2

3.4K 262 29
                                    

"Jangan deket-deket nontonnya nanti bahaya tau buat mata." Zee mengingatkan Eve yang sedang menonton film di ponsel dengan jarak yang sangat dekat. Menurut yang ia ketahui, memainkan ponsel terlalu dekat itu bisa membahayakan mata.

"Bahaya kalo nontonnya sambil nusukin jarum pentul ke mata, gue 'kan ngga." Eve melirik malas pada Zee lalu kembali menonton filmnya. Detik berikutnya, ia berdehem pelan, "Oke deh gue gak akan nonton deket tapi traktir gue minuman."

Zee mendengus kesal, "Ah itu mah bisa-bisaannya kamu doang." Zee menggeser posisi duduknya menjauh dari Eve karena kesal.

"Ya bisa dong, gue 'kan baru putus dan gue temen lo. Sebagai teman yang baik, lo harus hibur gue dan gue gak nemuin penghibur terbaik selain minuman seger." Eve menyimpan ponselnya dan menatap Zee. "Lo mau jadi temen baik atau temen durhaka?"

"Temen baik." Zee mengeluarkan ponselnya dan ia berikan pada Eve. "Ya udah ini pesen di gofood, saldo gopay aku masih banyak kemarin diisiin sama kak Lala."

Lala yang sedang memainkan ponsel buru-buru merebut ponsel Zee dari genggaman Eve, "Gak ada, gue beliin buat Zee bukan buat lo."

"Kak Lala gak boleh pelit," ujar Zee mengingatkan. "Kata Dokter cinta, kita harus jadi temen baik jangan jadi temen durhaka."

"Berenti bahas soal dokter cinta, kamu sadar gak sih kalo selama ini kamu dimanfaatin sama Eve?" Lala menggenggam kedua tangan Zee dan berusaha membuatnya mengerti dengan menatapnya lembut. "Kamu dimanfaatin sama Eve, Zee."

"Ya itulah gunanya manusia, harus bermanfaat. Buat apa kita capek-capek makan sama kerja untuk bertahan hidup kalo akhirnya kehidupan kita gak bermanfaat untuk orang lain?" Eve memicingkan matanya memperhatikan Lala yang tampak sedikit sinis kepadanya. Apa ini karena pertanyaannya yang tadi?

"Dokter cinta aku bener, kak Lala. Kita harus bermanfaat untuk orang lain," sahut Zee lebih setuju dengan pendapat Eve yang ia percayai selama ini daripada asumsi Lala.

"Kamu udah bukan anak kecil, bisa gak sih kamu dewasa sedikit aja? Okelah kamu belum dewasa tapi bisa berusaha untuk paham sama sesuatu?" Lala mulai kesal karena Zee malah menyetujui ucapan Eve. Padahal selama ini sudah sangat jelas bahwa Eve memanfaatkan kepolosan Zee.

Zee mengangguk dan tersenyum, "Aku bisa berusaha paham, kak, aku paham kalo manusia itu harus bermanfaat."

Lala melepaskan genggamannya kemudian mengusap sekilas kelopak matanya dan melirik ke arah jam yang menunjukan pukul sepuluh malam, "Ya udah, aku capek, aku mau pulang dulu. Susah ngomong sama kamu." Lala berdiri, meraih tas yang ia simpan di atas meja dan berjalan begitu saja.

Eve menggigit bibir bawahnya karena merasa tak enak, "Zee, lo kejar kak Lala deh. Bujuk aja biar gak marah."

"Minumannya?" Zee memberikan ponselnya pada Eve. "Dokter cinta belum pesen."

"Gapapa gue pesen besok aja." Eve tersenyum pada Zee.

Zee mengangguk dan segera berlari menyusul Lala setelah pamit pada semua kakak seniornya. Zee menggapai tangan Lala ketika hendak melangkah keluar dari gerbang, "Nginep di rumah aku aja ya, kak?"

"Gak bisa." Lala melepaskan genggaman tangan Zee.

"Kamu kenapa sih gitu aja marah?" Zee dengan sengaja berdiri di depan Lala agar Lala menatap kepadanya. Namun, Lala hanya diam dengan tatapan datarnya. Zee menggapai tangan Lala dan mengayun-ngayunkannya. "Kita gak boleh berantem, kita 'kan sehati sejiwa sepemikiran selamanyaaa." Zee tersenyum lebar, memperlihatkan lesung pipi yang membuatnya terlihat lebih manis.

Lala tidak bisa menahan rasa gemasnya pada Zee. Ia akhirnya mengangguk lalu memeluk Zee, "Maaf kalo aku kesel karna masalah kecil." Lala menyandarkan kepalanya di dada Zee kemudian menutup mata. "Kamu harus mulai belajar dewasa, Zee. Kamu udah besar."

Edukasi CintaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora