Epiphany

801 57 19
                                    

Januari

Ini hari Jum’at.

Pada umumnya, orang akan menyambut hangat hari Jum’at karena artinya, weekend akan segera tiba. Namun Seokjin selalu nyaris mati kelelahan di hari ini. Ia akan pulang jauh lebih malam dari biasanya, belum lagi bila rekan kerjanya mengajaknya untuk sekadar minum bersama atau karaoke. Terkadang, dia hanya ingin segera pulang karena Taehyung akan selalu menunggunya makan malam.

Tidak peduli Seokjin sudah makan malam. Tidak peduli dia akan pulang tengah malam. Tidak peduli bila Taehyung juga sudah makan. Dia akan menyambut Seokjin pulang dengan senyuman lebar dan mengajaknya makan malam yang terkadang dia masak sendiri. Karena itulah Seokjin selalu memastikan dirinya tidak pernah terlalu kenyang atau sampai di apartemen mereka terlalu larut.

Ngomong-ngomong soal Taehyung, laki-laki berambut cokelat itu tidak tampak batang hidungnya saat Seokjin memasuki apartemen. Pun tidak ada makanan di meja.

“Tae?” Seokjin memanggil, setelah dihempaskannya tubuhnya ke sofa di ruang tengah. Ia melonggarkan dasinya dan menarik napas panjang.

Dengan mata mulai terpejam, dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, berniat untuk menelepon Taehyung ketika pintu apartemen terbuka. Siulan Taehyung menggema ke seluruh penjuru apartemen, dan Seokjin langsung merasa seluruh tensi dari bahunya lenyap.

“Oh?” Taehyung bergumam. “Hyung? Kau pulang lebih awal?”

Suara langkah kaki Taehyung terdengar penuh ketergesaan. Seokjin tidak menemukan tenaga yang cukup untuk bahkan menjawabnya. Ia menutup mata dan mendesah penuh lelah.
Seokjin nyaris terlonjak kaget ketika kepalanya diangkat dengan lembut oleh kedua tangan yang sudah dia hafal hingga gurat-guratnya, untuk dipindahkan ke pangkuannya. Taehyung tersenyum padanya penuh mafhum ketika Seokjin membuka mata.

“Ini pukul 11 malam. Apanya yang lebih awal?” gerutu Seokjin sebelum sedetik kemudian memejamkan matanya lagi.

Taehyung terkekeh. “Minggu lalu kau pulang jam 12 malam.”

Sesuatu tiba-tiba terlintas di kepala Seokjin. Ia membuka mata, mengerutkan kening ketika menyadari pakaian Taehyung yang rapi dan wangi. Ia memakai kemeja lengan pendek berwarna hitam yang dimasukkan ke celana longgar panjang berwarna denim. Wajahnya polos tanpa make up, hanya ada sedikit sapuan lip gloss di bibirnya.

“Kau darimana?” tanya Seokjin heran. Taehyung tidak suka clubbing, tidak suka menghabiskan waktu di luar rumah, hampir tidak pernah mengunjungi teman kuliahnya, jadi wajar bila Seokjin merasa itu janggal.

“Bertemu seseorang,” jawab Taehyung pendek. Ia mengambil tissue dari meja, yang untungnya masih terjangkau oleh tangannya hingga ia tidak perlu memindahkan kepala Seokjin dari pangkuannya. Diusapnya wajah Seokjin dengan tissue perlahan, tahu persis bagaimana Seokjin menyukainya.

“Kencan?” Seokjin mengangkat alis.

“Hmm.” Taehyung bergumam tidak jelas.

“Jadi benar kencan?” Seokjin mengulang, nadanya kali ini mendesak.

“Begitulah,” racau Taehyung tanpa berhenti membersihkan wajah Seokjin.

Seokjin kembali memejamkan matanya, menikmati kenyamanan yang hanya dia temukan dari Taehyung.

“Aku tidak ingat kapan terakhir kali kau berkencan.” Seokjin tertawa kecil. “Akhirnya kau bergaul juga.”

Alih-alih menjawab, Taehyung justru menyisir rambut Seokjin dengan jemarinya, sesekali memijat kulit kepalanya.

“Aku membawa makanan. Ayo kita makan,” ajak Taehyung.

“Biarkan aku begini dulu sebentar lagi,” rengek Seokjin sambil memutar kepalanya untuk menghadap perut Taehyung.

Seokjin mendengar Taehyung menghela napas. Tapi dirasakannya jari-jari Taehyung tidak berhenti menyisir rambutnya, satu hal yang paling dia suka dari Taehyung. Dia tidak pernah cukup lelah untuk menghabiskan waktu bersama Seokjin.


*
Februari

Seokjin tidak ingat kapan terakhir kali ia izin meninggalkan pekerjaannya karena sakit. Taehyung sudah memperingatkannya untuk izin minimal dua hari, tetapi Seokjin si keras kepala tentu saja menolak dengan alasan dia masih baik-baik saja. Well, tubuhnya demam tinggi dan kepalanya berdenyut nyeri luar biasa tapi dia tidak akan membiarkan Taehyung menyadarinya.

Pada akhirnya, kini dia pulang dengan tubuh terhuyung, otot leher kaku, demam tinggi dan kepala terasa seperti berputar. Dia sudah mengabarkan Taehyung. Sayangnya Taehyung tidak bisa absen dari ujian semester yang kini dihadapinya.

Dengan penuh perjuangan, Seokjin berhasil tiba di kamarnya, tangannya meraba tembok untuk meraih remote AC ketika disadarinya benda itu telah menyala dengan suhu yang diinginkannya. Nampan dengan nasi, sup, segelas air putih dan obat di atasnya telah tersaji di nakas, lampu tidur telah menyala, dan Seokjin semakin ingin menenggelamkan diri di balik selimut untuk mencari kehangatan.

Ia menggeram lemah ketika akhirnya mencapai ranjang tidurnya. Baru saja akan terlelap, ponsel dalam saku celananya berdering nyaring dengan nada yang diaturnya hanya untuk Taehyung. Seokjin menghela napas, lalu memaksa dirinya untuk meraih ponsel itu untuk menjawab telepon.

“Jangan coba-coba tidur tanpa makan dan minum obat yang sudah kusiapkan,” ancam Taehyung tanpa repot mengucap salam pembuka.

“Ugh.” Seokjin berdehem, punggung tangannya menempel di dahi, terkejut dengan betapa hangat terasa di kulit. “Bagaimana kau tahu?”

“Aku mengenalmu seumur hidupku.” Taehyung mencemooh, Seokjin bahkan bisa membayangkannya memutar bola mata. “Kau tahu kan apa yang bisa kulakukan kalau kau tidak mendengarkanku, Hyung?”

Seokjin mendesah, tersiksa dengan panas tubuhnya dan dingin di tangannya. “Aku akan makan dan minum obat, oke?”

“Kau baik-baik saja?” Nada bicara Taehyung merendah, seiring dengan semakin beratnya tarikan napas Seokjin.

“Aku kesulitan bernapas,” ujar Seokjin pelan.

“Aku akan cepat pulang, aku janji,” ucap Taehyung dengan nada penuh penyesalan. “Kau tidak menelepon Jungkook?”

“Dia ada presentasi akhir hasil magangnya. Aku tidak ingin merepotkannya,” gumam Seokjin.

“Baiklah.” Taehyung memakai nada yang Seokjin ketahui dipakainya ketika ia sedang berpikir keras.

“Aku baik-baik saja, Tae.” Seokjin berusaha meyakinkan, walau ia sendiri merasa kewalahan dengan buruknya kondisi kesehatannya saat ini.

“Kau tidak terdengar baik-baik saja,” balas Taehyung, suaranya campuran antara bingung, sedih, dan khawatir.

“Aku akan baik-baik saja,” janji Seokjin.

“Dengar, bila kau merasa tidak kuat, aku tidak peduli apapun yang terjadi, telepon aku, oke? Aku tidak akan mematikan ponselku. Aku akan langsung pulang. Mengerti, Hyung?”

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Feb 04, 2020 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

PulangTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon