21

3.4K 263 182
                                    

Sudah berjam-jam Amel mencari cincin itu di setiap sudut backstage bahkan sampai memeriksa ditumpukan seifuku meski mustahil sekali rasanya cincinnya melompat sejauh itu.

Amel terus mencari, mengorek setiap sudut ruangan ini. Namun, cincinnya tidak ada. Keringat sudah mengalir deras di wajah Amel yang memerah. Ke mana lagi ia harus mencari?

"Mel, K3 aja udah bubar, lo sampe kapan mau di sini?" tanya Tasya yang sedari tadi memperhatikan Amel. Ia merasa sangat kasian karena ini sudah berjam-jam, tetapi Amel belum beristirahat sedikitpun. Seberharga apa cincinnya?

"Itu dari Ariel, Tas." Amel menjawab pertanyaan yang ada di benak Tasya tentang seberharga apa cincin itu. "Gue harus cari." Amel merunduk, mencari barang kali cincin itu ada di bawah meja, tetapi kosong, tak ada yang bisa ia lihat selain debu di sana. Amel pasrah, duduk di lantai, bersandar lemas di meja tanpa tau apalagi yang harus ia lakukan untuk mencari cincin itu.

"Lo teledor sih jadi orang." Tasya duduk di samping Amel kemudian memberikan dua helai tissu. "Keringet lo."

Amel menggeleng pelan tidak peduli dengan keringat yang membanjiri wajahnya. Ariel pernah marah besar kepadanya bahkan sampai tidak mau menghubunginya seminggu lebih karena ia tidak menjaga cincin itu. Ini sudah yang ketiga kalinya, kepercayaan Ariel kepadanya pasti hilang.

"Beli lagi aja kenapa sih?" Indy duduk di kursi, memandangi wajah Amel yang sangat berantakan. Ia tau Amel sudah lelah sekali mencari hampir tiga jam.

"Dia gak akan hubungin gue kalo gue gak nemuin cincin itu, kalo dia putusin gue gimana?" Amel menggigit bibir bawahnya, ketakutan besar tergambar jelas lewat tatapannya.

"Ya udah putus aja, lo balik lagi sama kak Erika. Kak Erika jauh lebih baik dari Ariel, Ariel apaan? Cuma orang songong yang suka keributan." Indy dengan santainya bersandar di kursi. "Erika jauh lebih dewasa dari Ariel. Gue heran kenapa lo lepasin dia cuma buat orang kaya Ariel."

Tasya menatap Indy penuh arti lalu mengerjap, memberi isyarat agar Indy diam. Indy mengangkat kedua bahunya tak peduli.

Amel tidak menjawab, ia hanya menunduk, meratapi nasibnya sendiri. Bagaimana jika Ariel memutuskan untuk mengakhiri hubungannya karena ia tidak bisa menjaga barang berharga itu? Masih tergambar dengan jelas dibenak Amel bagaimana bentakan Ariel beberapa waktu lalu, bagimana besarnya amarah Ariel, Ariel bahkan sampai mencekiknya. Amel sangat takut sekarang. Tanpa sadar, air matanya menetes.

"Udah, lo nurut aja apa kata gue, putusin Ariel, apa sih kelebihan dia? Dia bahkan gak secantik Erika." Indy berdecih samar, tampak sangat meremehkan Ariel.

Amel bangkit, menatap Indy sangat tajam lalu melangkah mendekatinya dan berkata tegas, "Jangan berani jelek-jelekin Ariel lagi atau-"

"-Atau apa?" Indy berdiri agar posisinya sejajar dengan Amel. Indy ingin tau apa yang akan Amel lakukan jika ia tak mau berhenti.

"Atau gue bakal hajar lo!!" Amel mendorong keras bahu Indy sampai tubuhnya terbanting ke kursi.

"Astaga." Tasya buru-buru berlari, memeluk erat tubuh Amel dan membawanya menjauh dari Indy karena takut akan ada adu fisik lagi. "Lo tenang."

"Gue gak bisa terus tenang!!" Amel berusaha melepaskan pelukan Tasya, tetapi tak bisa. "Gue udah cukup diem selama ini tapi lo emang udah gak bisa didiemin!" Amel menunjuk Indy. "Bukan karna gue gak suka keributan, gue gak bisa ribut!!"

"Lo marah cuma karna gue ngomongin Ariel?" Indy menggelengkan kepalanya. Secinta itu Amel pada orang yang bernama Ariel? Bagaimana bisa Amel melepaskan Erika hanya karena Ariel?

"Dia pacar gue!!" Amel berontak. "Aaargh lepasiiin gue!!"

"Ngga, lo tenang, Mel." Tasya mengeratkan pelukannya, tidak mau keributan ini semakin menjadi. Tasya juga bingung, kenapa Indy ikut campur dalam urusan mereka sebesar ini?

Edukasi CintaWhere stories live. Discover now