22. Penyentuhan

22.1K 2.3K 706
                                    

"Eits!" Gue segera menutup mulut si Juan yang udah gue tebak bakal kebawa suasana dan bersiap nyium lagi. "Ciumannya bisa ditunda dulu nggak? Gue ... lapar," ucap gue sembari nyengir malu.


Dia menghela napas setelah itu menarik kursi yang berada tepat di sisi gue. "Have a seat."

Gue meliriknya sebelum memperhatikan kursi. "Itu artinya elo nyuruh gue duduk, kan?" tanya gue memastikan.

"Gak. Ngangkang lo sana! Banyak nanya," jawabnya terdengar kesal.

Yee, bangsul. Cepet amat sisi mesranya luntur. Alhasil gue duduk sambil misuh-misuh, kemudian mulai mengamati menu yang tertata di meja satu demi satu. Ayam panggang utuh berwarna cokelat keemasan yang tampak empuk persis seperti tampilan ayam yang sering gue lihat-lihat di televisi. Ditambah tumis kubis tanpa kuah--keliatan gurih buat dikunyah. Lalu ada ikan emas bumbu merah yang pedasnya pasti mantul banget, juga puding warna-warni ini. Minumannya warna merah yang gue perkirakan es stroberi atau malah semangka. Mana rona nasinya memancarkan aura yang pulen dan berkualitas. Beras orang kaya rasanya pasti beda dari yang sering nenek gue beli dan masak.

"Elo sengaja ya nyiapin semua makanan ini buat gue?" tanya gue lagi, nggak bisa menahan senyum.

Juan mengerling gue galak. "Bisa nggak kekepoan elo itu disimpan untuk beberapa jam ke depan? Mendingan elo makan supaya mulut lo itu diem sebentar."

Senyum gue hilang diganti dengkusan begitu mendengar protesnya. "Elo kenapa berubah jadi judes begini, sih? Padahal baru aja tadi elo keliatan ... ya, itu deh!" Ogah banget gue nganggap Bangsat ini romantis.

Dia menyeringai. "Menurut lo gue romantis, ya?"

Tck, ketebak segala. "Dikit." Gue menyiduk nasi ke piring sebanyak empat kali. Porsi makan gue emang setara orang kuli.

"Thanks." Juan gantian mengisikan nasi ke piringnya sendiri.

Gue meneliti bentuk piring bagus yang sekali pecah diganti sama HP butut gue aja gak akan setara ini. "Ternyata ini tujuan elo nanyain makanan kesukaan gue apa," ujar gue sembari menyendok lauk. Ikan dan bumbu merah ditambah tumis kubisnya. Euh, tapi gimana cara gue ngambil ayamnya? Ditarik paksa gitu? Gak enak kesannya, padahal ini ayam udah tewas juga.

Seakan-akan mengerti apa mau gue, Juan bantu mengambilkan potongan paha ayam. "Iya. Gue mau tau banyak hal tentang elo selaku pacar gue. Berkat elo, gue jadi punya suatu keinginan selain untuk meraih cita-cita."

Daging ayam dan ikan gue aduk bersama. "Apaan?" Lalu memasukkan suapan pertama ke mulut.

SEDAP MAMPUS INI MAKANAN. Si Bangsat ini belajar masak dari mana coba? Chef Juna apa? Parah enaknya. Warung nasi padang dan masakan warteg mah lewat, deh.

Dia memandang gue lembut mengetahui gue yang tampak menikmati masakannya. "Bikin elo bahagia." Kunyahan gue tertahan. "Bisa ngeliat senyum dan tawa elo seterusnya di samping gue. Dan segala hal yang terdengar menggelikan lainnya." Dia terkekeh. "Lucu, sih. Gue dulu selalu ngetawain cewek-cewek yang maunya nempelin gue melulu. Berpikir mereka yang muja-muja gue dan menganggap gue adalah raja di dunia ini sebagai makhluk konyol. Eh, sekarang giliran gue berlaku begini ke elo. Jatuh cinta emang aneh." Kepalanya menggeleng heran.

Akhirnya makanan mampu gue telan. Agak ragu gue bersuara, "Kalo gue tanya, apa sebenarnya yang bikin elo suka ke gu--"

"Muka lo." Juan menyahut cepat memotong tanya.

Si Bego Kesayangan Bangsat (SBKB#1) [BL Story] ✔️Where stories live. Discover now