2. Salam dari semesta

42 21 4
                                    

Bel pulang akhirnya berbunyi. Tidak ada yang menarik hari ini di sekolah selain, Esok dan Bunga tentunya.

Dengan mata yang sayup-sayup karena sedari tadi menahan rasa kantuk karena guru Bahasa Indonesia yang membosankan.

Aku melirik ke sampingku. Esok masih saja tertidur pulas padahal bel sekolah berbunyi sangat kencang.

"Esok, kamu tidak mau pulang?" tanyaku sambil menggoyangkan badannya agar dia bangun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Esok, kamu tidak mau pulang?" tanyaku sambil menggoyangkan badannya agar dia bangun.

"Pulang ke rumahmu boleh tidak?" masih dengan mata yang merah dan rambut keriting yang acak-acakkan, ia tersenyum jail kepadaku.

Aku menggeleng. "Pulang saja ke rumahmu sendiri. Memangnya kamu tidak punya rumah apa?" jawabku ketus.

"Rumahku kan kamu, Rintik."

Lagi-lagi, aku menggeleng dan langsung berjalan meninggalkannya. Entahlah, setiap kali Esok mengatakan sesuatu yang 'romantis', jantungku langsung berdetak dengan kencang. Padahal, aku baru bertemu dengannya hari ini. Dan tentu saja, aku tidak mau Esok tahu soal ini.

Sebelum naik ke sepedaku, aku melirik motor ninja keren yang masih terparkir di samping sepedaku. Lagi-lagi, aku berpikir liar akan siapa gerangan yang membawa motor ke sekolah?

Tiba-tiba, sepasang kaki yang menggunakan celana panjang berwarna biru tua dan sepatu hitam yang lusuh muncul di hadapanku. Sontak, aku mengangkat kepala untuk melihat siapa pemilik sepasang kaki ini.

"Esok, kamu ngapain di sini?" tanyaku padanya yang berdiri tegap di depanku.

"Aku mau pulang. Tapi tidak ke rumahmu. Nanti saja ya, aku pasti pulang ke rumahmu," jawabnya.

Ah, lagi-lagi aku tidak mengerti dengan apa yang ia ucapkan.

"Kamu tidak perlu mengerti sekarang, Rintik," ucap Esok seakan-akan ia tahu isi hatiku.

"Oh ya, kamu yang punya motor itu?" aku menunjuk motor keren yang terparkir di samping sepedaku.

Ia mengangguk. "Kenapa? Kamu mau naik motor juga?"

Aku sontak menggeleng. "Aku tidak suka naik motor." Tolakku.

"Rintik, kan sudah aku bilang. Kalau kamu bersamaku, semua yang kamu tidak suka akan berubah menjadi hal yang sangat kamu sukai."

"Bagaimana kamu bisa seyakin itu?"

"Karena aku Esok. Sudahlah, tidak usah diperdebatkan lagi. Nanti aku buktikan saja sendiri. Aku pulang dulu ya." Esok pamit kepadaku. Tak lama kemudian, motornya melesat jauh.

Esok, jangan lupa tuntun hatiku ya, jangan bawa dia jauh-jauh. Karena rumahnya ada di sini.

***

Aku masuk ke dalam rumah dan segera menghampiri Ibu yang sedang melipat baju di ruang tengah.

"Ibu, Riri pulang!" sapaku dengan ceria.

"Gimana sekolah barunya, Rintik?" tanya Ibu.

Aku cemberut. "Ibu kenapa panggil aku Rintik sih?" tanyaku kesal. Biasanya, Ibu selalu memanggilku Riri.

"Oh, kamu masih benci nama itu ya? Ibu kira, sudah ada seseorang yang membuatmu suka dengan nama itu." Ibu terlihat tidak percaya.

"Jadi, bagaimana sekolah barunya?" tanya Ibu mengalihkan topik pembicaraan.

Aku menghela napas. "Biasa aja. Riri ketemu sama perempuan cantik, namanya Bunga dan dia sekarang jadi sahabat Riri. Terus Riri duduk sebangku sama laki-laki yang hobinya tidur. Namanya Esok," jelasku pada Ibu.

