54

1.3K 208 49
                                    

Tiga bulan sudah berlalu setelah Jeongyeon seketika menghilang begitu saja. Tak ada yang tahu dimana keberadaanya bahkan Nayeon, yang bisa dibilang orang terakhir yang mengetahui keberadaan Jeongyeon terakhir.

Semua benar-benar berubah setelah kejadian tiga bulan lalu. Terutama pada Jimin. Dibulan pertama, Jimin masih berusaha mencari Jeongyeon bukan hanya di Korea tapi tentu saja di Jerman. Tapi sayangnya Jeongyeon benar-benar tak meninggalkan jejak apapun baik di Korea atau di Jerman.

Kedai Yoo pun sudah ditutup. Menurut informasi yang Jimin terima, Kedai Yoo Jeongyeon jual karena keuangan Kedai yang benar-benar buruk.

Rumah Jeongyeon pun juga sudah dijual. Bahkan sekarang sudah ditempati oleh orang lain. Semua benar-benar menghilang dalam seketika. Tak ada yang tertinggal.

Pada awalnya Jimin sempat tak ingin keluar dari Kamarnya hampir selama dua bulan. Ia benar-benar mengurung dirinya dari dunia luar dan tak mau bertemu dengan siapapun setelah kembalinya dari Jerman tapi Kehidupan tetap harus berjalan. Dan disinilah Jimin belajar untuk lebih menghargai seseorang sejak awal dan tak memandang orang sebelah mata. Jimin sekarang paham, jika terkadang dirinya tak tahu apa yang ia inginkan sesungguhnya hingga dirinya mengalami kehilangan.

Jimin harusnya bisa menyadari perasaannya sejak awal. Sekarang Jimin benar-benar malu pada dirinya sendiri. Ia bahkan tahu jika Jeongyeon juga memiliki perasaan yang sama padanya tapi dirinya terlalu takut untuk mengakuinya. Ia begitu pengecut untuk mengakui perasaan sebenarnya dan sekarang ia benar-benar mendapatkan tulahnya. Hukum tabur tuai memang berlaku didunia ini.

"Hyung... Aku akan kembali... Sampai jumpa Besok" kata Jimin pamit pada Seok jin yang masih duduk dimejanya.

"Jimin..." panggil Seok Jin sebelum Jimin masuk ke lift.

"Kau baik-baik saja??" Tanya Seok Jin memberanikan diri bertanya karena khawatir dengan keadaan Jimin.

Ya, Hari ini tepat seminggu Jimin kembali ke Kantor setelah tiga bulan menganggur. Dan sampai sekarang Jimin belum mengatakakan apapun pada Seok Jin setelah kepulangannya dari Jerman dan masa penganggurannya. Jimin benar-benar tak pernah mengungkit Jeongyeon lagi setelah kejadian tiga bulan itu.

Jimin terdiam. Ia juga bingung harus menjawab apa. Waktu memang berjalan dan keadaan pun memang sudah berubah tapi rasa perih di hati ini tak pernah terobati. Rasanya masih sama dan begitu menusuk-nusuk.

"Dia berkata semuanya akan baik-baik saja, Hyung..." balas Jimin.

"Aku pun mengatakan hal itu padanya saat itu..." tambah Jimin lagi menghembuskan napas panjang. Entah kenapa semuanya terasa begitu berat saat ini.

"Tapi..." kata Jimin menjeda kalimatnya.

"Aku lebih suka kata tidak baik-baik saja daripada mengatakan semua baik-baik saja dan pada kenyataannya tidak" kata Jimin lalu berjalan masuk ke Lift dan meninggalkan Seok Jin yang masih terdiam ditempatnya.

Jimin pun berjalan dan masuk ke mobilnya. Waktu sudah menujukkan pukul enam sore. Satu hal yang Jimin lakukan sebelum kembali ke Rumahnya. Ia akan datang ke tempat dimana dirinya dan Jeongyeon melakukan kemah kecil saat kabur dari Acara Ulang Tahun Park Company. Bedanya disini tak ada kemah kecil dan tentu saja Sang pemiliki Ide itu, Yoo Jeongyeon. Jimin duduk sendirian sambil memandang kedepan dimana terpapar pamandangan Sungai yang begitu luas seperti tak memiliki ujung. Hanya sedikit orang yang berlalu. Wajar ini hampir jam makan malam, saat ini Kedai dan Restoran lebih ramai daripada waktu lainnya.

"Ternyata kau memang ada disini..." sebuah Suara menyadarkan Jimin dari lamunannya.

Dia Park Jinyoung.

CHOISE ✅Where stories live. Discover now