11. Boomerang

833 60 11
                                    

Jika tahu menolong akan menjadi boomerang untukku, aku akan memilih menjadi orang yang tidak perduli demi menyelamatkan kesehatan hatiku.

-RainshaPutriDinara

Selamat membaca.

🍂🍂🍂

Lapangan SMA Antariksa.

Hari ini Rainsha kembali bersekolah. Rainsha dengan berat hati meninggalkan Rainia yang masih berbaring di rumah sakit. Katanya nanti sore pulang, tapi entah ada perasaan apa bukan sekedar meninggalkan Rainia yang berat. Ini benar-benar aneh, Rainsha merasa hatinya gelisah, tidak tahu karena apa. Rainsha menghela nafas berulangkali. Saat ini kelasannya sedang berolahraga.

"Hai cantik? Gak fokus banget dari tadi Abang lihatin." Ujar seseorang di samping Rainsha dengan nada yang di buat segenit mungkin. Tanpa menoleh Rainsha pun sudah tahu itu suara milik Evan.

"Cantik?"

"Aku tau aku cantik," sahut Rainsha malas. Rainsha memutarkan kepalanya dari arah kanan lalu ke kiri sesuai instruksi pemanasan yang Pak Sutris berikan di depan barisan sana.

"Eh kamu ini baru di puji udah tinggi hati." Kata Evan tidak jelas. Rainsha tahu dan sangat tahu Evan sedang malas berolahraga. Bukan sedang, tapi memang setiap olahraga dia malas. Evan tidak suka olahraga menye-menye seperti ini. Yang Evan suka adalah gym. Yaa, wajar saja jika kurus-kurus seperti ini perut Evan tetap kotak-kotak.

"Please deh ya, gue lagi kepanasan lo berdua jangan berisik." Sinis Fica sedikit memutar kepalanya karena Fica berada di depan mereka.

"Ikut aja Mak lampir." Ketus Evan nadanya tidak suka. Tapi kalian tahu, mereka hanya bercanda.

"Serius, jangan sampai gue tendang lo."

"Mau dong di tendang..," ledek Evan membuat Rainsha berdecak malas.

"Udah deh, malah kalian yang ribut." Lerai Rainsha.

"Oke anak-anak, kalian boleh istirahat sepuluh menit sebelum pengambilan nilai men-drible bola basket." Ujar Pak Sutris mencerahkan wajah kelas IPA 1 yang sudah di banjiri keringat. Bukan pemanasannya yang berat, tetapi mataharinya sangat terik, membakar tubuh.

"Van, nanti beliin minum pakai uang lo ya?" Sunni menatap Evan dengan wajah memohon. Kapan lagi morotin Evan yang dari dulunya pelit dan hanya ingin gratisan.

"Emm--" Evan menimang sebentar sebelum mengangguk. "Kali ini gue jajanin."

"Sering-sering kayak gini gue yakin lo makin kaya." Kata Sunni yang langsung mendapatkan jitakan dari Evan.

"Kaya apanya? Tekor iya." Ketus Evan membuat mereka tertawa kecil bersama.

"Nanti malam gue mau race, lo pada bisa nonton gak?"

Rainsha yang sedang mengikat rambut melongo dengan mulut terbuka. Fica, hanya mendengar pernyataan gadis tomboi pecinta make up Rainsha sampai bergidik sendiri.

"Enggak mau dan gak boleh!" Tegas Rainsha menatap Fica tajam.

"Tau lo, nyari penyakit aja." Imbuh Sunni.

Evan merangkul bahu Fica erat lalu mengusap kepala Fica gemas. "Gue ajak teman-teman gue yang lain buat nonton, santai aja."

"Evan..," Rainsha mendesis tidak suka. Bukan melarang justru Evan mendukung. Jika memang Fica laki-laki mungkin Rainsha bisa wajar, ini Fica perempuan. Selihai apapun perempuan membawa kendaraan tetap saja, perempuan itu lemah dan siapa tau tentang bahaya yang akan datang?

PENGAGUM RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang