BAB 29

250 45 83
                                    

A good marriage is the union of two forgivers

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham

|

|

ALL JIYEON POV

"Jiyeon, saya mau bicara sebentar, boleh?"

Aku menaruh tas olahragaku kembali. Nyonya Go sudah duduk di ruang tamunya. Rumah ini sangat besar, aku tak henti terkagum-kagum dengan barang-barang berharganya yang bertebaran. Ada keramik China yang antik, pajangan kristal berbentuk kuda, dan kain yang melapisi bantal di sofa terbuat dari sutra.

"Sini duduk, Jiyeon." Nyonya Go menepuk sofa berwarna putih yang tidak berani aku dekati karena terlalu bersih. Aku duduk di samping Nyonya Go.

"Ada apa, Nyonya?"

"Sudah berapa lama, ya, saya latihan dengan kamu?"

Aku berpikir sesaat, antara memikirkan kapan aku mulai melatihnya dengan memikirkan mengapa dia bertanya seperti itu. "Sekitar dua bulan lebih sedikit."

Nyonya Go manggut-manggut. Aku tidak bisa menebak raut wajahnya. Terkadang dia bisa begitu ceria dan banyak bicara, tetapi ada kalanya dia juga begitu serius, terkadang berkelana sendiri dengan pikirannya.

"Selain mengajar, kamu tertarik untuk melakukan apa lagi?"

Aku tidak bisa menangkap arah pembicaraannya. "Hm ...rasanya yoga sudah menjadi dunia saya. Tidak ada yang lain lagi. Lagi pula, saya melakukannya karena tidak terikat oleh waktu seperti jam kantoran sehingga saya tidak kehilangan waktu dengan anak-anak."

Nyonya Go diam saja. Pandangannya tidak mengarah kepadaku, tetapi tertuju ke suatu tempat. Sepertinya, dia sedang berpikir keras. Pada saat seperti ini, aku memanfaatkan kesempatan memperhatikan detail wajahnya. Nyonya Go wanita berumur 50-an, tetapi bagiku penampilannya jelas tidak seperti wanita setengah abad karena dia menerapkan hidup sehat dan tidak pernah menyentuh operasi plastik. Kerutan mengisi ujung mata dan ujung bibirnya, yang bukan menguranginya, malah menambah kecantikan alaminya. Tubuhnya juga masih langsing. Penggemar sepatu ini adalah seorang vegetarian.

Rumah sebesar ini hanya dia tinggali berdua dengan suaminya karena ketiga putrinya bersekolah di luar negeri. Sementara itu, suaminya sibuk dengan perusahaannya. Aku rasa beliau merasa kesepian meskipun dia punya grup arisan yang berkumpul tiap bulannya.

"Saya sedang berpikir, Jiyeon. Bukan, bukan berpikir. Saya sudah berencana untuk membuat sebuah tempat yoga, yang lain daripada biasanya. Ada studionya, ada halaman belakang yang luas untuk yoga dengan suasana outdoor. Sebuah tempat yang menenangkan dan menyejukkan hati. Bukan untuk saya saja, loh, tapi juga untuk semua pencinta yoga."

Aku mengangguk. Aku belum paham ke mana arah pembicaraannya. Jadi, aku diam saja dan menunggu. Nyonya Go menegakkan punggungnya dan menggenggam tanganku, "Jiyeon, saya mau kamu tahu saya menikmati setiap sesi yoga yang dibawakan oleh kamu. Saya bersyukur bisa bertemu denganmu."

For Better or WorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang