"Banyak banget kerjaan gue!" Keluh Ellen.
"Sama" Balasku dengan mata yang tetap fokus pada layar laptop.
"Mana design design yang gue buat ditolak mulu sama loe." Tuduhnya.
"Bukan gue tapi Boss!" Aku membela diri.
"Kesel gue. Ngomong kek ya maunya gimana. Temanya apa. Ini gue udah lima kali revisi. Lima kali Kana."
"Gue juga tau, loe udah email lima kali. Dan lima-limanya ditolakpun gue tau."
Ellen berjalan mendekat ke mejaku. Melihat deretan angka di Excel yang sedang aku kerjakan.
"Aduhhh, sakit mata gue liat angka-angka."
Aku menengadahkan kepala melihat Ellen, "Nggak cuman loe doang yang diminta revisi berkali-kali. Gue juga! Ini..." Aku menunjuk deretan angka dilayar laptop, "Udah revisi ke enam apa ke tujuh. Pengen nangis gue!"
"Boss kenapa sih?"
Aku juga tidak tahu. Pertemuan terakhir kami sewaktu di Bali kemarin. Sudah hampir empat bulan. Dan selama empat bulan ini juga dia membuatku gila. Semua pekerjaanku dikomentari. Bukan hanya pekerjaanku, pekerjaan staff-staff yang lain juga. Design Ellen yang tidak sesuai dengan standartnya seolah-olah menjadi kesalahanku. Begitupun dengan Miko. Miko yang berbuat salah aku yang menanggungnya.
Empat bulan ini aku hidup bagai di neraka.
"Nggak tau gue." Aku menggeleng lemah.
"Nggak biasanya dia kayak gini."
"Gue ngerasa apa yang gue kerjain selalu salah dimata dia sekarang. Loe yang salah, gue yang dimarahin. Miko yang salah, gue yang dimarahin. Rita yang salah, gue juga yang kena."
Ellen menatapku iba.
"Rasa-rasanya tiap liat HP ada telepon dari dia pengen gue lempar aja HPnya."
"Boss lagi berantem sama bininya?" Aku menggeleng, tanda tak tahu. "Belum ada cemceman lagi?"
"Nggak tau."
"Terus kenapa dong?"
"Nggak tau Ellen." Aku menunjuk kembali deretan angka-angka di layar laptop, "Boss telepon gue jam dua pagi. Teriak-teriak bilang kerjaan gue salah. Minta revisi dikirim hari ini jam empat. Terus dia pake nambah-nambahin semenjak gue punya pacar kerjaan gue jadi nggak bener." Aku menelan ludah, mengalihkan pandanganku kembali ke Ellen, "Emang iya ya? Semenjak pacaran kerjaan gue nggak bener?"
Ellen terlihat menelan ludah. Wajahnya pias.
"Kayaknya bener." Ellen tidak melanjutkan kata-katanya.
"Bener apa?"
"Boss cemburu." Ellen menatap tepat ke manik mataku.
Aku menelan ludah.
***
Aku sedang menunggu Andi di Sushi Tei Grand Indonesia. Kami janjian untuk makan malam bersama hari ini. Sudah dua minggu kami tidak bertemu, Andi mendapat tugas ke Balikpapan dari kantornya.
HP-ku berbunyi. Aku melihat caller id. Boss.
"Kamu bisa kerja? Ini sudah revisi yang keberapa kali?" Boss bahkan tidak membalas sapaanku.
"Itu sudah sesuai dengan yang bapak minta pak. Margin yang bapak minta."
"Kamu bilang yang kayak gini sudah benar?"
"Saya sudah cek bareng sama Rita juga Pak." Rita, manager accounting.
"Kinerja kamu sekarang mengecewakan sekali! Semenjak kamu punya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecurity (TAMAT)
ChickLit"Now, tell me how can i love someone who didn't love herself?" Aku terdiam. "Kamu dan pikiran kamu itu yang harus diperbaiki." Dia menambahkan.