lima belas; sparing

3.4K 457 16
                                    


Pekerjaan selesai. Janu menutup pintu ruang OSIS dan menguncinya. Ia menjadi yang keluar paling akhir. Namun, Rendy masih menunggunya, mereka berniat untuk berangkat bersama menuju ke lapangan tempat sparing futsal dilaksanakan.

Sparing tidak dilaksanakan di lapangan sekolah. Dari kedua belah pihak memilih untuk menyewa lapangan indoor di salah satu tempat. Ini hanya kegiatan untuk mempererat tali pertemanan, jadi mereka memilih untuk tidak menggunakan fasilitas sekolah.

“Jaket lo dibawa Lia?” tanya Janu.

“Iya, gue pinjemin. Kasian.”

Keduanya berjalan bersama melewati lorong. Janu akan menuju ke ruang dance terlebih dahulu, menjemput Resya sekalian melihat perkembangan sampai dimana latihan mereka.

Janu percaya mereka bisa melakukan yang terbaik. Ia tidak perlu khawatir akan hal ini. Anak-anak Dharma Bakti tidak ada yang boleh diremehkan. Semuanya berbakat.

Dari luar, tidak terdengar musik anak-anak sedang berlatih. Oh, mungkin sedang istirahat.

Janu membuka pintu ruang dance. Benar, semuanya sedang duduk secara berpencar. Mereka sedang istirahat. Beberapa memilih untuk tiduran; mengistirahatkan punggung yang hampir remuk bergerak kesana-kemari. Kalau tidak terbiasa, mungkin harus merelakan sejumlah uang untuk pijat urut.

Sebelumnya, Janu menyapa Momo dan bertanya-tanya sedikit. Sementara Rendy memilih untuk mendekati Ajun; salah satu anak dance juga. Mereka pernah satu kelas waktu kelas sepuluh.

Thanks, Kak, infonya. Semangat ngelatih! Gue percaya lo sama anak buah lo,” ujar Janu.

“Yoii. Gue ga bakal mengecewakan lo sama antek-antek lo.”

Janu berjalan meninggalkan Momo dan beralih mendekat kearah Resya yang sedang tidur tengkurap. Kebiasaan cewek itu pasti selalu tiduran sehabis latihan dance. Kalau kata orang Jawa, ngelèr geger. Teman-temannya sudah tak heran lagi melihat Resya yang rebahan seperti tak memiliki beban hidup.

Janu menepuk pundak Resya beberapa kali.

“Apasih, Jun, ganggu orang mulu dari tadi.”

“Gue bukan Ajun.”

Merasa seperti mengenal suaranya, Resya lantas bangun dari tidur tengkurapnya. Ia duduk dan mendapati wajah Janu sedang tersenyum menatapnya.

Astaga, membuat kaget saja.

Plis, senyumnya menyeramkan.

“Ngagetin aja sih lo. Ngapain lo kesini?!” pekik Resya.

“Katanya lo mau ikut nonton sparing.”

Ah iya Resya lupa. Mereka sudah janjian sebelumnya. Ingin bilang berangkat nanti saja, Resya baru ingat kalau ia tidak membawa motor.

“Tunggu bentar, gue ganti baju dulu.”

Resya berjalan mengambil tasnya untuk mengganti bajunya dengan baju yang ia pakai sewaktu berangkat. Ia sengaja membawa ganti, sebab latihan mengeluarkan keringat yang banyak, dan ia tak mau memakai baju yang sudah terkena banyak keringat; risih.

Di ruang dance memang disediakan tempat sendiri untuk berganti pakaian. Arsitek-nya memang mengetahui bagaimana kebiasaan yang dilakukan.

Resya keluar dari ruang ganti dengan menenteng tasnya yang sekarang terlihat lebih besar dari saat berangkat. Entah ketambahan partikel apa, namun tas yang saat dibawa dari rumah terlihat kecil, pas pulang pasti lebih besar beberapa centi.

mas ketos; end Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang