21. Najis

14.7K 1K 41
                                    

"Ga usah bangun-bangun, ish!"

Raras mendesah pelan, niatnya untuk mengambil handphone-nya yang berada diatas nakas ia urungkan demi menuruti permintaan Galang. Pinggang rampingnya didekap erat, kepala cowok itu tenggelam dalam dadanya yang terbalut piyama bermotif donat.

"Hape aku geter, Lang."

"Pilih hape apa gue?"

Raras tidak mengerti, seharian ini Galang nampak sangat-sangat berbeda dari biasanya. Pria itu benar-benar banyak bicara, tapi tidak pernah menghilangkan ciri khas 'dingin'nya. Bisa dibilang dia berubah lebih cerewet namun kosakata yang dia keluarkan benar-benar menusuk siapa saja yang ia ajak bicara.

"Keluar yuk, Lang. Masa dari pagi sampe sore gini kerjaannya di rumah mulu," ajak Raras pada pria didekapannya.

Galang menggeleng tanpa mendongakkan kepalanya. Wajahnya tetap berada di dada Raras, dengan nafas yang sengaja dia hembuskan didepan dada cewek itu.

Benar-benar nakal.

"Kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba gini," heran Raras pada kekasihnya itu.

"Kepo."

"Kalo ditanya itu jawabnya yang bener. Ngerti ga?"

"Yang bener," ujar Galang terlewat sangat amat santai.

"IIH KOK GITU SIH?!"

"Diem! Mulut lo bau kambing"

☘️☘️☘️

Galang semakin merapatkan tubuhnya pada Raras saat dirasa angin dingin malam menyapa lembut kulit tubuhnya. Tangannya mendekap Raras erat seolah tidak akan ada hari esok untuk mengulanginya lagi.

Galang berdehem, menciptakan suara rendah yang mampu membuat Raras merinding didekapannya.

"Cium," pinta cowok itu.

"Dih?"

Raras mematikan kompornya, kemudian mengambil mangkuk dengan susah payah lantaran tubuhnya yang dipeluk erat oleh Galang dari belakang. Tangannya berusaha menuangkan tumisan yang baru saja ia buat kedalam mangkuk tadi.

Setelah selesai dengan urusan makanan, dengan cepat Galang memutar tubuh Raras kemudian segera menempelkan bibirnya pada bibir ranum gadis itu.

Tanpa melepas ciumannya, cowok itu mendorong Raras pelan agara bergeser ke sebelah kompor. Tangan Galang yang berada tepat dipinggang Raras mengangkat gadis itu untuk duduk diatas pentry.

Tangannya terus menelusuri tubuh Raras yang hanya dibalut baju baby doll bermotif batik. Dikarenakan bajunya terlalu besar, Galang dengan mudah menyingkap atasan Raras tanpa ragu.

"Mmmhh.."

Galang berhenti di bibir. Kepala cowok itu turun menelusuri leher jenjang Raras yang cukup penuh dengan keringat. Bibirnya bergerak kesana kemari untuk sekedar mencium ataupun menjilat leher putih milik pacarnya.

Cukup lama saat itu terjadi, hingga Galang menempelkan jidatnya pada jidat Raras. Menepis jarak antar wajah mereka. Keduanya saling memburu napas yang tadi terasa sulit untuk dihirup.

"Ngagetin aja," ujar Raras pelan.

"Lo nya juga bisa ngimbangin," ucap Galang setengah berbisik.

Raras memejamkan matanya, memasok udara sebanyak-banyaknya akibat permainan mendadak dari Galang sesaat yang lalu. Sebuah kecupan mendarat tepat di bibirnya. Hanya kecupan singkat tanpa memiliki lumatan.

"Ayo makan," ajak Raras hendak turun, namun segera ditahan oleh tangan Galang yang masih setia bertengger dipinggangnya.

"Ntar dulu," cegah Galang.

"Kenapa?" tanya Raras sembari mengernyitkan dahi.

"Masih kangen," rengek Galang memepetkan tubuhnya.

"Apaan sih. Udah ayo makan, keburu dingin nanti ga enak."

"Tinggal makan lo aja."

"Galang, gue geplak mulut lo ya!"

"Pake bibir!"

"Dih, najis." Raras berhasil melepaskan diri dari kungkungan Galang. Mengambil mangkuk tadi kemudian meletakkannya dimeja melengkapi rentetan lauk pauk lain yang sudah disiapkan.

"Najis gini juga tadi lo nikmatin. Muna!"

"MAKAN DILUAR AJA LO SANA!"

HUGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang