Empat Belas : Calon Ibu [Bag.2]

21K 2.7K 1K
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Assalamualaikum,
Terimakasih teruntuk yang sudah mau meninggalkan komentar di part kemarin. Sama halnya dengan part kemarin, cerita ini Insyaallah akan berlanjut bila komen sudah mencapai 1k, kenapa demikian? Karena komentar kalian adalah salah satu faktor yang membuat aku semangat untuk terus menulis. Dan mungkin hal itu juga yang membuat aku merasa harus terus menulis karena ada kalian yang menyukai ceritaku dengan tulus, saking sukanya sampai rela berjuang meninggalkan banyak jejak di kolom komentar agar cerita ini cepat dilanjut. Hehe


Selamat Membaca 😊

***

Sebenarnya apa yang terjadi pada Shabiya? Pertanyaan itulah yang sedari tadi berputar-putar di dalam kepala Sakha.

Hari ini Shabiya-nya aneh sekali. Berawal dari tadi pagi, Shabiya mengeluh pusing hingga tidak dapat beranjak dari atas tempat tidur, tapi saat ia pulang kerja keadaan Shabiya terlihat baik-baik saja, wajahnya tak terlihat pucat dan makannya pun lahap tapi tak selang beberapa lama setelah makan Shabiya kembali merasa pusing disertai muntah-muntah, wajahnya pun terlihat pucat pasi. Shaka sudah berniat membawa Shabiya ke rumah sakit agar segera tahu apa yang menyebabkan Shabiya seperti itu tapi Shabiya menolak, mau dipanggilkan dokterpun ke rumah agar tidak perlu repot pergi ke rumah sakit Shabiya menolak, dia bersikeras hanya ingin diperiksa oleh Bunda atau Ayah, kalau bukan oleh Bunda atau Ayah dia tidak mau padahal Shabiya tahu hal itu tidak akan dapat dilakukan karena Ayah dan Bunda mereka kini sedang melaksanakan ibadah haji dan baru akan pulang ke tanah air satu bulan lagi.

Sakha menghela napas panjang, baru kali ini ia merasa kewalahan akan sifat Shabiya yang menurutnya kelewat manja, "Biar Tante Ayana yang memeriksamu, kalau nggak mau sama Tante Ayana gimana kalau sama Tante Citra saja, tadi aku sudah telepon Bunda, Bunda bilang kamu harus segera diperiksa biar tahu apa penyebab kamu muntah-muntah  terus."

Shabiya menggeleng lemah, "Nggak mau. Aku mau diperiksanya sama Bunda dan Ayah, nggak mau sama yang lain." Dan air matapun kembali membasahi pipi Shabiya.

Sakha merebahkan tubuhnya di samping Shabiya, tangan kirinya memeluk pinggang Shabiya sedangkan tangan kanannya membelai pucuk kepala Shabiya, "Bunda dan Ayah kan pulangnya masih lama sayang," ucapnya lembut sesekali bibirnya mengecup kening Shabiya.

"I...iya.. aku tahu..."

"Terus?"

"Pe..periksanya...nan...nanti saja pas Ayah dan Bunda udah pulang," tak lama setelah mengatakan itu tiba-tiba Shabiya melepaskan pelukan Sakha dan langsung berlari menuju kamar mandi, di dalam kamar mandi dia kembali muntah-muntah, mengeluarkan apa yang mungkin masih tersisa di dalam perutnya, meskipun itu hanya air putih.

Sakha berdiri tepat di belakang Shabiya, tangan kanannya memijit tengkuk Shabiya berulangkali berharap hal itu bisa sedikit mengurangi rasa mual yang Shabiya rasakan.

Setelah berhenti muntah-muntah Shabiya kembali menangis tersedu-sedu sambil memeluk Sakha dengan erat, "Pu... pusing, Kak."

"Kita ke dokter yah, sayang?"

"Nggak mau..." Jawab Shabiya tetap keukeuh pada pendiriannya, "Aku nggak...mau ke dokter." Tangis Shabiya semakin kencang.

Sakha & Shabiya | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang