Bab 32 - Kunjungan Pertama - bagian 1

1K 54 3
                                    

Di luar kota, aku menelepon rumah.

"Bu, aku pergi dari kampus. Dan – aku mengajak seseorang pulang ke rumah."

"Seseorang?"

Perhatian ibuku selalu begitu berbeda ...

Dua jam kemudian, aku membunyikan bel pintu rumahku dengan gugup dan bersemangat.

Guru Lin membuka pintu, beliau masih tetap berdiri selama 3 detik. Kalimat pertama yang diucapkan oleh ayahku itu adalah, "Ah, dokter Gu yang baik!"

Dokter Gu tersenyum, "Salam Guru Lin. Bagaimana kesehatan anda?"

Guru Lin tersenyum, "Tidak buruk, tidak buruk."

Apakah ini merupakan reaksi normal dari seorang ayah kepada kekasih putrinya? Bukankah seharusnya Guru Lin berkata, 'pria muda, kau mencuri putriku!' Kemudian melihat kekasih putrinya itu dari atas ke bawah, menilai, menganalisis, mengkritik, dan 'apakah kau ingin berduel?'

Dokter Gu membimbingku masuk ke dalam rumahku ...

Rasa ketidakpatuhan terlalu kuat!

Ibuku menyambutku, "Mengapa kamu terlihat bingung? Gantilah sandalmu." Aku ditarik kembali pada kenyataan. Sesuatu yang dibawa oleh Dokter Gu berpindah ke tangan Guru Lin, dua orang saling bertukar salam dengan hangat.

Apa alasan ketegangan yang kurasakan sebelumnya?

Kenyataannya, ketegangan yang dirasakan oleh putra menantu untuk datang ke rumah pertama kalinya tidak ditujukan pada ibu mertuanya, tetapi pada ayah mertuanya yang sudah tua. Meskipun dimana-mana ada cerita, ibu mertua yang jahat meminta rumah dan mobil; ibuku tidak pernah bertindak tidak senonoh dan tidak pernah mengurusi masalah keuangan seseorang, jadi –

(Dokter Gu: "Ayah mertua yang sudah tua menjadi begitu penting, selama kamu dan ayahmu berada di sisi yang sama, ibu mertua adalah layaknya macan yang terbuat dari kertas.")

Aku memperhatikan macan dari kertas yang berkualitas berlian yang sedang tersenyum dengan sangat bermartabat, jantungku kembali berdetak kencang.

(Macan dari Kertas: Istilah ini merujuk pada sesuatu atau seseorang yang diklaim atau nampak begitu kuat dan/atau mengancam, tetapi sebenarnya tidak berguna dan tidak dapat bertahan dari tantangan.)

Pada saat aku pulang ke rumah bertepatan dengan waktu makan siang. Setelah saling bertukar senda-gurau, aku dan Gu Wei mencuci tangan kami kemudian menuju ke meja.

Di sini, aku harus menggambarkan meja kami. Bergaya China, empat persegi panjang, satu kursi lebar dan dua kursi panjang. Ketika makan, Guru Lin duduk di kursi yang lebar. Aku duduk berhadap-hadapan dengan Dokter Gu. Dokter Gu berada di sebelah kiri Guru Lin, aku berada di sebelah kanan Guru Lin, dan di sebelah kananku adalah ibuku. Aku masih merasa bahwa tata letak seperti ini merupakan bencana.

Keluarga kami tidak memiliki kebiasaan menghidangkan makanan untuk orang lain, tetapi hal itu tidak mempengaruhi keramah-tamahan orangtuaku. Dokter Gu terlihat lembut dan sopan, dan aku tidak dapat menahan perasaan bahwa pria itu memiliki hati yang kuat. Kebalikannya, aku terlihat tenang; tetapi kenyataannya, aku tidak memahami diskusi mereka mengenai topik pemulihan pascaoperasi. Pada akhirnya, mataku yang melihat-lihat jatuh tertumpu pada bibir dokter Gu, tanpa sadar menghitung berapa kali dokter Gu mengunyah makanannya setiap kali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Aku menjadi bingung, pada dasarnya dokter Gu mengunyah sebanyak 12 kali tiap gigitan makanannya ...

Guru Lin memiliki perut yang kecil dan mengambil handuk kertas untuk menyeka mulutnya setelah makan. Akhirnya, Guru Lin menunjukkan sedikit kepekaan dan kelambatan yang biasa beliau miliki, "Dokter Gu, apakah anda berkunjung ke Kota Y ini untuk berjalan-jalan ataukah mengunjungi kerabat anda?"

Dokter Gu: "Iya, keduanya."

Yang terjadi 10 detik berikutnya adalah kekacauan.

===

Ibuku sepertinya terkejut dengan maksud sebenarnya dokter Gu yang tidak dimengerti oleh Guru Lin. Ibuku tanpa sadar menendang kaki Guru Lin.

Namun, aku merasa malu dengan jawaban yang dilontarkan oleh dokter Gu dan tanpa sadar menendang kaki dokter Gu.

Ibuku dan Guru Lin terpisahkan olehku yang duduk di tengah-tengah mereka berdua.

Aku dan dokter Gu terpisahkan oleh Guru Lin yang duduk di tengah-tengah kami berdua ...

Beberapa lama kemudian, kami membicarakan mengenai situasi di bawah meja –

(Guru Lin: Siapa yang menendangku? Aku bahkan ditendang sebanyak dua kali!)

(Ibuku: Tendangan yang pertama rasanya salah, jadi aku menendang lagi.)

(Dokter Gu: Saya ditendang dari sebelah. Pasti Guru Lin yang menendang saya. Maka sayapun menggeser kaki saya.)

(Aku: Siapa yang sudah kutendang ...??)

(Dokter Gu: Apakah kamu berencana untuk menendangku?)

(Aku: ...)

Bahkan hingga sekarang, tidak ada seorangpun yang mengerti apa yang terjadi pada hari itu.

[Terjemahan] The Oath of Love (Entrust the Rest of My Life to You) vol. 1 Where stories live. Discover now