5. Maaf

1.4K 182 4
                                    

Satu ⭐ darimu sangat berarti untukku 🤗
Happy reading

Aku terbangun pada pukul lima pagi, kepalaku terasa pusing karena baru tertidur pukul satu dini hari, Dilan dan Om Wiryo malah asyik membahas proyek terbaru mereka dan Naka juga Bima bergantian main catur dengan Om Wiryo setelahnya, aku dan Giana bernostalgia dengan mereka disela-sela permainan catur dan pembahasan proyek Om Wiryo.

Ah Naka, kenapa sekarang jadi sesulit ini, apa benar dia masih menginginkanku seperti yang dikatakannya semalam? Apakah perasaanku juga masih sama tentang dia? Belum ada yang berubah? Padahal ini sudah lima tahun, api dampak yang dirasakan tubuhku jika berdekatan dengannya masih sama.

"Coba kasih kesempatan aja Ta."

"Giana, lo udah bangun?" Rupanya sahabatku itu sudah bangun sejak tadi, "jangan so tau siapa juga yang lagi mikirin Naka."

"Emang gue bilang Naka." Balasnya menyebalkan. "Dijidat lo itu terpampang nyata mikirin Ken Ranaka," Giana bangkit dari kasur lalu menyentil dahiku tanpa rasa bersalah dan langsung ngacir ke kamar mandi.

"Sejelas itu ya." Gumamku.

Kesempatan? Haruskah?

H-1 jelang acara puncak, persiapan sudah 95% rampung, dan sekarang kami sedang mengadakan rehearsal untuk terakhir kalinya, dan teman-temanku tetap saja datang guna membantu persiapan.

Dan disinilah kami sekarang duduk melingkar di salah satu meja tamu. Ada Dilan, Gilang, Riri, Agnes, Leni, Bumi dan Giana yamg masih bolak balik mengecek persiapan, untungnya Naka belum datang jadi aku bisa santai mengobrol dengan mereka.

"Rencana kita buat liburan di villanya Akbar abis acara ini jadi gak?"

"Acara apa Ri? Kalian ada acara lain abis reuni?" Tanyaku yang merasa ketinggalan informasi.

"Lo gak baca grup kelas ya?" Ucap Agnes sewot dengan suara toanya yang membuatku kaget.

Aku meringis, karena aku sadar gak pernah mengikuti obrolan di grup, "Sorry gue belum sempet buka."

"Lo ikut gak Ta?"

"Emang mau pada kemana sih?" Jujur aku gak tau sama sekali apa rencana mereka.

"Jadi rencananya abis dari sini kita mau pada ke Puncak, kebetulan si Akbar teman kita si pengusaha properti itu punya Villa di disana, dia udah nawarin kok, jadi tinggal kita-kita aja nentuin mau kesananya kapan." Jelas Riri panjang lebar.

"Elo ikut ya Ta?" Bujuk Dilan.

"Emangna kenapa kalo gue ikut?"

"Soalnya kalo lo ikut Giana pasti gak akan mikir dua kali buat ikut juga." Dilan ternyata masih belum nyerah buat dapetin Giana, aku hanya berdecih mendengar modus Dilan.

Saat kami sedang asyik berbincang, hal yang paling tidak aku harapkan terjadi, yang mendasari seluruh keputusanku, kenapa aku sembunyi dan lari.

Naka datang bersama dia, Yasmin. Aku langsung pergi menjauh setelah melihat dua sejoli itu datang dengan bergandengan tangan, seperti dejavu, aku kembali merasa terasingkan seperti lima tahun lalu.

"Tuhan... kenapa rasanya masih sesakit ini," sakit sesakit-sakitnya, hanya saja air mata ini menolak untuk keluar sehingga benjolan di dada ini terasa begitu menyiksa.

"Kenapa aku masih belum bisa terima ketika melihat Naka dengan Yasmin lagi, padahal selama lima tahun ini aku selalu meyakinkan diri untuk ikhlas kalau mereka masih bersama," tapi pada kenyataannya berusaha ikhlas dan menerima itu hanya bualan belaka.

Lalu apa maksudnya dengan perkataan dia semalam, tentang menginginkanku? Tentang sebuah kesempatan. Ucapannya sungguh berbalik dengan apa yang dia pertontonkan hari ini, dia datang bersama dengan Yasmin, dia memperlakukanku sama seperti lima tahun lalu.

Gara-gara REUNIWhere stories live. Discover now