21. 감각 (Sense)

1.6K 113 19
                                    

Jimin langsung bangkit, "Kita ke rumah sakit sekarang!"

Aku masih mengerang kesakitan saat Jimin mengangkat tubuhku dalam gendongannya, dengan gerakan cepat dia membawa tubuhku berjalan ke mobil, mendudukkanku ke kursi penumpang.

"Sabar Ayra, kita hampir sampai," kata Jimin sambil mengusap lenganku, aku mengistirahatkan kepalaku di bahunya sambil memejamkan mata menahan rasa sakit di perutku. Dan perlahan-lahan aku merasakan kesadaranku menghilang.

******

Saat membuka mata, aku harus mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan mataku dengan cahaya lampu yang ada di ruangan ini. Bau obat-obatan langsung menusuk penciumanku, aku berusaha menggerakkan kedua tanganku, yang satu ternyata sudah tersambung ke infus, yang satu digenggam oleh pria yang tengah tertidur dengan posisi duduk dengan kepala yang bersandar di ranjangku.

Mungkin karena menyadari gerakanku, Jimin akhirnya terbangun matanya langsung mengarah padaku.

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Eonni mana?"

"Ayra... kamu lupa, sayang?"

"Mianhae... oppa, aku barusan mimpi tentang eonni."

"Kamu mau sesuatu? Mau minum?" Jimin langsung berdiri sambil mengambilkanku segelas air lalu membantuku minum dengan sedotan.

"Jimin ... aku ingin pulang."

"Kata dokter kamu harus rawat inap, kamu sangat lemah. Dokter memintamu untuk tidak memikirkan hal-hal yang berat dan berpotensi membuatmu stres. Akan ada pemeriksaan kandungan yang harus kamu jalani."

Jujur saat ini aku masih memikirkan eonni dan aku masih sering emosi melihat pria di hadapanku ini dan bayang-bayang perbuatannya kadang masih berputar dalam ingatanku. Kalau sudah mengingat itu, kepalaku pasti pusing dan napasku menjadi sesak kemudian menangis. Aku ingin pulang saja, setidaknya aku bisa menghindar melihat Jimin. Jika sudah begini, aku tidak bisa kemana-mana.

Aku ingin sekali menghilangkan semua permasalahan yang berkecamuk dalam pikiranku, tapi tentu saja itu tidak mudah. Berpura-pura semua baik-baik saja seperti yang dilakukan Jimin, tidak bisa aku lakukan. Aku bukan dia yang saat ini memerankan sosok suami siaga untuk istrinya yang tengah hamil.

Entah kenapa perbuatannya saat ini selalu menimbulkan perspektif negatif, bayangan bagaimana dia menyakitiku masih begitu jelas dalam ingatan. Aku selalu berusaha memaafkannya tapi itu gagal.

"Mengapa aku sulit menerima Jimin? Eonni sudah tiada dan semua sudah jelas tetapi aku masih memikirkan banyak hal. Apakah hatiku ragu bersama Jimin saat ini? Tetapi sebagian kecil hatiku mengharapkan Jimin berada terus di sisiku," pikirku dalam hati.

Tapi apapun itu, akan aku lakukan agar bayiku bisa tumbuh dengan sehat, dia ingin terus bersama appa-nya. Sudah lah, aku pusing jika terus memikirkannya.

"Perut aku kenapa ada bekas jahitan? Bayiku tidak apa-apa, kan? Aku tak bisa merasakan ada nyawa didalamnya, tak seperti biasanya aku merasakan ini," tanyaku lalu meraba perutku dengan tangan yang masih terasa berat.

Aku merasakan sesuatu yang membuncah didadaku, sebuah kekhawatiran. "Bayiku baik-baik saja, kan?"

Jimin terdiam. Aku menatap wajahnya lekat-lekat.

"Jawab aku! Kandunganku bagaimana?"

"Ayra tenang!"

"Jawab aku sekarang!"

Tubuhku seketika lemas. Jantungku berdegup kencang tidak menentu. Air mataku seketika jatuh.

Jimin langsung mencium keningku dengan lembut. Jimin menggenggam erat kedua tanganku sembari terus berusaha menguatkan hatiku agar bisa menerima semua ini.

Still Falling For You | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang