Atma

4.1K 106 93
                                    

POV by ???

°
°

'Tess'

Sebutir air menetes pada genangan.

Ada mata yang perlahan terbuka dari raga yang terlentang pada permukaan air.

Kamu berkedip-kedip tak menentu, seperti kebingungan yang menyergap tatkala kamu terbangun dari tidur panjangmu.

Tubuhmu mati rasa (Saya bisa merasakannya) atau mungkin memang kita berada pada dimensi yang hampa.

Tubuhmu terasa ringan, telingamu seolah masih berjeda sehingga tak ada satupun suara yang mampu menggetarkan gendang telinga.

Hening.

Keheningan total.

Saya tahu kamu menyukai itu, sebab didasar hatimu kamu diam-diam merindukan sesuatu yang pernah terlupa itu.

'Apa yang kau katakan..' kamu menolak itu, saya tahu di ragamu yang baru kamu sama sekali tak mengingatnya, sebab di hidupmu yang kini kamu hanya bernapas di dunia yang fana.

°°

Pandanganmu mengedar mencoba memenuhi tanya diotakmu.

'Dimana aku..' batinmu pada saya ? Mungkin. Lumayan mengerikan memang jika ternyata kita berdialog dalam satu atma yang sama.

Baiklah akan saya coba jelaskan. Kamu tak dimana-dimana, karena tempat ini adalah ruang dimana dirimu melihat kesadaranmu paling dasar. Sumber dari segala olah pikir, perilaku dan bahkan spiritual.

Apa kamu mendengarnya ?

Bisa jadi. Sebab, saya bisa merasakan pikiranmu telah mulai berhenti bercabang. 'Lantas mengapa aku bisa berada disini ?'

Tepat. Sudah seharusnya kamu menanyakan itu sejak tadi. Saya sudah menunggunya.

Saya rasa kamu sudah menerka-nerka. Tapi biarkan saya yang katakan, meski sepertinya akan lumayan rumit. Melihat saya yang terlahir di jasad yang baru. Tubuhmu.

Baiklah. Saya adalah alfa yang berjalan panjang dan terus terlahir pada tubuh-tubuh yang baru.

Matamu menyudut, ada banyak pertanyaan yang akan kamu utarakan pada saya. Tidak. Jangan dulu. Dengarkanlah sejenak, karena simpul akan mudah terbuka jika kamu mampu memperhatikannya dengan seksama.

Jauh sebelum kamu dilahirkan, saya dahulu telah berlaga. Bukan tanpa sebab, kamu menjadi wadah saya yang selanjutnya. Hanya yang berdarah sama dengan saya, seorang anak manusia selanjutnya akan di pilih.

Dari dalam matamu, saya tahu kamu sudah menebaknya bahwa saya adalah seorang manusia yang telah lama mati di masalalu. Entahlah, aku bahkan belum sepenuhnya mempercayai sebuah kematian. Namun yang jelas, sekali lagi saya katakan bahwa jiwa saya akan terus hidup di dalam atma dan raga yang baru.

°°

Tubuh saya, tubuh kita terbangun mengambil posisi duduk bersila. Atas perintah saya. Tentu saja.

Maaf jika saya terkesan egois, namun sudah seharusnya kamu harus terima.

Matamu menajam kepada hampa. Saya rasa bahwa kamu tidak terima, karena di detik selanjutnya kau berkata, 'jangan macam-macam, tubuh ini milik saya..'

Hargo DalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang