Chap 9: Mawar Merah [+21]

38.4K 887 14
                                    

"Hei, Mom," sapa Axton kepada Wella yang hanya duduk mematung di tepi kasur. Tatapannya kosong dan tampak sedang melamunkan sesuatu.

Axton membuang nafas lelah. Tapi ia berusaha mengukir senyum dan menutup pintu kamar. Kemudian berjalan ke arah jendela. Melirik kebun kecil mawar merah di bawah sana. Suasana musim semi pagi ini membuat bunga-bunga itu tampak mekar dengan indah.

Ia tahu betul bahwa Ibunya suka bercengkraman dengan bunga-bunga itu—sebelum pengkhianatan Ayahnya terjadi dan merusak momen kebersamaan mereka selama ini. Bunga-bunga itu bahkan dulu menjadi saksi bisu setiap aktifitas keluarga mereka di pagi hari.

Kecupan mesra yang diberikan Ayahnya kepada Ibunya...

Elusan lembut di puncak kepalanya sebagai bukti kasih sayang seorang Ayah untuknya...

Dan Axton tidak akan membiarkan bunga-bunga itu mati. Ia tidak ingin Ayahnya tertawa dan melihat seberapa hancur Ibunya. Lewat bunga-bunga itu, Axton ingin membuktikan bahwa semuanya masih sama, sekalipun terjadi sedikit perubahan.

Ia percaya bahwa suatu hari di masa depan Ibunya akan kembali. Layaknya kuncup bunga mawar yang mekar, Ibunya akan kembali tersenyum.

"Aku berusaha agar bunga-bunga itu terus tumbuh indah Mom," gumam Axton. Ia lalu berbalik, memandang getir wajah Wella yang terlihat kehilangan gairah hidup.

Meskipun dirinya tidak memiliki ikatan darah, tapi Axton bisa merasakan seberapa dalam luka yang ditorehkan Ayahnya terhadap Ibunya. Dan membiarkan bajingan itu bahagia, sementara Ibunya menderita adalah sebuah kesalahan besar, juga terasa tidak adil.

Hingga hari itu Axton melakukan sesuatu yang ia rasa tepat. Mengakhiri hidup Ayahnya juga wanita sialan itu.

"Aku tidak pandai merawatnya Mom. Jadi aku meminta Gloria untuk mengurusnya."

Setelah itu Axton mendekati Wella. Setengah berlutut dan meraih satu tangan rapuh Wella. Menyelipkan setangkai bunga mawar agar digenggam Ibunya. "Cepatlah sembuh Mom dan peluk aku. Karena aku sangat merindukanmu."

Kepala Axton terangkat menatap sendu Wella yang masih setia memandang lurus ke depan dengan pandangan hampa. "Aku tahu bahwa kau sangat suka merawat bunga-bunga ini. Jadi aku memetikkan satu untukmu."

"Selamat ulang tahun, Mom. Ini hadiah yang sama setiap tahun yang selalu aku berikan untukmu."

Tiba-tiba setetes air mata mengalir di pipi Wella, membuat Axton hendak menyekanya, "Mom..."

Namun Wella kambuh lagi dan berteriak, "Pergi!!"

Setangkai mawar itu seketika terlempar begitu saja. Axton berdiri dan hatinya mencelos melihat Wella yang sekarang menangis histeris, menjambak rambut sendiri dilanjut menutupi kuping dan diakhiri meringkuk ketakutan sambil menggeleng di ujung ranjang.

Lalu sebuah bantal dilempar Wella ke sembarang arah ketika Axton tengah memungut setangkai bunga mawar itu. Nanar, ia memandang Ibunya.

"Pergi!!!" Lagi jeritan itu terdengar nyaring.

"Tuan Ax..." Tiba-tiba pintu terbuka memunculkan Thomas, bodyguard yang mengabdi untuknya. "Anda baik-baik saja?"

Tidak ada jawaban dari Axton.

Selama sesaat Axton cuma bisa bergeming menyaksikan beberapa perawat yang selama ini bertugas membantu menenangkan Ibunya mulai memasuki kamar. Jeritan memekakkan itu menjadi bukti hilangnya kendali Wella lagi. Jeritan yang sukses meremas jantung Axton.

"Pergiiii!!!" Wella melompat dan meronta ketika kedua tangannya dicekal oleh beberapa perawat sebelum lemas kemudian akibat sebuah suntikan.

Perlahan kelopak mata Ibunya itu tertutup dan tubuhnya mulai dibaringkan di ranjang. Axton yang memerhatikan semua itu hanya terdiam. Ia kemudian mengusap mulutnya frustasi dan keluar dari kamar itu, melepas bunga mawar yang dipungutnya ke lantai.

End Game [complete]Where stories live. Discover now