40

1.4K 199 12
                                    

Jimin pun terbangun dari tidurnya saat merasakan sinar matahari menyinari matanya. Ia meregangkan otot tubuhnya sebentar dan bangkit berdiri. Masih dengan kostum tidurnya, Jimin keluar dari kamarnya. Keadaan dirinya masih belum sepenuhnya sadar. Hingga ia mendengar suara wanita yang amat ia kenal terdengar ditelinganya.

"Selamat Pagi Bibi.. Paman..."

Itu suara Jeongyeon yang menyapa kedua orang tuanya. Jimin pun ingat, Jeongyeon kemarin bermalam disini.

"Omoo... Ternyata ada Jeongyeon.." kata Minji senang.

"Selamat Pagi Jeongyeon..." Sapa balik JaeMyung tersenyum senang melihat kearah Jeongyeon.

"Paman dan Bibi silahkan duduk... Aku hari ini sudah membuatkan sarapan" kata Jeongyeon menyiapkan makanan dan meletakannya di meja makan.

"Wahh!! Terlihat sangat lezat" kata Minji langsung duduk dimeja makan diikuti suaminya.

"Silahkan dimakan.." kata Jeongyeon senang.

"Ini untuk Jimin dan Jeno..." kata Jeongyeon lagi cepat.

"Maaf sekali.... tapi aku harus segera kembali... Terima Kasih karena telah membiarkanku kembali bermalam dirumah Paman dan Bibi" kata Jeongyeon mengambil barang-barangnya.

"Kau sudah mau pergi?? Kau tidak sarapan bersama kami??" Tanya JaeMyung cepat.

"Iyaa... Maaf sekali Paman... Aku akan sarapan di Kedai saja" kata Jeongyeon membungkukkan badan.

Jimin yang mendengar perkataan Jeongyeon langsung berlari menuju kebawah. Tapi saat sampai di dapur, ia tak menemukkan Jeongyeon lagi dan hanya ada kedua orang tuanya.

"Jeongyeon kemana??" Tanya Jimin cepat.

"Ia baru saja pergi" balas JaeMyung pada Anak sulungnya.

Jimin pun kembali berlari keluar dan melihat sebuah Taxi berlalu begitu saja. Ia terlambat. Jimin pun menghembuskan napasnya kesal. Kenapa sekarang ia merasa dirinya benar-benar tak bisa berjauhan dengan Jeongyeon?

Ia pun kembali masuk dan bersiap. Ia harus kembali ke Kantor saat ini. Berkat perilaku gilanya kemarin meninggalkan Acara, hari ini Seok Jin memintanya untuk berada di meja kerjanya jam tujuh pagi. Mungkin ia kesal karena pekerjaan yang harusnya Jimin lakukan kemarin, tertimpa semua olehnya. Ia bersiap dan memakan sarapannya setelah itu ia langsung berangkat pergi. Ia akan mampir ke Kedai Yoo saat makan siang nanti. Pagi ini Jadwal Jimin cukup sibuk. Ia harus melakulan pekerjaannya dahulu.

Jimin pun benar-benar mempercepat seluruh pekerjaannya. Ia benar-benar harus ke Kedai Yoo saat makan siang. Jimin benar-benar harus melihat Jeongyeon hari ini.

.
.
.

"Yakk!!! Kau anak Pak Tua itu??" Tanya laki-laki berbadan besar menyeramkan kepada Jeongyeon.

"Anda siapa???" Tanya Jeongyeon takut-takut.

"JiHyo-aa... kau tunggulah didapur bersama yang lain..." kata Jihyo menyuruhnya membawa seluruh Karyawan menuju ke dapur.

"Kau gila?? Laki-laki menyeramkan itu bisa melakukan sesuatu buruk padamu... lebih baik kita hubungi polisi saja" bisik Jihyo pada Jeongyeon cepat.

"Gwenchana... aku hanya akan berbicara baik-baik dengannya" kata Jeongyeon lagi menyakinkan. Jihyo dengan berat hati membawa seluruh keryawan kedalam.

"Yakkk!!! Mana Uangku!!! Bocah Tengik!!" Kata laki-laki itu kesal.

"Maaf Tuan tapi... akan saya usahakan secepatnya" kata Jeongyeon mengkotrol dirinya yang sebenarnya sudah ketakutan. Dirinya belum bilang hal ini pada Jihyo atau siapapun. Sebenarnya keadaan keuangan Kedai sedang tidak baik. Ini karena pengobatan Jeongjin yang semakin meningkat. Bahkan semenjak beberapa minggu lalu Jeongjin dinyatakan harus menginap di Rumah Sakit. Ia dilarang pulang sampai waktu yang bahkan belum bisa dipastikan. Kepasitas pengunjung juga mulai berkurang. Dan Uang Sewa Kedai yang harusnya ia bayar bulan lalu, Jeongyeon pakai karena Ayahnya mendadak harus melakukan Operasi. Maka dari itu Laki-laki yang berada didepan Jeongyeon saat ini kesal bukan main karena Jeongyeon tidak menepati janjinya untuk membayar kemarin.

"Appa masih Sakit... kebutuhan Pengobatan Appa sangat tinggi... Aku mohon mengertilah Tuan" kata Jeongyeon memohon.

"Yakk!!!! Ini sudah lewat dua bulan" kata Laki-laki itu berteriak keras kearah Jeongyeon dan mendorongnya kuat hingga membuat Jeongyeon tersungkur ke Tanah.

"YAKKKK!!!!"

Sebuah teriakan yang Jeongyeon kenal membuat Jeongyeon bangkit berdiri cepat. Ia melihat kearah Jimin yang berdiri tak jauh dari dirinya dan laki-laki seram itu.

"BERANI-BERANINYA KAU!!!" Teriak Jimin berlari kearah laki-laki seram itu bersiap meninju laki-laki itu kuat tapi dengan cepat Jeongyeon berlari menahannya.

"Jimin!!! Jiminn... Tenanglah.."

"Aku tidak apa-apa..."

"Aku mohon..."

"Aku baik-baik saja"

"Jimin....Tenanglahh!!" Kata Jeongyeon takut mencoba menahan Jimin tapi tenaga kuat Jimin malah menyeret Jeongyeon ikut. Laki-laki seram itu terdiam sambil menatap Jimin sinis. Ia terlihat tak takut sama sekali saat ini.

"JIMINN!!"

"Aku mohon..." kata Jeongyeon memeluk Jimin dari belakang. Jimin menghembuskan napas kesal. Ia berhenti sejenak sambil mengatur napasnya yang naik turun. Emosinya benar-benar mendidih saat ini. Ia benar-benar siap menghabisi laki-laki sialan didepannya itu yang berani-beraninya melukai Jeongyeon.

"Pergi dari sini sebelum aku menghabisimu" kata Jimin kesal bukan main. Ia benar-benar tak bisa menahannya lagi. Tapi Jeongyeon masih terus memeluknya erat, Jimin tak bisa berbuat banyak.

"Aku mohon Jimin... Tenanglah" kata Jeongyeon lagi dengan suara kecil. Ia takut. Ia takut Emosi Jimin keluar.

"Yakk!!! Kau ingat perjanjian kita Wanita Sialan... Jangan main-main denganku" kata Laki-laki seram itu lagi pada Jeongyeon dan berhasil membuat Jimin benar-benar kehabisan kesabaran.

BUGGHH!!

Satu pukulan lolos tanpa Jimin bisa tahan lagi.

"Tidakk!!... Jimin!!!"

"Aku mohon... Jimin" kata Jeongyeon kembali memeluk erat Jimin dari belakang yang Napasnya sudah naik turun tak karuan karena Emosi.

"Pergi kau!! Sebelum aku menghambisimu" kata Jimin lagi mengancam.

Laki-laki yang tersungkur ditanah pun akhirnya bangkit dan berjalan menjauh.

Jimin pun mengatur napasnya yang memburu. Dirinya benar-benar kesal bukan main saat melihat Jeongyeon disakiti. Jimin tadi benar-benar tak main-main dengan perkataannya. Ia tidak peduli jika dirinya akan masuk penjara karena membunuh laki-laki didepannya itu. Jimin pun memutar badannya kali ini ia memeluk Jeongyeon memberikan kekuatan. Jimin pun merasakan jika sekarang Jeongyeon sudah terisak kecil.
.
.
.
.

Kedai Yoo, Hari ini terpaksa tutup lebih awal. Ini bukan karena keinginan Jeongyeon tapi Jimin memaksa untuk keselamatan seluruh karyawan. Dan hanya tersisa Jeongyeon dan Jimin di Kedai. Jeongyeon keluar dari sebuah ruangan membawa sebuah kotak P3K. Tangan Jimin tadi tergores sedikit saat meninju laki-laki yang mendorong Jeongyeon tadi. Mereka pun akhirnya duduk disebuah kursi. Dengan terampil Jeongyeon mengobati tangan Jimin. Ia tak banyak bicara saat ini. Setelah kejadian itu, Jeongyeon benar-benar kembali menjadi Jeongyeon yang selalu menutupi kesedihannya. Ia menjadi sangat murung. Jimin benar-benar memperhatikan Jeongyeon saat ini. Matanya tak bisa beranjak dari Jeongyeon saat melihatnya tersakiti tadi. Setelah selesai, Jeongyeon pun beranjak pergi tapi Jimin menahannya dan membuat Jeongyeon kembali terduduk.

"Sampai kapan kau akan diam saja Yoo Jeongyeon??" Kata Jimin benar-benar tak tahan akan suasana sunyi ini.

"Lebih baik kau kembali... jam makan siang hampir selesai... aku akan membuat sedikit makanan untukmu dan Seok Jin Oppa" kata Jeongyeon mengalihkan pembicaraan.

"Yoo Jeongyeonn!!!" Bentak Jimin kesal melihat tingkah Jeongyeon yang tak terduga.

"Jimin..." kata Jeongyeon lemah dengan kepala menunduk.

"Aku perlu waktu sendiri" kata Jeongyeon menahan air matanya yang sudah terbendung.

"Aku mohon..."

CHOISE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang