BAB 17 TAKUT

9K 1K 10
                                    


Bella meringkuk di atas kasur. Sebenarnya dia sudah lebih sedikit tenang. Hanya saja tiap kali dia memejamkan mata pasti bayangan buruk itu kembali datang. Suara Reno masih terus terngiang di telinganya. Jadi tiap kali dia tertidur pasti akan terbangun lagi dan berteriak. Hal itu membuat Alvin terus menerus mendekapnya dan menenangkannya.

Suara Alvin yang dengan khidmat melantunkan ayat-ayat suci Alquran membuat Bella tenang. Malam sudah larut, suara-suara dari ruang tamu dan keluarga sudah berangsur surut. Ibu dan keluarganya Alvin pasti sudah tidur. Mereka memang menjaga dengan berkumpul di rumahnya ini.

Bella mencoba memejamkan matanya lagi tapi tidak bisa menenangkannya. Akhirnya dia membuka mata lagi. Bertepatan dengan selesainya Alvin mengaji. Pria itu sudah beranjak berdiri dan melipat sarung yang baru saja dikenakannya.

"Luv, makan ya?"

Tapi Bella hanya menggelengkan kepalanya membuat Alvin terlihat muram. Pria itu sudah berganti pakaian dengan kaos dan celana selutut.

"Kamu belum makan dari tadi "

Alvin kini duduk di tepi kasur. Lalu menyingkirkan helai rambut yang menutupu wajah Bella. Mengusap kepalanya dengan begitu lembut.

"Aku suapin ya?"

Bella lagi-lagi menggelengkan kepala.

"Kakak tidur aja kalau lelah. Dari tadi belum istirahat."

Ucapnya lirih yang membuat Alvin kali ini mengggelengkan kepalanya.

"Enggak. Aku akan menjagamu Luv."

Perih hati Bella mendengar Alvin mengatakan itu. Dia masig terlalu jijik saat merasakan tadi Reno menyentuhnya di tempat yang tak semestinya. Dia merasa buruk di hadapan Alvin.

"Mau aku ceritain sesuatu?"

Alvin mengulurkan tangannya untuk menarik Bella. Alvin membuat Bella kini duduk di pangkuannya lagi. Lalu tangan suaminya itu melingkar di perutnya dan menjaganya. Bella merebahkan kepalanya di bahu Alvin.

"Aku mau cerita. Dulu, ada seorang anak gadis yang sejak pertama sudah mengganggu tidurku."
Alvin mengusap rambut Bella dan membuat Bella memejamkan matanya karena terasa menenangkan.

"Tiap kali melihatnya aku merasa kalau gadis itu sangat cantik. Seperti Rapunsel di tokoh kartun yang sering dibaca Caca sejak kecil."

Bella agak tersenyum karena dia juga menyukai Rapunsel. Putri Raja yang dikurung du atas menara dan mempunyai rambut yang sangat panjang itu.

"Dia cantik dan kalem. Gadis itu tidak pernah mau memandangku. Sepertinya dia sebal denganku. Ehmm mungkin karena aku sudah tua ya?"

Bella kali ini membuka matanya dan melihat Alvin menunduk untuk menatapnya.

"Kak Alvin memang udah tua."

Akhirnya dia menjawab, dan membuat Alvin kini menyunggingkan senyumnya dan memamerkan lesung pipinya.

"Aku belum ubanan loh Luv jadi belum tua."

Bella kali ini tersenyum tipis.

"Ayah Zain juga gak ubanan Kak. Tapi udah punya anak segede kakak."

Alvin mengernyit dan kini mengusap rambut Bella lagi lalu mengecup keningnya. Rasa hangat langsung menerpa wajahnya.

"Berarti tua gak harus ubanan ya? Eh tapi kalau ubanan juga udah mesti tua ya?"

Pertanyaannya itu membuat Bella akhirnya tersenyum lebar. Lalu Alvin menatapnya lekat.

"Aku seneng kamu udah bisa tersenyum. Sebenarnya saat ini aku menahan diri Luv. Ingin rasanya menghajar Reno sampai babak belur dan ingin membuatnya menderita karena membuatmu seperti ini."

Ucapannya itu membuat Bella memejamkan matanya lagi. Dia tidak mau mendengar nama Reno disebutkan lagi.

"Maafkan aku."

Bisikan Alvin membuat Bella membuka matanya lagi. Lalu tangannya kini mengusap dada bidang Alvin.

"Kak..."

"Ya.."

"Sentuh Bella Kak."

Alvin menatapnya lekat lagi. Untuk sekian saat tampak bingung tapi kemudian paham dengan apa yang dikatakannya.

"Tapi kamu...luv sayang aku tidak mungkin menyentuh kamu. Saat ini kamu masih labil dan.."

Tapi Bella langsung menggelengkan kepalanya.

"Aku butuh kakak. Sentuh aku kak... buat aku lupa sentuhan tangan kotor itu di tubuhku. Please kak..."

Bella memohon dan terisak lagi. Dia sudah kehabisan akal untuk menghilangkan trauma yang sudah sangat dalam ini. Lalu dia merasakan Alvin memeluknya erat. Dan mengecupi wajahnya.

"Baik. Aku akan membuatmu lupa dengan semuanya."

*****

Rasa nyaman dan hangat kini menyelimutinya. Bella menggeliat dan mengerjapkan matanya. Semalam, mereka memang bercinta. Tapi itupun dengan sangat sulit. Karena Bella selalu menjerit histeris saat Alvin menyentuhnya. Suaminya itu dengan sangat sabar menenangkannya.

"Luv.."

Suara itu membuat Bella menoleh ke arah sampingnya. Alvin sudah tampaj segar dan baru saja masuk ke dalam kamarnya. Setelah shalat subuh Bella memang pamit untuk tidur lagi karena dia masih merasa lelah. Sedangkan Alvin berpamit untuk menemui keluarganya yang masih berada di rumahnya.

"Kak.."

Bella kini beringsut dan beranjak duduk.

"Makan ya?"

Bella menganggukkan kepala. Alvin meletakkan nampan yang berisi roti bakar dan satu gelas susu.

"Aku suapin?"

Bella hanya menganggukkan kepala lagi. Dia memang masih terlalu lemah karena suasana hatinya masih belum tenang.

Alvin mengambil sepotong roti dan menyuapkan ke mulut Bella. Rasa manis dari selai coklat langsung menguasai mulutnya.

"Habis makan kita pergi ke psikiater. Kamu perlu di terapi."

Tapi Bella menggelengkan kepala.

"Enggak mau Kak. Bella hanya ingin bersama Kak Alvin. Bella belum bisa bertemu orang lain."

Sebenarnya dia memang masih merasa jijik kepada dirinya sendiri dan belum mau berbicara dengan orang lain. Baik itu ibunya maupun Caca sahabat dekatnya.

"Luv.."

Bella menggelengkan kepalanya lagi dan menatap Alvin untuk memohon.

"Bella butuh waktu kak. Bella hanya ingin kakak saja. Temani Bella."

Alvin menyugar rambutnya. Tapi kemudian menganggukkan kepala.

"Baik. Tapi kalau masih di rumah ini kamu masih terus teringat. Bagaimana kalau pindah ke apartemenku saja?"

Bella menghembuskan nafasnya dengan berat.

"Apapun itu kak asal tidak ada orang lain selain kakak."

ISABELLAWhere stories live. Discover now