Takdir yang Terlalu Ekstrim

12K 925 25
                                    

+3000 word, dan aku minta ramein bab ini😭🙏

Terima kasih dan selamat membaca🥰🥰🥰

❤❤❤❤❤

"Kata Arsa kamu ketemu lagi sama Adrian. Gimana dia sekarang?" tanya Mama tiba-tiba terlihat sangat antusias. Jangan aneh, Mama memang tahu semuanya. Di saat semua orang bosan dengar curhatanku tentang Adrian, termasuk Arsa, cuma Mama yang jadi pendengar keluh kesahku. Mama tahu bagaimana aku yang  jatuh cinta lalu patah hati karena kelakuanku sendiri. Lucu ya, aku cuma bisa tertawa miris.

"Dia udah nikah, Ma. Anaknya cowok, sekitar umur 3 tahun." Aku mengambil alih toples dari tangan Mama yang baru terisi setengahnya. Mending ngurusin kue kering daripada ngomongin Adrian yang udah punya momongan lucu. "Jangan dibahas lagi ya, Ma."

Mama tersenyum, lalu mengelus lembut rambutku sebelum pergi ke dapur. "Lanjutin isi toplesnya ya! Mama mau angkat yang di Oven."

Setelah semua kue kering buatan Mama tersusun di toples kaca yang hanya terisi tiga per empatnya, aku menyusul Mama. Niatnya mau nanyain kue kering lainnya, siapa tau aja masih ada buat penuhin toples, tapi mendadak ingat ajakan Arsa. Jadinya aku malah duduk sambil liatin Mama yang hilir mudik depan oven listrik.

"Ma, aku diajak Arsa nonton malam ini. Boleh ikut nggak?"

Mama urung membuka tutup ovennya, dan berbalik menghadapku, terus nanya, "kamu sama Arsa itu pacaran atau gimana?"

Seumur-umur aku baru dengar pertanyaan ini dari Mama. Demi apapun, setelah hampir sepuluh tahun aku bergaul sama Arsa, kenapa Mama baru nanya sekarang?

Tentu aja jawabannya, "nggaklah, Ma! Aku mana mau pacaran sama yang modelan Arsa kayak gitu. Ada-ada aja."

"Loh, orang Arsa sendiri yang bilang."

Arsa lagi! Arsa lagi!

Ini kayaknya Mama mulai baperan gaul sama Arsa. "Ma, Arsa itu usil jadi jangan didengerin. Nih ya, kalau kata Maminya, Arsa itu sudah jahil dari perut mula. Masa dia gelitikin Maminya dari dalam perut. Itu sih parah!"

Aku nggak bohong, Maminya Arsa emang pernah cerita gitu sama aku dulu. Arsa cuma gelendotan aja di lengan Maminya, nggak tahu malu, kayak koala, persis. Ini Mama malah percaya aja sama Arsa. Haduhh!

"Masih mending Arsa. Lah kamu tendang-tendang Mama dari dalam perut, dikira nggak nyeri apa?!" balas Mama malah nyolot.

"Oh, yang itu! Iyaa mungkin waktu itu aku lagi tidur, Ma, jadi nggak inget." Sebenarnya itu jawaban Arsa waktu itu, jadi aku tiruin aja sekalian. Lagian, siapa juga yang inget masa-masa saat dalam janin. Waktu Mama hamil aku kayaknya belum ada USG, soalnya Mama nggak pernah bahas foto USG-ku.

"Kamu tanya aja sama Papamu, boleh nggak keluyuran malam-malam," balas Mama kemudian sebelum kembali pada kegiatan awalnya.

"Aku bukan keluyuran, Ma. Cuma nonton aja," belaku. Aku benar kan?

"Iya, tapi kan nontonnya di luar rumah."

Ini kalau diterusin, aku ngeyel, Mama bakal lebih ngeyel lagi, terus debat. Aku malas, jadi aku iya-in aja.

The Past Future [END]Where stories live. Discover now