Bab 34

36.2K 2.7K 154
                                    

Hai c you again..

Biasanya gue edit tulisan gue sebelum di release

tapi yang ini dah gak sempet lagi.. kasi tau yak kl ada yang gak nyambung..

Hepiii reading..

=========================


Aku berdiri di pusat Kota Taipei dari atas ketinggian suite room di lantai teratas sebuah hotel berbintang lima. Ditemani segelas wine di tangan, mataku nanar menikmati Kota Taipei bermandikan cahaya di malam hari. Kerlipnya seperti kerlingan menggoda dari sepasang mata wanita sexy yang mengundangku untuk datang mendekatinya. Walau bagiku, bola mata Ariana lebih cemerlang, lekuk tubuhnya lebih memabukkan dari semua kecantikan dan kemewahan yang ditawarkan di bawah sana.

Damn. Membayangkannya saja sudah membuat pangkal pahaku terhubung. Aku sangat sangat merindukannya saat ini, hingga membuat seluruh tubuhku rasanya kaku dan sakit.

Wine di tanganku tak cukup hangat seperti saat jemariku menyentuh permukaan kulit tubuhnya yang lembut dan tak cukup kuat mengusir gelisah yang terus menggelenyar tak mau pergi.

Seburuk apapun hubunganku dengan Ariana, bukan berarti aku ingin meninggalkannya terlalu lama. Aku mendesah mengingat ini.

Karena, faktanya adalah aku harus tetap bertahan dan menjalankan roda kerajaan bisnisku hingga empat hari ke depan.

Meski tadi pagi saat aku mengabarkan pada Ariana kalau aku belum bisa kembali ke Jakarta dan istriku hanya membalas dengan satu kata 'ya', dadaku seketika membelit sesak. Rasanya aku ingin mengepak semua barangku dan terbang pulang untuk menemui Ariana.

Apakah ia sungguh tidak ingin aku berada di dekatnya? Aku bisa gila sendiri bila memikirkan hal ini.

Padahal aku sudah cukup tertekan menghadapi pertemuanku di sini. Setelah kemarin Tuan Reymon, bapak mertuaku, mendadak harus kembali ke Jakarta karena ada masalah dengan pabriknya. Pada akhirnya aku terpaksa harus tinggal di sini sendirian melanjutkan kunjungan bisnisku.

Untungnya aku diselamatkan oleh Peter Wang, rekanan bisnis Tuan Reymon di Taiwan selama ini. Awalnya kupikir aku akan berhadapan dengan pria setengah baya seperti papa, ternyata bayanganku meleset. Peter adalah pria muda yang kutaksir berusia sekitar akhir tiga puluhan. Ia lulusan master bisnis di Amerika, sepertiku. Meski ada jeda umur kami cukup lebar, namun pria ini begitu energik dan terbuka. Aku menyukainya.

Meski siksaan kesabaran diriku belum berakhir sampai di sini.

Kemarin Isabele mengabarkan kalau rekanan bisnisnya mengajak kami bertemu di Hongkong, karena ia tahu saat ini aku berada di Taiwan dalam rangka bisnis. Aku belum mempelajari dengan saksama proposal dan portofolio yang Isabele pernah kirimkan padaku beberapa hari yang lalu tepatnya saat Ariana mengalami kecelakaan dan masih belum sadarkan diri. Sehingga aku menolak ajakan Isabele. Lagipula selesai urusanku di Taiwan, aku ingin segera kembali ke Jakarta.

"He only needs your one day, Christopher. Dia kolega yang baik untukku. Please, jangan sombong begini padaku." Desak Isabele bersikeras.

"Penerbanganku besok sore, Isabele."

"Okay. Aku akan ganti penerbanganmu, Christopher. Aku bisa arrange untukmu dari Taiwan, Hongkong, Jakarta. First class." Isabele tak mau mundur.

Aku menggeleng sendiri.

"Nope, Isabele. Aku ingin tiba di Jakarta secepatnya."

Aku sudah membayangkan besok malam aku sudah tiba di rumah dan bisa melihat Ariana kembali. Sialnya, sore hari papa menghubungiku. Ia memintaku untuk bertemu dengan dua orang rekanan bisnis papa di Hongkong. Lebih sialnya lagi, kedua rekan papa ini meminta bertemu hari Senin dan Selasa minggu depan. Sedangkan hari ini masih hari Jumat, lalu apa yang harus lakukan dalam dua hari ke depan?

[END] ChristopherWhere stories live. Discover now