku ini pasti sangat khawatir. Melihat anaknya yang ga pernah pingsan terus dapat kabar aku pingsan untuk pertama kali pasti membuatnya terkejut.

Aku meminta maaf karena membuatnya khawatir.

"Ya Allah, Nak, kamu baik-baik saja, kan? Ada yang sakit? Kamu istirahatnya cukup kan? Aji, Qianya bagaimana bisa sampai pingsan? Qia, kamu harus banyak istirahat. Ini tuh pasti karena kamu kerja nggak pake istirahat sih! Ya ampun, mama benar-benar nggak habis pikir..."

Aku hanya bisa tertawa kecil dan lagi-lagi meminta maaf. Kali ini aku harus mengakui bahwa ini adalah kesalahanku. Aku terlalu memforsir tubuhku sampai aku pingsan dan membuat semua orang khawatir. Mama tak kunjung melepaskan pelukannya dan aku memberikan wajah kepada papa meminta pria itu melepaskan pelukan mama seerat pelukan gurita.

"Sudah, ya, Ma. Qianya baik-baik saja. Dia sudah dewasa sekarang dan ada Aji juga. Dia sudah tahu waktunya beristirahat dan Aji juga bakal terus ngingetin Qia untuk istirahat," ujar papa sambil menarik mama untuk melepaskanku.

"Kamu sebenarnya sakit apa, sayang?" tanya papa yang kini duduk di ujung kasur rumah sakit sembari memijat kakiku.

"Cuma lelah, Pa."

Suck It and See (Complete)Where stories live. Discover now