BAB 13

164 34 38
                                    

A good marriage is the union of two forgivers

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham

|

|

Kantor sudah sepi. Udara di dalam CrazyMove perlahan mulai menghangat karena pendingin ruangan sudah dimatikan beberapa waktu yang lalu. Jiyeon berjalan ke pintu ruangan Seungho tanpa bersuara. Jiyeon mengintip sebentar di pintu ruangan yang sedikit terbuka. Bosnya itu sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya sambil berdiri menghadap ke jendela. Satu tangannya berada di saku celananya. Raut wajahnya serius.

Meskipun kejadian tempo hari antara dirinya dan Seungho sempat membuat pikirannya kacau, dia tidak membiarkan itu menguasai hatinya. Dia menganggapnya sudah lewat. Dia berpikir mungkin mereka berdua hanya terlalu larut dalam emosi sesaat yang sesungguhnya tak patut untuk dipikirkan.

Setelah kejadian itu, Seungho pun bersikap biasa, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

Jiyeon kembali menarik napas satu kali sebelum ....

Tok ! Tok ! Tok !

Seungho mengangkat wajahnya dari iPad yang sedang dipelototinya dengan serius. Dia baru saja menutup ponselnya. Senyumnya merekah begitu melihat Jiyeon berdiri di depan pintu.

"Sibuk?" tanya Jiyeon singkat.

Sebagai jawaban, Seungho memutar iPad-nya serta menatap Jiyeon penuh arti. Jiyeon tersenyum kecil serta menggelengkan kepala. Ternyata, di sana bukannya tertera chart kerjaan atau setidaknya kotak masuk surel, melainkan game Angry Bird.

"Aku sudah mau pulang. Kamu masih butuh sesuatu?"

Seungho berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Tidak. Sebentar lagi aku juga akan pulang. Hari ini sudah cukup melelahkan. Sudah jam tujuh. Sorry, ya, bikin kamu lembur hari ini."

"Pulang? Bukannya kamu ke gym hari ini? Apa sudah terlalu capek?" Jiyeon sedikit menyindir Seungho yang memang tergila-gila dengan olahraga. Hampir tiap hari laki-laki itu berolahraga ke gym langganannya.

Seungho menyandarkan punggungnya ke kursi dengan tangan di belakang kepala. "Tadinya, ingin bolos, tapi karena sudah diingatkan ...." Dia mengangkat bahunya. "Ya, sudah."

Jiyeon memutar bola matanya.

"Oh, ya, a quick reminder. Besok ada meeting dengan klien, lalu mau cek syuting iklan juga. Terus, jangan lupa kamu juga ditunggu sama Sejong di rumahnya setelah jam satu siang."

Seungho nyengir. "Terima kasih sudah diingatkan. Nanti malam aku pasti akan mimpi indah mengenai kesibukan besok."

Jiyeon tertawa mendengar perkataan Seungho yang sedikit sarkastis. "Baiklah, sampai besok, ya."

"Hati-hati, Jiyeon."

Jiyeon berjalan di basement tempatnya memarkir mobil. Dia juga melihat mobil Seungho terparkir tak jauh dari mobilnya. Jiyeon mengambil kunci dari dalam tas dan membuka pintu mobil. Begitu dia mulai menyalakan mesinnya, mobil tidak menyala. Berulang-ulang dia menyalakannya, mobil tetap tidak mau merespons. Mesin mobil hanya berbunyi sebentar, lalu mati.

For Better or WorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang