Sembilan

15.8K 1.2K 41
                                    

Malam hari Gunadi Dharmahadi beserta rombongannya benar-benar melamar Anggun. Hal yang sama sekali tidak di sangka oleh kedua orang tua Anggun karena semua serba mendadak. Anggun memberi tahu kedatangan keluarga Gunadi siang hari, untung saja Ganesha mengirimkan makanan dan kue-kue untuk hidangan meski dirinya sendiri tidak datang jadi bapak dan ibu Anggun tidak pusing soal jamuannya.

"Kenapa mas tidak datang?"

Anggun cemberut saat ia Vidio call dengan Ganesha setelah acara lamaran selesai. Tamu-tamu sudah pulang, meskipun beberapa keluarga Anggun masih banyak yang tinggal. Mereka sedang membereskan hantaran yang dibawa oleh keluarga Gunadi. Tidak tanggung-tanggung hantaran sendiri terdiri dari tiga puluh kotak besar kecil yang terdiri dari makanan, buah, pakaian, tas, sepatu, perhiasan dan masih banyak lainnya.

"Nanti pas kamu nikah mas pasti datang."

"Mas ngga sayang sama Anggun."

Ganesha tertawa. Anggun masih bisa melihat bahwa Ganesha masih diruangan kantornya.

"Mas sayang sama kamu, dek. Kalau ngga sayang mas ngga akan kirim makanan. Ibu pasti kerepotan tiba-tiba banyak orang bertamu. Makanannya ngga kurang kan?"

"Ngga, mas. Untung Bulik sama pak Lik tadi langsung kita beri tahu, jadi masih sempat datang. Pak gun juga bawa banyak makanan sama barang-barang. Entahlah, masih di bereskan sama ibu dan Bulik - bulik diruang tengah.

"Acaranya lancar kan, dek."

"Lancar mas, Bu Gayatri sendiri yang masangin cincinnya."

"Baguslah. Berarti dia nrima kamu untuk jadi madunya. Jadi kapan pernikahannya?"

"Sebulan lagi. Kata Bu Gayatri hari bagusnya sebulan lagi."

"Sudah tidak sabar pak Gun buat belah duren. Gimana perasaan kamu sekarang, dek?"

"Gimana ya mas, senengnya karena dapat barang-barang mahal dan bagus. Gratis lagi. Tapi perasaan aku jadinya aneh. Ngga percaya masa iya aku sudah lamaran, tapi kalau lihat cincin melingkar dijari manis membuktikan aku udah dilamar. Cincinnya berkilau soalnya."

Ganesh tertawa. Anggun tidak matre tapi ia seperti wanita umumnya yang suka sesuatu yang mewah, mahal dan berkilau.

"Memang cincinnya beda sama yang tadi siang ya dek?"

"Beda, ini dari ibu Gayatri dan yang ini matanya lebih besar."

Anggun memperlihatkan cincinnya. Ganesh mengangguk-angguk.

"Lepas salah satu kalo kerja. Ngga mungkin pakai dua-duanya. Terlalu bersinar."

"Ia juga sich."

"Nanti bilang sama pak Gun kalau kamu ngga bisa pakai dua-duanya saat bekerja, biar dia ngga salah sangka. Bilang saja peraturannya begitu."

"Iya mas."

"Berapa orang yang datang?"

"Ngga tahu, sekitar sepuluh mobil. Halaman full tapi yang banyak sebenarnya sih hantarannya. Butuh dua mobil untuk ngangkut hantarannya. Mas belum pulang?"

"Baru rapat intern dengan beberapa manager. Ada proyek besar yang harus didanai. Kami masih mempertimbangkan untuk mengucurkan dananya karena itu harus dibicarakan baik-baik."

"Mas sudah makan? Jangan sampai terlambat makan. Sebaiknya mas pulang. Ini hampir tengah malam."

"Kamu juga istirahat. Jangan terlalu lelah, besok kalau masih lelah sebaiknya ijin. Kamu kan baru keluar dari rumah sakit juga."

"Iya mas."

Anggun baru saja menutup Vidio call ya dengan Ganesh ketika panggilan Vidio call dari Gunadi terdengar. Mau tidak mau dirinya menjawabnya karena ia yakin Gunadi pasti tahu dirinya masih belum tidur.

"Ya pak Gun?"

"Kamu belum tidur, yang?"

Anggun memainkan bola matanya saat Gunadi memanggilnya yang.

"Belum pak Gun. Baru selesai bersih-bersih."

"Saya juga tidak bisa tidur. Kepikiran kamu disana. Yang, pernikahannya dimajukan bisa?"

"Jangan aneh-aneh dech pak Gun. Sebulan itu waktu tercepat, banyak persiapan yang harus dilakukan."

"Semuanya sudah siap, yang. Tinggal bilang yang kamu mau nanti menyesuaikan."

Anggun menghela nafas, ia hampir lupa siapa Gunadi dengan kekuatan uangnya.

"Mau ya yang dimajukan seminggu lagi. Sekalian perayaan ulang tahun saya."

"Ngga pak Gun. Sebulan lagi atau tidak akan ada pernikahan." Anggun bersikeras.

"Duh, yang. Saya ini bisa tidak bisa tidur gara-gara mikirin kamu setiap malam."

"Nunggu lima tahun saja kuat masa nunggu sebulan lagi tidak kuat."

"Ya wes lah. Tapi kamu janji loh yang, tiap aku hubungi harus jawab, ngga boleh nolak."

"Saya usahakan pak Gun."

"Sekarang kamu istirahat, kamu pasti capek. Besok aku jemput."

Setelah itu Gunadi memberikan ciuman jarak jauhnya, Anggun langsung tertawa geli melihat kelakuan Gunadi yang persis seperti remaja tanggung sedang jatuh cinta.

Gunadi
Selamat tidur, yang. Saya akan hadir dalam mimpimu dan menemanimu tidur. 😘😘😘😘😘

Me
Selamat tidur pak Gun

Anggun membalas pesan Gunadi tanpa memberikan emoticon apapun. Ia segera merebahkan dirinya diatas tempat tidur dan memejamkan matanya tanpa berfikir apa-apa lagi. Dirinya sudah terlalu lelah untuk berfikir apakah langkah yang dilakukannya sudah benar atau tidak.

***

Love Bank / E-book / KaryakarsaWhere stories live. Discover now