Ibu mengangguk paham. "Esok pasti anak yang baik," gumamnya.

Aku mengernyit bingung. "Ibu tahu dari mana? Memangnya Ibu sudah pernah bertemu dengan Esok? Asal Ibu tahu ya, Esok itu suka ngomong yang aneh-aneh. Riri aja gak pernah paham dia ngomong apa," omelku mendepak jauh-jauh ucapan Ibu yang bilang kalau Esok adalah anak yang baik.

Ibu tertawa melihat reaksiku yang berlebihan. "Rintik, kamu gak harus paham semua yang orang omongin ke kamu. Tidak sekarang. Nanti, kamu juga paham sendiri." Tuh kan! Jangan-jangan Ibu sudah terkena virus Esok.

"Ih! Jangan panggil Rintik. Riri aja kayak biasa!"

"Maaf sayang Ibu tidak bisa. Ibu sudah berjanji pada seseorang," ucap Ibu.

Aku menatapnya tak percaya. "Siapa?"

Ibu mengangkat bahunya. "Ibu gak kenal. Tapi dia bilang, Ibu harus janji sama dia supaya manggil kamu Rintik," jelas Ibu.

"Tapi kenapa?" Aku masih tidak paham.

"Dia bilang, nama kamu itu indah. Tidak perlu disembunyikan dari semesta."

Esok, apa itu kamu? Tapi dari mana kamu tahu alamat rumahku?

"Ciri-cirinya gimana, Bu?" tanyaku heboh.

Ibu tampak berpikir. "Dia pakai baju sekolah kayak kamu, motornya keren, rambutnya keriting, sepatunya lusuh."

Tidak ada laki-laki lain selain... "Esok," bisikku tak percaya.

"Oh, jadi yang tadi itu Esok?" Ibu tak kalah hebohnya denganku. "Ibu tidak salah. Dia memang anak yang baik."

Aku berdecak. "Ibu tahu dari mana?"

"Kamu masih tidak bisa melihatnya, Rintik? Dia rela-rela datang ke sini hanya untuk mengingatkan ibu akan hal kecil yang bahkan menurut semua orang tidak penting. Tapi sebenarnya hal itu sangat berpengaruh."

"Memangnya apa pengaruhnya?"

"Kalau nama kamu saja kamu sembunyikan dari semesta, bagaimana bisa semesta menganggap kamu istimewa?"

"Aku tidak suka dianggap istimewa sama semesta. Aku hanya butuh satu orang yang menganggap aku istimewa, Bu."

Ibu mengangguk paham sambil mengelus kepalaku dengan kasih sayang. "Iya, Ibu paham, yang harus kamu lakukan hanyalah buka matamu lebar-lebar sayang, mungkin orang itu sudah muncul."

"Ih, Ibu ngomong apa sih!" seruku lalu langsung masuk ke dalam kamar tanpa mempedulikan tawaan Ibu.

Kepada semesta,

Hari ini, aku bertemu dengan seorang laki-laki istimewa. Namanya Esok Kelabu. Kalian bisa memanggilnya Esok. Hanya panggil ya, bukan memiliki. Karena Esok hanya akan menjadi milikku seorang.

Semesta, aku memang tidak pernah tahu apa rencanamu, kenapa kamu mempertemukan aku dengan Esok. Tapi aku mohon, berikan akhir yang istimewa untuk kami.

Dan untuk Esok, aku tidak pernah tahu ke mana kamu membawa hatiku. Aku tidak pernah tahu sejauh apa kamu akan melangkah. Aku juga tidak pernah tahu kenapa hatiku dengan senang menyerahkan dirinya padamu. Tapi tolong, jaga dia baik-baik. Jika kamu tidak bisa lagi menuntunnya, kembalikanlah dia kepadaku. Karena itu akan jauh lebih baik dari pada meninggalkannya sendiri dan tersesat.

Esok, hari ini kamu dapat salam. Dari aku, Rintik Kaladuka. Semoga kamu selalu bahagia, ya. Mulai sekarang, aku akan memperkenalkan pada semesta kalau aku adalah Rintik.

Salam dekap,
Rintik yang mencintai kelabu.

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang