Chapter 11

619 111 12
                                    

"Kalau kau senang hati tepuk tangan..."

Prok... Prok... Prok...

"Kalau kau senang hati injak bumi..."

Duk... Duk... Duk...

"Kalau kau senang hati ya memang ya begitu... Kalau kau senang hati tepuk tangan..."

Prok... Prok... Prok...

"Sumpah ya Prill, lo kayak bocah banget!" Aku menghiraukan protesan Ilmi. Terserah hari ini Ilmi mau bilang apa, aku tidak akan marah karena hari ini aku sedang bahagia.

"Mon maap ini wilayah anak SMK, kalo mau nyanyi seperti anak kecil lebih baik adek pindah saja ke TK yang di sebelah sekolah ini." Kali ini giliran Aulia yang protes. Duh, mereka kenapa sih tidak membiarkan aku bernyanyi? Memang salah aku bernyanyi seperti itu?

"Dikacangin dong, wah parah nih manusia!" Kata Ilmi sambil menoyor kepalaku. Kebiasaan!

Aku menatap Ilmi tajam. "Apa sih? Tolong dong jangan buat mood gue berantakan!"

Kulihat Ilmi memutar bola matanya. "Lagi juga lo ngapain nyanyi lagu kayak gitu? Kayak bocah banget sih!" Katanya.

"Ada yang salah? Gue kan lagi bahagia, gapapa dong gue nyanyi lagu yang sesuai dengan suasana hati gue?" Aku tidak salah kan jika bernyanyi sesuai dengan suasana hatiku?

"Terserah! Udah ah gue mau balik!" Kata Ilmi kemudian berlalu bersama Aulia meninggalkan aku sendiri.

Aku berlari mengejar langkah mereka. "Tunggu eh! Gue juga mau balik." Huh! Menyebalkan sekali kedua sahabatku ini, seenaknya saja meninggalkanku.

"Prill!" Aku, Ilmi dan Aulia menghentikan langkah kami saat tiba-tiba Ziva datang menghampiri kami.

"Ayo balik!" Ajakku yang dibalas gelengan oleh Ziva.

"Gue masih ada ujian praktek." Katanya menjelaskan. Loh? Aku kira ujian prakteknya sudah selesai, ternyata belum.

"Terus gimana? Lo gak jadi ikut?" Tanyaku akhirnya. Bagaimana ini? Jika Ziva tidak ikut maka aku tidak akan bisa pergi karena orangtuaku pasti tidak akan mengizinkan aku untuk pergi sendiri.

"Gue ikut kok, nanti pokoknya setelah ujian selesai gue mau langsung izin pulang duluan. Lo tunggu aja di halte dekat komplek rumah, nanti gue temui lo di sana." Jelasnya. Huh... Syukurlah!

"Terus baju lo?"

"Ada di tas, gue udah antisipasi kok jadi nanti kita tinggal berangkat." Ah... Lega sekali aku mendengarnya. Semoga saja tidak ada lagi yang menghambat pertemuanku dengan Ali.

Iya, hari ini adalah hari Sabtu di mana Aliando akan mengisi sebuah acara penghargaan film sekaligus untuk mempromosikan filmnya yang akan tayang dalam waktu dekat ini. Wajar bukan jika aku bersikap seperti tadi? Jujur aku sangat bahagia karena setelah sekian lama akhirnya kami akan bertemu lagi.

"Ya udah kalo gitu gue duluan, mau prepare buat ketemu pacar." Kataku dengan semangat yang malah membuat ketiga orang di hadapanku menoyor kepalaku bersamaan. Duh, kenapa sih mereka hobi sekali menoyor kepalaku?

"Lo kapan sadarnya sih? Heran gue, lo betah banget ngehalu." Kata Ziva.

Aku terkekeh. "Emang gue halu? Enggak ya! Ali kan emang pacar gue." Balasku yang membuat Ziva memutar bola matanya. Pasti dia malas mendengar kehaluanku, padahal aku dan dia tak ada bedanya. Ziva juga sering berkhayal tentang Ali, tapi itu semua hanya untuk seru-seruan kami saja.

"Tapi yang lo maksud Aliando kan, bukan Alifian?" Pertanyaan macam apa itu? Kenapa Aulia bisa terpikir untuk bertanya seperti itu?

"Menurut lo?" Aku balik bertanya.

Loving You Where stories live. Discover now