Chapter 8

694 100 16
                                    

"Woy!!!" Aku mengerjap saat seseorang menggebrak mejaku. Ku lihat Ilmi tengah tersenyum tanpa dosa di hadapanku.

"Bisa gak sih kalo datang itu ucap salam? Bikin kaget aja!" Untung saja jantungku ini masih setia berada di tempatnya.

Ilmi menyimpan tas nya kemudian duduk di sebelahku. "Enak aja! Gue udah ucap salam ya! Gue juga udah coba buat panggil lo, tapi lo masih aja asik melamun. Mikirin apa sih lo?" Balas Ilmi tak kalah kesal. Memang iya Ilmi tadi memanggilku?

"Sorry Mi, gue lagi kepikiran sama mimpi gue tadi malam." Mengingat tentang mimpi itu entah kenapa membuatku seketika merasa sedih.

"Mimpi apa sih? Tumben banget lo sampai kepikiran?" Tanyanya.

Aku menghela nafas sejenak. Mumpung tidak ada Aulia jadi aku bisa bercerita pada Ilmi. "Tadi malam gue mimpi kalo Aulia sama Alifian itu pacaran. Mereka pacarannya tuh mesra banget, dan mereka pacarannya di kelas. Yang bikin gue merasa miris tuh, mereka pacaran di depan gue. Dan gue cuma bisa lihat mereka sambil nahan tangis. Kan nyesek Mi!" Kataku sambil menggoyangkan lengan Ilmi.

Aku tahu ini hanya mimpi, tapi entah kenapa aku malah resah jika mengingatnya. Rasanya aku tak siap jika mimpi itu menjadi nyata.

"Ih bete! Bete! Bete!" Suara Aulia yang cukup kencang membuatku dan Ilmi mengalihkan pandangan kami padanya yang berjalan dengan wajah ditekuk. Kenapa?

"Lo kenapa pagi-pagi udah bete?" Tanya Ilmi mewakili aku yang ingin bertanya hal yang sama.

"Gue kan tadi ke kantin niatnya pengen ketemu Alifian, tapi dia gak ada ke kantin. Kan gue bete!" Kata Aulia kesal. Huh! Tahan! Aku tak boleh cemburu.

Aku mengelus bahu Aulia pelan. "Mungkin emang dia gak pernah ke kantin kalo pagi." Aku berusaha menenangkan padahal hatiku jauh lebih tidak tenang mendengar Aulia sengaja pergi ke kantin hanya untuk bertemu Alifian.

Katakanlah aku munafik. Mencoba menenangkan Aulia dan mendukungnya padahal aku juga menyukai Alifian. Aku sudah berusaha melupakan Alifian, tapi perasaan tidak semudah itu untuk hilang.

Semua butuh waktu. Semua butuh proses. Tidak bisa terburu-buru, tapi aku akan selalu mencoba melupakannya. Untuk saat ini, biarlah aku mengikuti alurnya saja entah akan berakhir seperti apa.

"Tapi ya, tadi kan gue ketemu Adinda terus gue tanya dong tentang Alifian. Nah kata Adinda dia tuh emang belakangan ini jarang ke kantin, katanya sekarang dia lebih sering bawa bekal dari rumah. Enggak tau sih apa sebabnya, tapi katanya kalo setiap sarapan pasti kotak makannya itu terus dan dia kayak senang banget gitu kalo liat kotak makannya." Kata Aulia menggebu-gebu.

Apa katanya? Kotak makan? Mungkinkah?

Ku lihat Ilmi melirikku sekilas. "Dari someone spesial kali kotak makannya." Katanya.

Aku tahu maksud Ilmi. Tapi aku tidak mau terlalu percaya diri. Dan kembali lagi rasa ini harus segera ku hapus. Demi Aulia.

"Udah, lo coba lagi aja nanti. Siapa tau kalo istirahat dia ke kantin." Kata Ilmi yang dibalas anggukan oleh Aulia.

Setelahnya tidak ada lagi percakapan antara kami bertiga. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing sampai bel masuk berbunyi dan kami kembali ke tempat masing-masing.

****

"Ayo ih cepat! Lama banget sih kalian! Itu Alifian mau ke kantin."

Aku dan Ilmi saling melirik sebentar. Ini benarkan Aulia sahabat kami yang cerdas itu? Kenapa sekarang malah terlihat agresif?

Loving You Where stories live. Discover now