"Gimana hidup sekarang? Lebih berwarna pasti dong!" Tanya Ellen.
Kami sedang nongkrong di Sedjenak Koffie, menikmati waktu luang yang jarang kami miliki. Pak Boss baru pulang ke keluarganya di ujung dunia tadi siang.
"Berwarna gimana?"
"Kan 'semenjak ada dirimu, dunia terasa indahnya'" Ellen mengutip salah satu lirik lagu lawas itu.
"Biasa aja" Aku menyeruput kopi di depanku. Rasanya kopi!
"Muka loe lebih sumingrah!"
"Pak Boss balik makanya muka gue sumingrah!" Elak-ku.
Sejujurnya setelah kami, aku dan Andi, menjalin hubungan, kehidupanku tidak membosankan seperti sebelumnya. Andi rutin mengajak aku makan malam atau nonton disela-sela jadwalku yang dimonopoli Pak Boss.
"Penipu!" Ellen menunjuk wajahku dengan telunjuknya yang ramping. "Itu loe mesem-mesem nggak jelas."
"Biasa aja Ellen. Yah... sekarang cuman suka ada yang nyariin aja. Nanyain gue ngapain hari ini. Nemenin malam minggu. Sisanya sama aja kayak biasa. Kerja, ketemu sama loe tiap hari."
"Andi romantis nggak?"
Aku menatap Ellen, memikirkan pengertian romantis menurut Ellen. Andi tidak pernah memanggilku dengan panggilan sayang, honey, babe, atau apapun itu. Dia hanya memanggil nama kecilku sama seperti keluargaku memanggil, Aya.
Sampai sejauh ini Andi bersikap biasa saja. Dia akan menghubungiku saat dia selesai bekerja. Tidak ada sapaan "Selamat pagi Cinta", "Good morning my love" atau "Sweet dreams, mimpiin aku yah!"
Andi, dia mempunyai caranya sendiri untuk membuatku semakin mencintainya.
"Biasa aja."
"Biasa aja gimana?"
Aku menatap Ellen, "Romantis itu kayak gimana?"
Ellen menatapku heran, "Loe nggak ngerti romantis gimana?"
"Loe tau Andi pacar pertama gue."
Ellen tertawa terbahak-bahak, "Sorry sorry, gw lupa bagian yang itu."
"Brengsek emang loe!" Aku dan Ellen tertawa.
"Andi biasa aja Len, dia nggak pernah ngomong ato ngelakuin hal-hal yang cheesy sih."
HP-ku berbunyi, telepon dari Andi.
"Hallo.." Terdengar suara Andi diseberang sana, terdengar lemas.
"Iya, lagi sama Ellen. Di Sedjenak kopi."
"Iya yang di Sabang."
"Ok..ok"
Aku menutup teleponku, "Andi mau datang. Udah lama nggak ketemu loe. Kangen katanya."
"Gombal anjay! Yang kayak gitu yang loe bilang nggak gombal?"
"Kan gombalnya ke loe, Len. Bukan ke gue." Elakku.
"Awet muda loe pacaran ma doi, Kana. Secara gokil gitu anaknya."
Aku membenarkan dalam hati. Cara Andi memandang hidup sederhana. Cara Andi menikmati hidup pun sederhana. Andi membuat hidup yang rumit ini tampak lebih mudah dijalani.
"Umur Andi lebih tua dari gue sialan!"
"Umur berapa Andi?"
"35"
"Njay,, 35 tapi keliatan muda dia." Ellen melihatku dengan meyelidik, "Kana, loe kayaknya kudu rajin olahraga dari sekarang deh. Andi tuh kayak seumuran sama loe." Aku melotot, "Ehh, malah kayak mudaan Andi daripada loe tau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecurity (TAMAT)
ChickLit"Now, tell me how can i love someone who didn't love herself?" Aku terdiam. "Kamu dan pikiran kamu itu yang harus diperbaiki." Dia menambahkan.