Didalam Bis

36 0 0
                                    

Disebuah bus ekonomi, dengan mesin penyejuk yang tidak terlalu dingin, namun tetap menyejukkan. Pada formasi duduk 3-2 ditengah badan bus, seorang perempuan duduk bersama kawannya yang asik dengan telepon genggamnya. Dari sebuah jendela paling kanan, seorang perempuan terus saja memperhatikan jalanan. Seperti dalam kepalanya, ada hal yang harus diselesaikan. Hanya mungkin ia bingung, sebuah bencana apa yang membanjiri pikiran pubernya.

"Vi." Perempuan itu memanggil kawannya dari dunia tekonologi pada tangannya.

"Iya, lis!?" Sekarang perempuan yang ia balas dengan menyebut nama belakangannya itu adalah Halis. Ya, kenalkan perempuan itu adalah Halis. Panjangnya Reri Taria Nurhaliza. Dia adikku.

"Aku boleh minta pulsamu nggak? Mau nelfon abah dirumah."

"Oh boleh sekali."

Mereka berdua sudah karib lama. Apalagi setelah Halis tau bahwa aku berteman baik dengan kakak temannya.

"Halo, bah." Ia memanggil seorang kakek yang ada diseberang telfon sana.

"Iya halo. Ini Halis bukan?"

"Iya bah ini Halis. Halis minjem teleponnya temen Halis yang mau ketempat pengabdian kakaknya yang seangkatan sama aa dipondok." Halis memanggilku aa.

"Oh ya. Halis sampai dimana sekarang? Lagi apa?"

"Ini Halis masih baru sampai di Tuban, bentar lagi juga berhenti di rumah makan."

"Oh yaudah kalau gituh. Halis baik-baik yah dijalan. Sehabis maghrib ibumu mau nikah sama ayah Didi. Halis nggak perlu khawatir, gausah difikirin. Tugasnya Halis mah yang penting nurut sama orangtua aja."

Halis terdiam dari seberang telepon.

"Lis!?"

'Eh iya bah. Yaudah bah Halis tutup dulu yah, temen Halis mau balas chat kakaknya dulu." Sebelum abah menjawab "Ya sudah." Halis sudah menarik kembali kalimatnya.

"Assalamu'alaikum, bah." Dan telepon ditutup sebelum abah menjawab salam.

Sepertinya abah salah, jika memberitahu Halis tentang ibunya yang mau menikah lagi. Kalimat tidak perlu khawatir malah membuat beban fikiran bagi Halis.

"Ini, vi. Makasih yah."

Mungkin yang Vivi lihat adalah raut wajah Halis adalah wajahnya yang penuh dengan kegelisahan.

"Lis, kamu kenapa?"

Halis terdiam seperti sedang memutar isi kepalanya. Berusaha seakan sedang baik-baik saja. Beruntung sebuah bis yang ditumpanginya berhenti disebuah rumah makan. Membuatnya dapat berlari sekencang mungkin menghindari pertanyaan Vivi.

"Ah gada apa-apa kok. Cuman sepertinya aku baru ingat sesuatu, kalau ada barangku yang ketinggalan dipondok." Halis mengecoh.

"Apa lis?"

"Daleman hijabku." Kalimatnya disusul dengan tawa, membuat Vivi tidak mempercyainya.

"Ih beneran, lis." Dahi Vivi mengerut.

"Iya beneran, vi. Aku baik-baik saja. Dah ah yuk... Makan. Laper nih."

Vivi mengangguk, lantas memberi jalan pada Halis yang ingin keluar dari tempat duduknya. Vivi menyusul dibelakang, ikut membangunkan kawan-kawan yang lain yang memilih menikmati perjalanan dengan tidur.

MENCARI AYAHWhere stories live. Discover now