tujuh; penasaran

4.2K 560 83
                                    


Ke supermarket niatnya hanya untuk jajan ciki, namun malah dititipin belanja itu rasanya seperti menjadi IronMan. Begitulah menurut Resya ketika mendapat titipan dari bunda beberapa bahan untuk masak. Juga berbagai makanan atas pesanan Lukas yang mendadak ikut-ikutan.

Jadilah sekarang Resya berdiri di deretan minyak goreng. Menyesuaikan nama produk dengan tulisan yang ada di ponsel.

Selanjutnya, Resya beralih ke deretan rak untuk membeli pesanan Lukas. Troli yang didorongnya sudah terisi setengah lebih. Kebanyakan hanya bungkus berisi angin.

Kalau kata Resya mah, 'bungkusnya aja yang gede, isinya dikit'.

Tapi, anak itu nekat saja membelinya. Makanan yang banyak micinnya memang favorit anak muda. Pantas namanya generasi micin. Sehari tanpa micin, hidup hambar.

Troli yang didorong oleh Resya bertabrakan dengan troli milik orang lain. Cewek itu lantas mendongakkan kepalanya, sehingga tampaklah pemilik troli di sana.

Janu sedang menatapnya kaget. Lebih tepatnya tak menyangka bertemu dengannya. Resya sendiri juga kaget. Kok harus ketemu lagi, sih.

Denger-denger, kalo semisal ada something, semacam naksir atau gimana gitu; kita bakalan sering ketemu atau dipertemukan dengan si lawan jenis. Jadi, seperti kebetulan yang sebelas duabelas dengan takdir.

"Mbak judes kaya mas-mas fotokopian!" pekik seorang anak kecil di samping Janu.

Baik Janu maupun Resya menatap kearahnya.

"Apasih, Na," tegur Janu. Merasa adik kecilnya itu tak sopan kepada orang lain.

"Lo?!" Resya menuding tak percaya. Kesal harus bertemu anak kecil itu lagi.

Sudah bertemu Janu, ditambah bocil satu itu. Lengkap sudah penderitaan Resya. Mengapa harus bertemu orang menyebalkan ini dua kali.

"Ini kakak yang aku maksud itu loh, Kak."

Bentar. Bentar. Maksudnya?

Resya jadi bahan ghibah kakak-beradik ini?! Apa dirinya seterkenal itu sampai jadi bahan ghibahan. Jika Yaya tahu, anak itu pasti sudah terbahak mendengarnya.

"Maksudnya apa?" tanya Resya menaikkan sebelah alisnya.

"Hana dari kemarin nanyain lo mulu."

Resya semakin bingung dibuatnya. Bocil satu itu kayanya suka sekali merecoki kehidupannya. Kenal juga tidak nanyain mulu.

"Adik lo?!"

Janu mengangguk.

Pantas saja, ternyata kesongongan adiknya itu turunan dari kakaknya. Tak heran sih Resya pas mengetahui bahwa Hana adalah adiknya Janu, cocok kok. Sifatnya sebelas duabelas. Ya iyalah, adiknya.

"Ngapain, Kak?" Hana bertanya kepada Resya.

"Nyari jarum diantara tumpukan jerami."

"Ngaco. Ini supermarket, Kak, bukan tempat penyimpanan jerami."

Ingin sekali Resya berteriak di depan Hana, 'itu tahu, kenapa pake nanya'. Namun urung karena ia sedang di tempat umum dan ada kakaknya si Hana di sini. Bukannya Resya takut, berani banget malah. Biar ga kelihatan galak banget gitu.

Dengan cepat Resya mengambil makanan yang akan dibelinya. Ia segera mendorong trolinya cepat agar segera pergi dari hadapan Janu dan adiknya.

***

mas ketos; end Where stories live. Discover now